Tiga Tahun berumah tangga, Amanda merasa bahwa pernikahannya benar-benar bahagia, tapi semua berubah saat ia bertemu Yuni, sahabat lamanya.
Pertemuan dengan Yuni, membawa Amanda pergi ke rumah tempat Yuni tinggal, dimana dia bisa melihat foto pernikahan Yuni yang bersama dengan pria yang Amanda panggil suami.
Ternyata Yuni sudah menikah lima tahun dengan suaminya, hancur, Amanda menyadari bahwa dia ternyata adalah madu dari sahabatnya sendiri, apakah yang akan Amanda lakukan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Enam
Jalanan kota mulai ramai dengan kendaraan. Berbeda dengan hati Amanda yang hancur karena baru mengetahui kebohongan sang suami.
"Mas, kemarin aku merasa istri yang paling beruntung karena memiliki kamu. Sekarang aku baru sadar, jika aku ternyata istri yang paling menyedihkan. Dibohongi suami selama tiga tahun ini."
Taksi yang ia tumpangi berhenti di depan hotel tempatnya menginap bersama Azka. Dari luar, gedung itu tampak megah, dengan lampu-lampu hangat yang memantul di kaca tinggi. Tapi bagi Amanda, cahaya itu seperti sarkasme, terlalu terang untuk hati yang baru saja retak.
Ia menarik napas panjang sebelum melangkah turun. Kakinya terasa berat, tapi ia memaksa diri. Setiap langkah menuju lobi terasa seperti menapaki ingatan yang menyakitkan. Wajah Yuni terus muncul di benaknya, senyumnya, matanya yang polos, dan suaranya ketika menyebut nama Azka dengan penuh cinta.
“Azka itu segalanya buat aku ....”
Kalimat itu bergema lagi di kepalanya, membuat dadanya sesak. Amanda menatap lantai marmer hotel yang mengilap, seolah ingin menenggelamkan diri di sana.
"Uni, maafkan aku. Aku akan mundur, tapi aku ingin Mas Azka jujur dulu tanpa aku minta atau tanya. Aku ingin beri pelajaran dulu," gumam Amanda dalam hatinya.
Sesampainya di kamar, ia mengetik kode kamar di pintu digital dengan tangan gemetar. Saat pintu terbuka, ia terpaku di tempat.
Ruangan itu temaram, hanya diterangi cahaya lembut dari lampu tidur. Tapi yang membuatnya berhenti bernapas bukan karena suasana romantisnya, melainkan karena pemandangan di depan mata.
Tempat tidur besar di tengah ruangan penuh dengan kelopak bunga mawar merah. Bertabur indah, membentuk pola hati di tengahnya. Di atasnya, sebuah kotak perhiasan kecil berwarna hitam diletakkan dengan pita emas melingkari.
Aroma lembut bunga bercampur dengan wangi parfum yang dikenalnya, wangi Azka.
Amanda terpaku. Ia tahu ini kejutan, tapi justru hatinya bergetar hebat bukan karena bahagia, melainkan karena ironi.
Dari kamar mandi terdengar suara air berhenti, lalu pintu terbuka. Azka keluar hanya dengan handuk melilit pinggang, wajahnya tampak segar dan penuh senyum.
“Sayang .…” Suaranya rendah, lembut. “Kamu udah pulang?"
Amanda menoleh perlahan. Ia berusaha mengatur napas, menahan diri agar ekspresinya tak berubah.
“Iya, Mas,” jawab Amanda pelan. “Aku barusan sampai.”
Azka berjalan mendekat. Tatapannya hangat seperti biasa, matanya memantulkan kasih yang dulu selalu membuat Amanda merasa aman. Ia menggenggam tangan Amanda, mencium punggungnya lembut.
“Maaf, Sayang. Hari ini aku tak bisa temani kamu. Bagaimana pertemuan dengan sahabatmu itu?" tanya Azka dengan lembut seperti biasanya.
Amanda menahan napas sejenak sebelum menjawab. “Sangat menyenangkan, Mas. Lama banget nggak ketemu, jadi banyak cerita.”
Azka tersenyum puas. “Baguslah. Aku tahu kamu pasti senang. Oh iya .…” Ia menunjuk ke arah tempat tidur dengan gaya khasnya yang selalu berusaha romantis. “Kamu suka, Sayang?”
Amanda berpaling ke arah bunga-bunga di kasur. “Mas, semua ini kamu yang lakukan, padahal kamu lagi sibuk."
Azka mengangguk, matanya bersinar. “Tentu, Sayang. Aku sudah katakan, apa pun itu akan aku lakukan untuk kamu. Hari ini genap tiga tahun sejak aku melamar kamu, ingat?”
Amanda terdiam. Ia bahkan lupa tanggal itu. Biasanya dia selalu ingat dengan hari jadi mereka. Tiga tahun lalu, di pantai, Azka berlutut dengan cincin sederhana dan janji yang kini rasanya kosong.
“Waktu cepat banget berlalu,” lanjut Azka sambil tersenyum. “Kamu masih cantik seperti awal kita bertemu."
Amanda berusaha tersenyum, tapi sudut bibirnya hanya bergerak sedikit.
“Terima kasih, Mas,” ucap Amanda datar.
Azka lalu mengambil kotak hitam di atas ranjang, membuka perlahan di depan Amanda. Di dalamnya ada kalung berliontin kecil berbentuk hati, berkilau di bawah cahaya lampu.
“Ini buat kamu, Sayang. Aku tahu kamu nggak suka perhiasan yang terlalu besar, makanya aku pilih yang sederhana.”
Amanda menatap perhiasan itu lama. Liontin kecil itu tampak polos, tapi baginya menyakitkan.
Ia menatapnya bukan dengan rasa bahagia, tapi dengan getir, karena tahu kalung itu hanyalah simbol dari kebohongan yang lebih besar.
“Kenapa diam?” tanya Azka sedikit merasa heran. “Biasanya kamu langsung peluk aku kalau aku kasih hadiah.”
Amanda mengangkat wajahnya perlahan. “Maaf, aku cuma kaget,” ucap Amanda pelan. “Nggak nyangka aja di sela kesibukan, Mas masih sempat membuat kejutan ini.”
"Untuk kamu akan selalu ada waktu."
Azka lalu mendekat, memakaikan kalung itu di lehernya. Sentuhan tangannya membuat Amanda menggigil, tapi bukan karena rindu, karena muak.
“Pas banget,” ujar Azka puas. “Kamu selalu cocok pakai apa pun yang aku pilih.”
Amanda hanya mengangguk kecil. Ia menatap cermin di sisi kamar, melihat bayangan dirinya dengan kalung itu, cantik, elegan, tapi kosong.
“Terima kasih, Mas,” ujar Amanda akhirnya. “Aku suka.”
Azka tersenyum lebar, lalu memeluknya dari belakang. “Aku pengen kamu tahu, aku sayang banget sama kamu. Aku tahu kadang aku sibuk, tapi kamu tetap yang paling berharga buat aku.”
Kalimat itu seperti pisau yang menancap tepat di dadanya. Amanda menggigit bibirnya kuat-kuat agar tidak menangis. Ia ingin berteriak, "Lalu Yuni itu apa?" Tapi ia menahan diri.
Ia sudah berjanji dalam hati, ia tidak akan marah. Dia ingin Azka sendiri nanti yang akan berkata jujur dan membuka kebohongannya.
Pelajaran untuk seorang pria yang bisa memainkan cinta seindah itu, tapi juga bisa menghancurkan hati dua wanita sekaligus.
“Mas lapar?” tanya Amanda akhirnya, berusaha terdengar biasa. “Aku belum makan malam.”
Azka mengangguk. “Aku udah pesan room service. Sebentar lagi datang. Kamu ganti baju dulu aja.”
Amanda berjalan ke lemari, mengambil gaun santai warna lembut. Saat ia berdiri di depan cermin, matanya memandangi kalung di lehernya lagi. Ia memegang liontin itu, lalu berbisik lirih,
“Kalung dari seorang pria pembohong. Aku ingin tahu, apakah mertuaku tau hal ini."
Beberapa menit kemudian, mereka makan malam bersama di meja kecil dekat balkon. Azka bercerita banyak hal, tentang kliennya, proyek baru, dan rencana mereka liburan ke luar negeri. Amanda hanya mendengarkan sambil tersenyum tipis, sesekali menimpali agar tak mencurigakan.
Dalam hati, pikirannya terus bekerja. Ia harus tahu sejauh apa kebohongan ini berjalan.
"Apakah Yuni tau kalau suaminya ada wanita lain? Apa yang Yuni katakan jika tau aku adalah madunya?" tanya Amanda dalam hatinya.
Setiap kali Azka menatapnya dengan penuh cinta, rasanya seperti ditertawakan nasib. Dunia seolah sedang mempermainkannya.
Setelah makan malam, Azka mematikan lampu utama. Ruangan hanya diterangi cahaya lembut dari lampu di sisi ranjang.
Dia mendekati Amanda yang duduk di tepi ranjang. Bunga mawar tadi telah dibersihkan dari ranjang mereka.
Azka memeluk pinggang istrinya, dia berkata. "Sayang, kenapa diam. Sejak tadi kamu terlihat beda."
"Aku capek, Mas. Oh, ya. Maaf, tadi aku baru tau kalau aku sedang datang bulan," ucap Amanda.
Dia tahu suaminya pasti ingin mereka melakukan hubungan. Biasanya dengan senang hati dia akan melayani Azka, tapi kali ini dia merasa malas.
"Maaf, kalau begitu kamu tidurlah, Sayang."
Amanda membaringkan tubuhnya. Seperti biasa Azka menyelimuti tubuhnya dan memberikan kecupan. "Selamat Malam kesayanganku. Semoga mimpi indah." Istrinya hanya mengangguk sebagai jawaban. Hal itu membuat pria itu sedikit heran.
"Amanda tampak beda malam ini," ucap Azka dalam hatinya.
Azka lalu ikut berbaring di samping istrinya. Beberapa saat kemudian terdengar gawainya berdering. Amanda lalu pura-pura sudah tidur.
Azka melihat ke layar. Dia tampak menarik napas. Dengan pelan dia turun dari ranjang, berjalan menuju balkon. Amanda lalu bangun, dia ingin tahu siapa yang menghubungi suaminya malam-malam. 'Apakah itu Yuni' Tanya Amanda dalam hatinya.
Amanda masih mencintai Azka ,rasa cinta yang sulit untuk dihilangkan😭
Untuk Yuni g salah kmu memperjuangkan cinta azka..tp nathan bukan alasan u tinggal bersama dg azka..karena masa lalu akan jd alarm u kalian berdua merasa tersakiti
#thor udah bikin cerai aj dech mereka..dan segerakan dpat jodohnya..kezel aku thor😄