Malam itu sepasang suami istri yang baru saja melahirkan putri pertamanya di buat shock oleh kedatangan sesosok pria tampan berpenampilan serba putih. Bahkan rambut panjang nya pun begitu putih bersih. Tatapannya begitu tajam seolah mengunci tatapan pasangan suami istri itu agar tidak berpaling darinya.
“Si siapa kau?” Dengan tubuh bergetar pasangan suami istri itu terus berpelukan dan mencoba melindungi putri kecil mereka.
“Kalian tidak perlu tau siapa aku. Yang harus kalian lakukan adalah menjaga baik baik milikku. Dia mungkin anak kalian. Tapi dia tetap milikku sepenuhnya.” Jawab pria tampan berjubah putih itu penuh penekanan juga nada memerintah.
Setelah menjawab wujud tampan pria itu tiba tiba menghilang begitu saja menyisakan ketakutan pada sepasang suami istri tersebut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nafsienaff, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 35
Setelah tenaganya pulih, luka yang di derita Artha pun langsung sembuh tanpa meninggalkan bekas. Pria itu bahkan langsung terlihat segar bugar dan tidak seperti orang yang baru sembuh dari sakit.
Dewi yang melihat kesehatan Artha yang begitu cepat bahkan sangat cepat pulih padahal kemarin masih tidak sadarkan diri dengan luka berdarah menatapnya heran. Dan lagi, Artha sama sekali tidak mengucapkan terimakasih pada Brama yang mengobatinya.
“Yang Mulia.”
“Kenapa?” Tanya Artha pada Brama yang berdiri di sampingnya.
“Hamba harus segera kembali ke istana. Hamba tidak ingin membuat yang Mulia Fabian juga Selir Agung curiga.”
“Hem.. Baiklah.” Angguk Artha setuju.
“Hamba mohon pamit yang Mulia.”
Artha menggerakkan jari tangannya sebagai tanda mengiyakan. Saat itu juga Brama menghilang.
Dewi menggelengkan kepalanya. Gadis itu merasa Artha kurang menghargai apa yang sudah Brama lakukan untuk nya.
Pelan pelan Dewi mendekat pada Artha. Gadis itu mendudukkan dirinya disamping Artha yang duduk di kursi panjang di taman belakang rumah Dewi.
Artha menggerakkan bola mata coklatnya kemudian tersenyum samar.
“Gimana keadaan kamu?” Tanya Dewi pelan. Tatapannya lurus menerawang ke depan.
“Aku sudah baik baik saja.” Jawab Artha.
Dewi mengangguk. Artha memang tidak terlihat seperti orang yang baru saja terluka parah bahkan sampai tidak sadarkan diri.
“Kenapa? Kenapa kamu lakukan semua itu?”
Artha mengernyit. Dia tidak mengerti kemana arah pertanyaan Dewi.
“Brama sudah menceritakan semuanya sama aku.” Lanjut Dewi.
Artha berdecak sebal. Artha tidak ingin Dewi tau apa yang di alaminya. Apa lagi jika yang dia alami adalah hukuman akibat dari Artha yang mengatakan semuanya dengan gamblang pada Dewi.
“Kenapa kamu nggak bilang kalau menceritakan semua itu bisa mengakibatkan hal yang fatal?” Tiba tiba saja suara Dewi bergetar. Dewi tidak bisa membayangkan bagaimana sakitnya saat cambuk petir itu mengenai tubuh Artha. Darah bercucuran dengan luka mengaga lebar. Meski semua itu sudah menghilang tanpa bekas dari tubuh Artha, namun tetap saja Dewi merasa takut jika mengingat nya.
“Memangnya kalau aku nggak cerita semua itu kamu akan percaya sama aku? Hem?” Artha menoleh menatap pada Dewi yang diam diam menangis dengan kepala tertunduk.
Dewi diam. Kesalah pahaman yang terjadi kemarin membuat Artha mengatakan sesuatu yang seharusnya Artha pendam sendiri.
Dewi mengangkat kepalanya pelan pelan. Dia menoleh pada Artha yang menatap dalam padanya.
“Dewi, hukuman itu tidak sebanding sakitnya dengan menjauhnya kamu akhir akhir ini.” Ujar Artha membuat air mata Dewi semakin deras mengalir. Dewi tidak tau jika sikapnya menyakiti Artha. Dewi pikir menjauh dari Artha adalah pilihan yang paling tepat untuk menjaga hatinya.
Melihat air mata yang semakin deras menetes di pipi Dewi, Artha pun berinisiatif menyekanya dengan jempol tangannya.
“Sudah tidak apa apa. Tapi aku minta sama kamu, jangan jauhi aku.” Senyum Artha menghibur Dewi.
Dewi menganggukkan kepalanya. Beruntung Artha tidak kenapa napa. Dan beruntung nya lagi Artha adalah pria dengan kehebatan yang menurut Dewi sangat luar biasa.
“Aku janji..” Senyum Dewi.
“Aku percaya.” Balas Artha.
Dari balkon kamarnya Sita melihat kebersamaan Artha dan Dewi. Wanita itu tidak pernah menyangka jika hidupnya akan di warnai hal hal yang tidak bisa di percaya dengan mudah oleh logika manusia. Salah satunya adalah kehadiran Artha di samping putrinya.
“Ibu hanya bisa berharap kamu selalu aman dan bahagia sayang... Mungkin ibu memang tidak bisa selalu ada disamping kamu kedepannya. Tapi ibu merasa lega karena ada Artha yang akan selalu melindungi kamu.” Batin Sita.
*****
Selir Agung tersenyum licik saat mendapati Brama melangkah kan kakinya buru buru di taman istana langit. Brama bahkan menengok ke kanan dan ke kiri bahkan ke semua arah seolah sedang memastikan bahwa tidak ada siapapun yang melihat kembalinya dirinya dari bumi setelah 2 hari pergi untuk menyembunyikan Artha yang terluka.
“Apa kalian pikir aku bodoh? kalian benar benar salah besar kalau menganggap aku tidak tau apa apa..” Gumam Selir Agung.
Ya, Selir Agung sudah tau dari awal tentang hukuman yang harus Artha tanggung. Meski dia sempat kesal bahkan sangat murka karena Artha yang di bawa ke rumah Dewi. Selir Agung memang tidak bisa menembus rumah Dewi karena pagar yang di buat oleh Artha. Padahal Selir Agung sudah lama menunggu waktu dimana Artha lemah. Karena dengan begitu dirinya bisa dengan gampang menyingkirkan Artha dan menguasai istana langit.
“Bunda...”
Selir Agung menggerakkan bola matanya mendengar suara putra kesayangannya, Fabian.
“Ada yang mau Fabian bicarakan sama bunda.” Ujar Fabian.
Selir Agung menghela napas. Tanpa mengatasi apapun pada Fabian, Selir Agung pun melangkah dengan tenang.
Fabian yang mengerti dengan maksud ibundanya itu mengikuti dari belakang. Mereka berjalan menuju istana pribadi Selir Agung.
“Ada apa?” Tanya Selir Agung setelah mereka berdua berada di dalam istana pribadi Selir Agung dengan pintu tertutup.
“Sebenarnya kapan kita akan bertindak bunda? Aku muak dengan semua ini. Aku muak dengan dia yang selalu menjadi yang berkuasa.”
Tatapan Selir Agung langsung berubah tajam. Wanita itu memutar cepat tubuhnya menghadap pada Fabian, putranya.
“Apa kamu pikir bunda tidak muak? Apa kamu pikir bunda tidak sedang memikirkan cara untuk menyingkirkan dia?”
Fabian melengos. Pria itu memang tidak sabaran juga mempunyai hati yang iri dan penuh dengan dengki. Di tambah lagi didikan Selir Agung yang tidak baik membuat Fabian semakin tidak bisa tertolong sikap nya.
“Fabian, sudah berbagai cara bunda lakukan. Namun harus bunda akui, Artha memang tidak bisa di remehkan. Artha tidak seperti ayah kamu.. Dia mempunyai kekuatan yang hanya bisa di tandingi jika kita berhasil mengambil jantung dan darah suci pada gadis itu.”
Fabian mengernyit.
“Jantung dan darah suci?” Tanya Fabian penasaran.
“Ya.. Artha diam diam mengatur reinkarnasi perempuan itu. Dan sekarang dia ada di bumi. Namanya Dewi. Dan Artha selalu melindungi nya.” Jawab Selir Agung menjelaskan.
Fabian terdiam sesaat. Pria itu tampak berpikir sebelum akhirnya tersenyum.
“Bunda, biarkan aku turun tangan. Aku akan mendapatkan jantung dan darah suci gadis itu secepatnya.”
Selir Agung menggelengkan kepalanya. Dia menatap remeh pada Fabian yang selalu ceroboh dalam segala rencana yang Selir Agung buat.
“Tidak perlu. Bunda tidak mau kamu kenapa napa. Kita cukup atur strategi diam diam saja. Untuk masalah Dewi, biarkan para iblis itu yang mengincarnya.”
“Tapi bunda...”
“Fabian, jangan merusak rencana yang sudah bunda susun dengan matang. Kamu sudah membuat Artha curiga waktu itu. Jangan sampai semua yang kita lakukan selama ini sia sia. Apa kamu mengerti?!”
Fabian hanya bisa menghela napas. Pria itu dengan lemas mengangguk menurut pada ibundanya.
TBC