NovelToon NovelToon
Kebangkitan Zahira

Kebangkitan Zahira

Status: tamat
Genre:Wanita Karir / Pelakor jahat / Cinta Lansia / Tamat
Popularitas:508.8k
Nilai: 4.9
Nama Author: SOPYAN KAMALGrab

pernikahan selama 20 tahun ternyata hanya jadi persimpangan
hendro ternyata lebih memilih Ratna cinta masa lalunya
parahnya Ratna di dukung oleh rini ibu nya hendro serta angga dan anggi anak mereka ikut mendukung perceraian hendro dan Zahira
Zahira wanita cerdas banyak akal,
tapi dia taat sama suami
setelah lihat hendro selingkuh
maka hendro sudah menetapkan lawan yang salah
mari kita saksikan kebangkitan Zahira
dan kebangkrutan hendro

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SOPYAN KAMALGrab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

KZ 04

Hampir satu jam Zahira terisak di bawah shower, membiarkan air dan air mata membaur jadi satu. Tubuhnya gemetar, jiwanya nyaris kosong. Ia akhirnya keluar dari kamar mandi, mengeringkan tubuh perlahan. Di depan meja rias, Zahira duduk terpaku, menatap wajahnya sendiri di cermin—pucat, lelah, tapi masih berdiri.

“Kembang desa yang malang…” gumamnya lirih, getir. Ia meraih lipstik, lalu mulai berdandan perlahan. Tangannya menyisir rambutnya dengan lembut, seolah mencoba menyusun kembali harga diri yang telah diacak-acak.

"Dulu aku diperebutkan banyak pria, dan aku memilih kamu—karena kamu memohon padaku, karena kamu hancur ditinggal Ratna. Tapi sekarang? Kamu justru menikahinya," gumam Zahira, getir dan penuh luka.

Zahira mengenakan jilbab dengan model kekinian. Meski tak diberi ponsel Android, kebiasaan membacanya tak pernah luntur. Kadang, ia sengaja mencari koran bekas—sekadar untuk menyalurkan hasratnya pada lembar-lembar kata yang selalu ia rindukan.,

Zahira memasukkan semua barang-barangnya, kenangan yang dikumpulkan sejak masih gadis. Tak ada lagi baju-baju lama, tak ada ruang untuk masa lalu. Ia telah memutuskan: semuanya harus diakhiri. Ia tak ingin terluka lebih dalam. Cukup, hatinya sudah terlalu lelah untuk berharap

"Anak-anak?" gumam Zahira. "Mereka sudah besar... dan selama ini pun tak pernah benar-benar menghormatiku."

Zahira tersenyum getir. Hatinya perih saat menyadari—ibu mertua, suami, dan anak-anaknya, semuanya bersekongkol dalam pengkhianatan yang sama. Tidak ada yang berdiri di pihaknya.

"Kalian tidak menginginkanku? Baiklah... untuk apa aku tetap bertahan di antara orang-orang yang menolakku," ucap Zahira, suaranya lirih namun tegas.

Zahira menyeret kopernya ke ruang tengah. Napasnya berat saat menatap sekeliling—rumah yang selama ini ia rawat dengan sepenuh hati, kini terasa asing dan dingin. Di setiap sudut rumah ini, hanya luka yang tertinggal.

Ia merogoh dompet kecil dari tas tangannya. Senyum getir mengembang di wajahnya saat melihat isinya—selembar uang dua puluh ribu, sisa belanja kemarin. Tabungan yang selama ini ia kumpulkan habis untuk pesta kecil pernikahan yang ternyata menjadi awal dari kehancuran.

Tapi tidak ada uang, tidak berarti tidak ada tekad. Zahira sudah bulat untuk pergi. Ia bisa menerima hinaan, bahkan kesepian, tapi tidak dengan pengkhianatan. Tidak dari orang-orang yang selama ini ia cintai dan perjuangkan.

Televisi masih menyala, suara samar mengisi kesunyian. Jemuran masih tergantung di luar, sebagian cucian piring masih berserakan di dapur. Zahira menatap semua itu tanpa niat menyentuhnya.

Setelah dikhianati, apa lagi yang harus ia jaga? Rumah ini bukan lagi miliknya. Hatinya sudah mati di dalamnya. Kini saatnya pergi, sebelum semuanya benar-benar membusuk bersama luka.

Terdengar suara gerbang dibuka, namun Zahira tetap terpaku di depan televisi. Biasanya, ia akan bergegas membukakan pintu—tapi tidak hari ini. Hari ini, hatinya sudah terlalu beku untuk peduli..

"Zahira!" teriak Hendro, suaranya keras dan penuh amarah.

“Mamah...” terdengar suara Anggi, bernada tajam dan penuh kemarahan

Zahira tetap tak bergeming. Hendro masuk lebih dulu dan tertegun sejenak—di depannya, Zahira duduk dengan jilbab abu-abu dan baju senada. Riasan wajahnya tipis, hanya sedikit lipstik menghiasi bibirnya. Sekilas, ia tampak seperti Zahira dua puluh tahun yang lalu—tenang, cantik, dan jadi primadona di desa.

"Zahira, cepat ke depan! Bawa semua barang-barang, jangan cuma diam!" bentak Hendro dengan nada marah.

"Aku tidak mau," jawab Zahira dengan suara datar, tanpa sedikit pun emosi.

"Zahiraaa!" teriak Hendro, napasnya memburu—ini untuk pertama kalinya ia merasakan penolakan dari Zahira, perempuan yang selama ini selalu menuruti setiap keinginannya.

"Mamah!" teriak Anggi, suaranya meninggi dipenuhi emosi yang tak lagi bisa disembunyikan.

"Ada apa?" tanya Zahira, suaranya datar tanpa sedikit pun ekspresi di wajahnya. Mata itu tak lagi memancarkan kehangatan—hanya kehampaan yang menyelimuti.

"Bawain barang-barangku! Kok malah diam aja?" ucap Anggi dengan nada kesal, seolah tak menyadari dinginnya tatapan Zahira yang tak bergeming sedikit pun.

"Kamu punya tangan dan kaki, kenapa harus menyuruhku?" ucap Zahira dengan nada dingin, matanya menatap lurus tanpa sedikit pun rasa kasih sayang yang selama ini dia tunjukan.

Rini yang sedari tadi diam, tiba-tiba melangkah cepat ke arah Zahira dan mengangkat tangannya, hendak menampar.

Namun Zahira sigap menangkap pergelangan tangan itu.

"Ibu sudah sepuh, jangan biasakan memukul orang," ucap Zahira dengan nada dingin, lalu melepaskan tangan Rini perlahan tanpa gentar sedikit pun.

"Mamah kenapa sih kayak anak-anak? Udah tua juga, bukannya makin bijak, malah marah cuma gara-gara nggak diajak ke ulang tahun Tante Ratna," ucap Angga dengan nada kesal dan nada mengejek yang tak disembunyikan.

"Iya, Zahira, kamu benar-benar keterlaluan! Semakin tua, kelakuanmu malah makin kayak anak-anak!" bentak Hendro dengan amarah yang memuncak. Tatapannya tajam, berharap bisa membuat Zahira gentar. Tapi Zahira hanya diam, santai, tanpa sedikit pun rasa takut di wajahnya. Ekspresinya datar—seolah kata-kata Hendro tak berarti apa-apa.

"Iya, Mamah tuh gimana sih? Menyebalkan! Aku capek, jangan cari gara-gara sama aku!" ucap Anggi dengan nada marah. Hal yang paling ia benci adalah saat ibunya tidak menuruti kehendaknya.

"Terus, kalian maunya apa?" tanya Zahira, suaranya tenang tapi tajam.

"Ya, bawain dong barang-barangku ke mobil. Aku capek banget," ucap Anggi dengan nada kesal, tanpa rasa empati sedikit pun.

"Kenapa nggak ibu baru kalian saja yang disuruh angkut barang?" ucap Zahira dengan nada datar, matanya menatap kosong, seolah tak lagi peduli pada siapa pun di hadapannya.

Suasana mendadak hening, semua terdiam tanpa suara.

"Dari mana Zahira tahu aku sudah menikah dengan Ratna? Padahal dia nggak punya ponsel Android," gumam Hendro dalam hati, diliputi rasa curiga dan gelisah.

"Hmm, jadi kamu sudah tahu kalau Hendro menikah dengan Ratna, ya?" ucap Rini, suaranya terdengar sinis dan penuh sindiran.

"Kamu benar-benar istri durhaka! Suami nggak ada malah keluyuran ke mana-mana. Kamu tahu kan, seorang istri yang keluar rumah tanpa izin suami itu dosa besar!" ucap Hendro, suaranya penuh tuduhan dan kemarahan.

Bercerai dengan Zahira sebenarnya tak pernah masuk dalam agendanya. Zahira adalah wanita yang pandai memasak, telaten mengurus rumah, dan menjalankan perannya sebagai istri dengan sempurna. Dalam banyak hal, Zahira adalah sosok ideal. Tapi ada satu kekurangan yang tak bisa Hendro abaikan—Zahira bukan Ratna, wanita yang ia cintai sampai mati.

"Sudahlah, jangan bahas dosa. Kalian ngomong soal durhaka seolah kalian orang paling benar," ucap Zahira dengan nada enteng namun penuh sindiran.

"Zahira, kamu memang istri yang tidak berguna—kampungan dan tidak paham agama! Hendro menikahi Ratna atas restuku, dan kamu harus menerimanya. Sekarang, buatkan makanan untuk kami. Kalau kamu menurut, kesalahanmu akan ku maafkan," ucap Rini dengan nada merendahkan dan penuh arogansi

1
N Wage
novel keren...walau ada typo2nya dan detil2 kecil yg hilang .
N Wage
itu si ratna metongkah???
Nisa Nisa
🤣🤣🤣🤣🤣
Nisa Nisa
sdh sakaratulmaut masih juga gk ada tobatnya ni perempuan laknat. Itu menantu pilihanmu mana ada datang menengok mu apalgi merawatmu.
Nisa Nisa
masih bisa merasa geli?? bukan rasa bersalah, luar biasa kamu Zahira
Nisa Nisa
Betul betul gk ada akhlak. Minta tolong sambil marah marah terus ditolongin dan di abaikan orang yg menolong.
Zahira benar-benar beruntung punya keluarga spt ibu Bpk dan adik2nya tambah beruntung punya pria yg mencintainya spt Adit. Padahal Zahira begitu bodoh dan gk ada ahlak
Nisa Nisa
msh mau menyalahkan mereka lagi ??
Nisa Nisa
mana dibungkus rapi senyuman. Bukankah kamu cuma jadi babu mereka, kamu aja yg bodoh.
Nisa Nisa
gk heran sih dgn ibunya saja mereka durhaka. Bgmpun sebagai ibu kamu jg gagal mendidik anak-anak mu. Membiarkan mereka di didk mertua, suami dan Ratna.
Nisa Nisa
Dasar Zahira bodoh, 17 th usia anaknya berarti 17 th juga ibu bapak dan saudaranya menyimpan luka dan dia sama sekali gk peka. Malah menuduh adik2nya sinis padanya krn dia menikah dgn orang kota yg kaya. Hatimu Zahira yg ada sombong, bukan adikmu yg iri. Mereka menyimpan luka demi menjaga rumah tanggamu.
N Wage
sepertinya tgl.15 juli 2007 deh.bukan tgl 17.
Nisa Nisa
salah paham lagi Zahira terhadap saudaranya, Zahid senang akhirnya kakaknya berhenti dari kebodohannya selama ini. itu sebabnya dia begitu senang.
Yati Syahira
kejahatan pengkhianat dibalas tuanai hendro nikmato hasilmu
Yati Syahira
bagus di jadiin ladang uang anggi sama vino dijual
Yati Syahira
hendro dajjal pantes angga anggi kaya setan kelakuanya
Yati Syahira
romlah senjata peluru masuk kemulutmu
Yati Syahira
sukurlah anakanya jdi dajjal seperti bpak dan neneknya
Yati Syahira
kho ini alur ceritanya anak anaknya dibikin durhaka sama ibunya
Nisa Nisa
setelah jatuh tersungkur kemana tempat pulang?? le orang tua. susah baru ke orang tua itu jg bentuk kedurhakaan
Nisa Nisa
Baru sadar kamu. orangtua tdk perlu memberikan sumpah serapah pada anaknya, cukup merasa sakit hati dlm diam percayalah hidup anaknya tdk akan tenang dan bajagia
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!