Wulan, seorang bayi perempuan yang diasingkan ke sebuah hutan karena demi menyelamatkan hidupnya, harus tumbuh dibawah asuhan seekor Macan Kumbang yang menemukannya dibawa sebatang pohon beringin.
Ayahnya seorang Adipati yang memimpin wilayah Utara dengan sebuah kebijakan yang sangat adil dan menjadikan wilayah Kadipaten yang dipimpinnya makmur.
Akan tetapi, sebuah pemberontakan terjadi, dimana sang Adipati harus meregang nyawa bersama istrinya dalam masa pengejaran dihutan.
Apakah Wulan, bayi mungil itu dapat selamat dan membalaskan semua dendamnya? lalu bagaimana ia menjalani hidup yang penuh misteri, dan siapa yang menjadi dalang pembunuhan kedua orangtuanya?
Ikuti kisah selanjutnya...,
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kegaduhan
Pedang Luwuk, sumber media Wikipedia
Yang Mulia, Kanjeng Ratu Sekti Rahayu, apa pendapatnya tentang kaburnya Kanjeng Raden Rajendra?" tanya Senopati Wiguna dengan penuh hormat.
Wanita berusia empat puluh tahun itu terlihat sangat gelisah. Ia harus memutuskan perkara yang sedang pelik, apalagi para Tumenggung dan juga bangsawan yang sudah dalam perjalanan menuju istana dan membawa puteri mereka untuk dipilih menjadi menantu raja, tidak mungkin dibatalkan begitu saja, tentunya akan membuat ketersinggungan yang akan memperburuk citra kerajaan.
"Acara akan tetap berlangsung, dan nanti kita akan mengadakan acara pemilihan kedua, sembari mencari keberadaan Raden Rajendra," ucap sang Ratu dengan tegas.
Ia beranjak dari singgasananya, sedangkan Raja Arsana masih duduk dengan emosi yang tampak meledak
Baginya, kaburnya sang putra mahkota sudah membuat dirinya harus menanggung malu.
Apalagi kabar yang ia dapatkan, salah satu kerajaan kecil diwilayah pulau seberang juga sedang mengirimkan puteri mahkotanya untuk ikut berkompetisi dalam memperebutkan hati sang Pangeran.
Raja Arsana berdiri dengan tatapan yang menegaskan, ia menatap Senopati Wiguna dan juga Punggawa yang berada dibawah pemerintahan raja. Nafasnya tampak memburu, dan ia mengeluarkan titah yang tidak bisa dibantah.
"Cari Kanjeng Pangeran Rajendra, temukan ia secepatnya, dan undang para ksatria yang ada seluruh nusantara, jika dapat menemukannya dalam kondisi hidup, maka akan mendapatkan hadiah yang besar!"
Ucapan dari sang Raja membuat mereka bersemangat. Hadiah yang ditawarkan juga menarik, dan pastinya akan membuat para pendekar berlomba untuk menemukan sang putera mahkota.
******
Mentari tampak bersinar diufuk timur, seorang pria tampan sedang tertidur diatas dahan pohon, dan tanpa sadar, ia terjatuh dari dahan pohon.
Braaaaak
Tubuhnya disambut kotoran kuda yang sedang diikatnya dibawah pohon.
Ia membuka matanya dengan berat, dan saat mengendus aroma tak sedap, ia membeliakkan matanya, lalu mengusap wajahnya, dan saat mendekatkan kehidungnya, ia tersentak kaget. "Hah!" pekiknya dengan tertahan, dan sialnya ia ditertawakan oleh kuda miliknya, yang mana merasa sedang mengejek kesialannya.
"Hah! Dasar, kamu--ya!" makinya dengan kesal, dan ia beranjak dari tempatnya untuk membersihkan diri.
Sementara itu, Wulan Ningrum masih berlatih. Ia masih terkurung didalam goa, ia belum tau kapan ia akan keluar dari dalam ruangan tanpa langit itu. Ia ingin melihat dunia luar seperti apa, ia sangat menantikan hal tersebut segera tiba.
"Gunakan kain hitam ini untuk menutup matamu, sebab kau bertempur bukan hanya pada siang hari, tetapi juga malam hari, dan lawanmu dapat hadir dari arah mana saja, maka kau tak dapat mengandalkan indera penglihatanmu saja. Tetapi saat iti, hanya pendengaranmu yang berguna, serta insting yang kuat untuk mendeteksi dimana lawanmu sebenarnya," ucap Sang Macan Kumbang pada gadis cantik bermanik mata coklat itu.
Wulan Ningrum meraih kain hitam yang berada dimoncong sang Macan Kumbang, ia mengikat matanya, sehingga semua terasa gelap.
Gadis itu mulai berkonsentrasi, dan fokus pada indera pendengaran serta penciumannya, mencoba melawan kehadiran musuh yang tak terlihat.
Ia mencabut pedang luwuknya, lalu bersiaga dengan gerakan kuda-kuda dan siap untuk menyerang.
Dengan mata tertutup ia menghunuskan ujung pedangnya tepat dihadapan sang Macan Kumbang, lalu ia mulai merasakan pergerakan dari sosok hitam bercakar tersebut.
Wuuuuusss.....
Ia merasakan jika sosok itu menuju ke arah sisi kirinya, maka dengan cekatan ia memutar tubuhnya dan menyerang sosok sang Guru.
Traaaaang....
Suara dentingan dari ujung pedangnya saat menyentuh benda yang ia dapat kenali seperti pedang. Tetapi milik siapa? Tidak mungkin jika sang Macan Kumbang dapat memegang senjata, sebab ia seekor hewan berkaki empat.
"Guru," sebutnya dengan terus memperhatikan gerakan yang semakin cepat bak sebuah angin yang berputar.
Wuuuus.... wuuuusss....
Gadis itu menoleh ke sisi kanan, dan ia tahu jika sosok itu sedang mengecohnya. Saat bersamaan, sosok yang yang sedang melatihnya menyerangnya secara cepat dan tak terduga.
Traaaaaang....
Suara dentingan pedang kembali terdengar ditelinganya. Ia meyakini jika sosok yang menjadi lawannya bukanlah seekor Macan, tetapi sosok menyerupai manusia.
Sreeeeek....,
Wulan Ningrum berhasil merobek jubah yang ia yakini sebagai milik seseorang.
Taaaaap....,
Gadis itu berhasil menangkap sisa robekannya. "Kena, Kau!" ucapnya, lalu bergegas membuka penutup matanya.
Ia mencoba mengerjapkan keduanya matanya yang terlihat mengabur dalam pandangannya.
Tampak olehnya dengan samar seseorang berdiri jauh dari matanya, dan ia menggosok-gosokkan matanya untuk membuat terang pandangannya, namun sesaat tidak lagi terlihat sosok pria yang tadi ia lihat dari jarak tiga puluh meter dalam keremangan goa.
"Hah, kemana dia pergi?" gumamnya dalam hati. Lalu ia dikejutkan oleh sosok Macan Kumbang yang sedang berdiri dibelakangnya.
"Guru, kamu mengagetkanku," ucap Wulan Ningrum dengan deguban jantung yang sangat menderu.
"Mengapa kau membuka penutup matamu?!" ucapnya dengan sedikit kesal.
"Oh, anu, a-aku kira latihannya sudah selesai," jawabnya dengan terbata.
"Sebelum aku mengatakan jika latihan telah selesai, maka jangan membuka penutup itu secara sembarangan, dan satu hal lagi, jangan mengulangi kesalahan yang sama!" Ia menegaskan kalimatnya.
"Maafkan aku," ia terlihat merasa bersalah dan menatap lantai goa.
Tanpa berkata apapun, sang Macan Kumbang itu pergi dengan melesat cepat dan menghilang.
Wulan menatap sang guru dengan pandangan nanar.
Ditempat lain, Rajendra yang merasa kesal karena terkena kotoran kuda, berlari ke dasar lembah, tempat dimana ia melihat sumber mata air yang jernih dan ingin membersihkan dirinya.
Ia menuruni lereng dengan gerakan kakinya yang sangat cekatan.
Sesampainya ditepian sebuah telaga, Rajendra mengambil air menggunakan tangannya membasuh wajahnya yang kotor, dan setelah merasa cukup bersih, ia menatap wajahnya pada permukaan air, dan melihat betapa tampannya ia.
"Sebaiknya aku mandi saja, agar lebih segar," ucapnya, lalu menceburkan dirinya kedalam telaga.
Saat bersamaan, Wulan Ningrum, beranjak dari duduknya. Ia berniat untuk mandi didalam ceruk yang berada digoa. Ia menyarungkan pedangnya
Gadis itu terus berjalan menuju kolam. Ia ingin mandi disebabkan tubuhnya terasa gerah karena latihan barusan.
Sesaat ia melepaskan pakaiannya dan polos begitu saja. Terlihat pahatan tubuh yang begitu indah dengan lekuk yang sempurna.
Kulitnya putih bersih, berkilau bagaikan porselen, dan rambut ikal mayangnya bergelombang indah bagaikan sekumpulan lebah.
Siapapun yang memandang keindahan itu bagaikan tersihir untuk terus menatapnya.
Ia melompat dari tepian kolam, lalu menyelam untuk waktu yang lama. Ia mencoba merasakan kesejukan air dengan warnanya yang membiru.
Sementara itu, Rajendra berenang kedalam telaga, ia tidak menyadari jika dirinya sudah terlalu jauh berenang dan memasuki sebuah lorong yang ia sendiri tidak tahu itu akan menembus kemana, sebab tampal dinding batu cadas yang tinggi menjulang dikanan kirinya dengan atap langit-langit batuan yang sangat rendah.
tp ini rajendra mah kok ya suka kali ngelitik si macan sih 🤔🤔
kk siti masih ada typo ya di atas hehehe
meski aq ratu typo sih 🤭🤭