Dituduh pembunuh suaminya. Diusir dari rumah dalam keadaan hamil besar. Mengalami ketuban pecah di tengah jalan saat hujan deras. Seakan nasib buruk tidak ingin lepas dari kehidupan Shanum. Bayi yang di nanti selama ini meninggal dan mayatnya harus ditebus dari rumah sakit.
Sementara itu, Sagara kelimpungan karena kedua anak kembarnya alergi susu formula. Dia bertemu dengan Shanum yang memiliki limpahan ASI.
Terjadi kontrak kerja sama antara Shanum dan Sagara dengan tebusan biaya rumah sakit dan gaji bulanan sebesar 20 juta.
Namun, suatu malam terjadi sesuatu yang tidak mereka harapkan. Sagara mengira Shanum adalah Sonia, istrinya yang kabur setelah melahirkan. Sagara melampiaskan hasratnya yang ditahan selama setelah tahun.
"Aku akan menikahi mu walau secara siri," ucap Sagara.
Akankah Shanum bertahan dalam pernikahan yang disembunyikan itu? Apa yang akan terjadi ketika Sonia datang kembali dan membawa rahasia besar yang mengguncang semua orang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
“Mas Gara sudah cerita semuanya,” ucap Sonia membuka percakapan.
Shanum menelan ludahnya. “Aku … aku bisa jelaskan semuanya, Bu. Tapi sebelumnya, saya ingin minta maaf.”
Sonia menatap Shanum yang terlihat lembut, sederhana, dan tampak begitu tenang. Akan tetapi justru ketenangan itu yang membuat hatinya perih.
“Aku tidak datang untuk memarahi kamu, Mbak. Aku hanya ingin tahu, apakah Mbak memilih tetap bertahan di pernikahan ini?”
Shanum terdiam lama. Suaranya akhirnya keluar dengan nada lirih, “Rasanya berat bagiku, Bu. Aku tidak ingin menyakiti hati wanita lain.”
Sonia menatapnya dengan mata berkaca-kaca. “Mas Gara bilang sangat mencintaimu. Walau pernikahan kalian terjadi karena kecelakaan.”
Shanum mengangguk pelan. “Ya. Malam itu, semuanya terjadi dan aku tidak berdaya walau sudah berusaha melakukan perlawanan. Saya tidak tahu harus menyalahkan siapa. Setelah kejadian itu, Mas Gara datang dan menawarkan tanggung jawab. Saya tidak mencintainya saat itu, tapi aku tahu dia orang baik. Dia menyesal, dan saya hanya ingin semuanya berakhir tanpa aib.”
Nada suara Shanum begitu tenang, namun mata Shanum menyimpan luka yang dalam.
Sonia menggigit bibir bawahnya. Ia tahu wanita di hadapannya bukan orang jahat. Ia hanya korban dari keadaan, sama sepertinya. Namun, menerima kenyataan itu bukan hal mudah.
“Lalu sekarang?” tanya Sonia. “Apa kamu mencintai suamiku?”
Pertanyaan itu menusuk. Shanum menunduk, jari-jarinya meremas ujung jilbabnya. “Aku mencoba tidak jatuh cinta, Bu. Tapi semakin saya menjauh, semakin kuat perasaan ini.”
Sonia menarik napas tajam. “Lalu, kenapa kamu tidak bertahan untuk terus di samping Mas Gara.”
Air mata Shanum jatuh perlahan. “Aku mencintainya, tapi tidak dengan niat merebut. Mas Gara adalah lelaki pertama yang membuat aku merasa aman setelah semua penderitaan yang aku alami. Dia tidak pernah meninggikan suara, tidak pernah mempermalukan aku. Namun, setiap kali dia menyebut nama Ibu, saya tahu, hati dia bukan milik saya sepenuhnya.”
Kata-kata itu menghantam Sonia tepat di dada. Ia menunduk, menahan isak yang tiba-tiba menyusup keluar. “Aku tidak tahu harus marah atau iba, Mbak. Karena yang aku rasakan sekarang campur aduk. Antara benci, marah, tapi juga kasihan.”
Shanum buru-buru menghapus air matanya. “Aku tidak ingin Bu Sonia terluka. Aku pun tidak ingin hidup seperti ini. Tapi, pernikahan ini bukan sesuatu yang aku rencanakan.”
Sonia menatapnya lagi. “Apa Mbak Shanum tahu kalau Mas Gara ingin pernikahan poligami dan dia akan berlaku adil kepada kita?”
“Ya, Mas Gara pernah mengatakan itu kepadaku, di hari ditemukannya Bu Sonia. Dia bilang akan memperjuangkan semuanya dengan adil.”
Sonia tertawa kecil, getir. “Adil? Lucu sekali. Tidak ada yang benar-benar adil dalam cinta. Karena satu hati harus menunggu, sementara hati lainnya menanggung perih.”
Mata Shanum kembali berkaca-kaca. “Aku tahu itu. Jika Ibu ingin Mas Gara hanya milik Ibu seorang, aku mendukung dan dengan suka rela akan pergi.”
Sonia menatap wanita itu lama, menelusuri setiap garis wajahnya. Di sana, ia tidak menemukan kepura-puraan. Hanya kesedihan yang sama dengan miliknya. Dua perempuan, sama-sama mencintai lelaki yang satu, sama-sama terluka oleh cinta yang mereka pertahankan.
“Mbak Shanum ....” Suara Sonia mulai bergetar. “Tahu tidak, yang paling menyakitkan dari semua ini bukan karena kamu mencintai suamiku. Tapi karena kamu melakukannya tanpa niat buruk dan aku ikut merasa sakit.”
Shanum menunduk, menitikkan air mata lagi. “Maafkan aku, Bu. Aku tidak tahu harus bagaimana.”
Sonia menggeleng. “Tidak ada yang harus kamu minta maafkan, Mbak. Kamu tidak merebut, kamu hanya terseret. Dan aku tidak lebih baik darimu, karena aku pun masih mencintai laki-laki yang membuat kita berdua menangis malam ini.”
Keheningan kembali turun. Kali ini tidak menakutkan, tetapi getir. Seolah dua perempuan itu akhirnya saling memahami, meski tanpa harus mengucapkan banyak kata.
“Anak-anak itu lucu sekali, Bu,” ucap Shanum pelan setelah beberapa saat. “Setiap kali aku menyusui mereka, aku selalu berdoa semoga mereka tumbuh sehat dan kuat, tanpa tahu betapa rumit kisah orang tua mereka.”
Sonia menatapnya, air mata mengalir tanpa bisa dicegah. “Kamu wanita yang kuat, Mbak.”
“Aku hanya berusaha bertahan,” jawab Shanum lembut. “Kadang kekuatan datang bukan dari keinginan, tapi dari keterpaksaan.”
Sonia terdiam. Dalam hatinya, ada rasa kagum yang aneh. Di satu sisi, Shanum adalah luka, tetapi di sisi lain, dia juga pengingat betapa dalamnya cinta yang bisa membuat seseorang tetap bertahan, bahkan di tengah penderitaan.
“Mas Gara bilang dia ingin menikah resmi dengan kamu,” kata Sonia pelan.
Shanum menunduk, menatap lantai. “Aku tahu. Tapi aku selalu berdoa semoga Ibu menolaknya. Karena kalau Ibu mengizinkan, aku takut tidak akan bisa berhenti mencintainya.”
Sonia menatap wanita itu lama, lalu bicara pelan sambil memandang langit “Mungkin Tuhan sengaja mempertemukan kita bukan untuk saling membenci, tapi untuk saling belajar.”
Shanum menoleh sekilas kepada Sonia. Lalu, memerhatikan Sagara yang berjalan cepat ke arah mereka sambil menggendong kedua anaknya.
Sonia tersenyum getir. “Kadang, yang paling berani bukan yang berjuang, tapi yang berani melepaskan.”
Sonia menatap Shanum sekali lagi. “Kalau nanti aku memilih bertahan, bukan berarti aku menang. Tapi karena aku ingin anak-anakku tahu, ibunya pernah berjuang untuk mempertahankan keluarga ini, walau dengan hati yang remuk.”
Di dalam hati kecilnya, Shanum berbisik,
“Jika mencintai berarti menyakiti, maka biarlah aku yang terluka. Asal dia bahagia.”
Sagara tersenyum sambil menurunkan kedua bocah super aktif itu. Abyasa dan Arsyla berjalan menuju Shanum.
Sonia yang melihat itu, meraih Abyasa. Anak yang paling dekat jaraknya.
“Aby, sini Mama gendong,” ucap Sonia sambil mengangkat anak balita itu. Lalu, di dudukan di pangkuannya.
Sementara Arsyla berada di pangkuan Shanum. Dia memainkan ujung jilbab seperti biasanya.
Sagara yang melihat kedua istrinya aku, merasa sangat senang. Dia berharap selamanya akan seperti ini.
“Aby, tumbuh menjadi anak yang kuat, ya!” ucap Sonia sambil memegang kedua tangan bayi itu yang terasa bertenaga. Dia senang karena anak laki-lakinya tumbuh sehat dan kuat.
“Iya. Selain itu Aby juga anak yang mudah meniru, walau hanya melihat sekali,” lanjut Sagara dengan penuh bangga.
“Kalau besar nanti dia bisa menjadi penjaga Arsy,” kata Sonia tersenyum hangat.
Namun, tiba-tiba saja senyum yang menghiasi wajah Sonia hilang seketika. Dia merasa ada yang aneh dengan putranya.
“Mas, kamu yakin ini anak kita?” tanya Sonia dengan wajah horor.
Shanum yang sedang menggoda Arsyla sampai terdiam mendengar ucapan Sonia. Dia memandang majikannya dengan tatapan heran.
"Ya, tentu saja anak kita,” jawab Sagara yang juga merasa heran. “Memangnya ada apa?”
“Ini bukan anak yang aku lahir 'kan, Mas?!” pekik Sonia.
“Apa?!” Sagara dan Shanum terkejut, seperti tersambar petir.
***
Kenapa Sonia bisa bicara kalau Abyasa bukan anak yang dilahirkan olehnya. Jawabannya di bab berikutnya.
Seperti nya Shanum yng bakal ketiban pulung nih 😠😠😠
Trus siapa yg menukar bayi Sonia dengan bayi Shanum ?