NovelToon NovelToon
Tumbuh Di Tanah Terlarang

Tumbuh Di Tanah Terlarang

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Berondong / Nikahmuda / Poligami / Duniahiburan / Matabatin
Popularitas:13.9k
Nilai: 5
Nama Author: Dewi Adra

Aruna telah lama terbiasa sendiri. Suaminya, Bagas, adalah fotografer alam liar yang lebih sering hidup di rimba daripada di rumah. Dari hutan hujan tropis hingga pegunungan asing, Bagas terus memburu momen langka untuk dibekukan dalam gambar dan dalam proses itu, perlahan membekukan hatinya sendiri dari sang istri.

Pernikahan mereka meredup. Bukan karena pertengkaran, tapi karena kesunyian yang terlalu lama dipelihara. Aruna, yang menyibukkan diri dengan perkebunan luas dan kecintaannya pada tanaman, mulai merasa seperti perempuan asing di rumahnya sendiri. Hingga datanglah Raka peneliti tanaman muda yang penuh semangat, yang tak sengaja menumbuhkan kembali sesuatu yang sudah lama mati di dalam diri Aruna.

Semua bermula dari diskusi ringan, tawa singkat, lalu hujan deras yang memaksa mereka berteduh berdua di sebuah saung tua. Di sanalah, untuk pertama kalinya, Aruna merasakan hangatnya perhatian… dan dinginnya dosa.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Adra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

TDT 12

Setelah mencuci tangan, Raka berdiri dari kursinya.

“Terima kasih banyak, untuk ajakan makan siangnya, Bu Aruna. Maaf sudah merepotkan.” Ucapannya sopan, tulus, dengan senyum hangat yang sempat membuat Aruna menunduk sedikit menyembunyikan ekspresi yang tak ingin terbaca.

“Sama-sama, Mas Raka. Hati-hati ya di jalan. Nanti sore kirim kabar perkembangan terakhirnya,” kata Aruna, mengantar sampai ambang pintu.

Mereka berjabat tangan singkat. Saat tangan Raka melepaskan jemari Aruna, Bagas berdiri, menyandarkan diri di kusen dapur. Ia tidak bicara, hanya memperhatikan dari jauh. Pandangannya tajam, tapi tertutup senyum tipis yang nyaris seperti cengiran tidak sepenuhnya ramah, tidak pula sepenuhnya sinis.

Begitu suara mobil Raka menjauh, Aruna masuk ke rumah lagi.

“Peneliti yang sangat... dedikatif,” kata Bagas, menyelipkan kata itu seperti sedang menguji air yang tenang.

Aruna menoleh, membuka kulkas sambil berkata ringan, “Iya. Bagus ya? Ilmunya sangat membantu.”

Bagas diam. Ia duduk kembali, menyandarkan diri, lalu menatap istrinya yang sibuk merapikan meja makan.

“Sudah lama kamu kenal dia?”

“Baru beberapa hari ini,” jawab Aruna sambil mencuci piring. “Kenapa?”

Bagas tidak langsung menjawab. Ia hanya mengangkat bahu, lalu berkata pelan, “Nggak tahu. Tadi pas kamu narik tangannya masuk ke rumah... kayaknya akrab banget.”

Aruna berhenti sebentar. Air keran masih mengalir di tangannya. Ia menoleh perlahan, menatap suaminya.

“Kamu lupa, aku juga pernah menarik tanganmu. Tapi kamu sekarang selalu jauh.”

Bagas terdiam. Tak ada jawaban. Hanya keheningan yang menyusup di antara suara piring dan gelas yang berbenturan lembut.

Aruna mengeringkan tangannya dengan handuk kecil, gerakannya tenang namun sorot matanya menajam. Ia berbalik, menyandarkan tubuh di meja dapur, menatap suaminya yang kini duduk santai dengan satu kaki disilangkan.

“Kata-katamu tadi... seperti menyimpan kecemburuan.”

Nada suaranya tenang, tapi ada ujung tajam yang tersembunyi di balik setiap katanya.

Bagas menyeringai kecil, lalu bersandar lebih dalam ke kursi. “Wah, jangan GR dulu, Bu Peneliti.”

Ia menekankan sapaan itu dengan nada mengejek yang ringan. “Aku cuma komentarin cara kamu narik tangan orang. Nggak semua harus kamu artikan spesial.”

Aruna mengangkat alisnya. “Kalau memang nggak berarti, kenapa kamu komentari?”

Bagas tertawa pendek, lalu berdiri, melangkah mendekat sambil berkata, “Aku hanya mengamati. Itu aja. Nggak usah dibikin drama. Kamu terlalu banyak main perasaan belakangan ini.”

Aruna menatap suaminya lekat-lekat, jantungnya berdetak lebih cepat. Ia ingin marah, tapi menahannya. Yang tersisa hanyalah kesadaran bahwa jarak antara mereka makin lebar bahkan ketika berdiri hanya sejengkal.

“Aku main perasaan karena kamu lupa caranya bersikap... sebagai suami,” ucap Aruna akhirnya, pelan tapi menghantam.

Bagas mendengus. “Dan kamu mulai tahu caranya merasa... dari pria lain?”

Dada Aruna sesak. Ia tidak menyangka Bagas akan mengatakan itu. Tapi ia tidak membantah, tidak juga mengiyakan. Yang dia lakukan hanyalah menatap balik suaminya hening, namun cukup menyayat.

Sampai akhirnya ia berkata, “Mungkin yang kamu lihat di luar sana cuma rimba dan binatang liar. Tapi di rumah ini, yang kamu tinggalkan... hatiku yang juga lama-lama jadi asing.”

Bagas menatapnya. Tak ada jawaban. Ia hanya berbalik, mengambil kameranya, dan berlalu begitu saja ke kamar meninggalkan Aruna dalam keheningan yang semakin tebal.

Aruna terduduk di tepi meja makan yang kini dingin. Jemarinya yang tadi sibuk kini diam di pangkuan. Ucapan Bagas tadi terus terngiang mengenainya, tentang Raka, tentang perasaannya yang tak pernah diakui.

Hatinya campur aduk. Ia tidak pernah berniat menggantikan siapa pun di hatinya. Tapi bagaimana mungkin seseorang bertahan ketika selalu merasa sendiri di tengah pernikahannya?

"Seandainya kamu tahu, Bagas..." bisiknya lirih, menahan air mata yang menggantung.

Ia menoleh ke arah pintu, tempat suaminya menghilang. Ia tahu, mungkin malam ini akan kembali sunyi. Dan dirinya kembali menjadi istri yang tak didengar, tak disentuh dengan hati, hanya tubuh.

Bagas menutup pintu kamar sedikit keras, lalu menjatuhkan tubuh ke ranjang. Kamera masih tergantung di leher, beratnya seperti beban yang tak hanya fisik.

Ia menatap langit-langit kamar. Ucapan Aruna tadi menamparnya lebih keras dari pukulan siapa pun di lapangan liar. Tapi egonya terlalu besar untuk mengaku salah, terlalu rapuh untuk membuka kelemahan.

"Sejak kapan kamu mulai melawan kata-kataku, Aruna?"

“Apakah kamu mulai suka dengan pria itu?”

Ia mendengus, mencibir dirinya sendiri. Cemburu? Mungkin. Tapi lebih dari itu, ia takut. Takut rumah ini sudah bukan rumah baginya. Takut Aruna mulai melihat dunia yang lebih hangat di mata lelaki lain.

___

Dalam perjalanan pulang, Raka menyetir dengan satu tangan di kemudi, satu lagi menopang dagu. Jalanan sore itu sepi, hanya suara mesin dan sesekali hembusan angin lewat celah kaca yang terbuka. Tapi pikirannya tidak seramai biasanya.

Ia melamun. Membiarkan benaknya berkelana ke rumah itu, ke suasana yang ia rasa... dingin. Hambar. Ada jarak tak kasat mata di antara dua insan yang seharusnya saling mencintai.

“Aruna...” ucapnya pelan, nyaris seperti desah napas yang tak disengaja.

Senyum itu. Tatapan itu. Semua seolah menyimpan kepedihan yang dibungkus rapi oleh keramahannya. Aruna seperti hidup dalam kerangka kewajiban, bukan kebahagiaan. Dan pria itu suaminya berdiri di sana seperti bayang-bayang yang tak memberi cahaya.

Raka menggenggam kemudi lebih erat, mencoba menepis pikirannya. Tapi hatinya tetap menolak diam.

“Kenapa aku jadi memikirkannya?” gumamnya pelan sambil menggeleng. Ia membenci ketika logikanya tergelincir seperti ini. Aruna adalah perempuan bersuami. Tapi mengapa hatinya justru makin terjerat?

Mobil melaju lurus, tapi pikirannya mulai berbelok ke arah yang tak seharusnya.

Begitu mobilnya masuk ke garasi kontrakan itu, Raka mematikan mesin dan bersandar sejenak, membiarkan kepalanya bersandar ke sandaran kursi. Hening. Tapi tak bertahan lama dering ponsel memecah keheningan. Rita menelponnya.

Ia menghela napas pelan, lalu menjawab.

Belum sempat ia mengucap sepatah kata pun, suara di seberang langsung menyembur penuh emosi.

"Raka! Kamu tuh ke mana aja sih? Susah banget dihubungi. Aku nelpon berkali-kali! Emang kamu sekarang udah nggak pengin ketemu aku, ya?"

Raka mengusap wajahnya, menahan letih yang makin menumpuk.

"Rita, aku kan udah bilang. Aku lagi ngerjain proyek penelitian. Lokasinya agak jauh. Sinyalnya juga nggak selalu bagus..."

"Tapi kamu bisa aja ngabarin. Sekali aja. Apa sesibuk itu sampai buat bales pesanku aja nggak bisa?"

Suara Rita terdengar kecewa, bukan sekadar marah. Raka tahu, hubungan mereka sudah renggang sejak ia menerima tugas ini. Tapi ia tak menyangka akan semelilit ini rasanya.

"Aku nggak maksud ngejauh, Rit. Aku cuma butuh fokus sekarang. Ini pekerjaan yang penting."

Nada suaranya rendah, tapi cukup tegas.

"Aku ngerti kamu kerja. Tapi kita ini apa? Aku cuma... pengin tahu kamu masih mikirin aku atau nggak," kata Rita lirih, kali ini nadanya berubah, nyaris seperti bisikan hati yang luka.

Raka terdiam beberapa detik. Ada jeda panjang.

"Aku masih mikirin kamu," ucapnya akhirnya. "Tapi sekarang pikiranku juga penuh sama hal-hal lain..."

Ia tahu kalimat itu terdengar menggantung. Tapi ia belum siap menjelaskan lebih jauh. Belum saatnya Rita tahu bahwa pikirannya akhir-akhir ini justru terlalu sering memutar senyum ke seseorang, seseorang bernama Aruna.

"Oke..." sahut Rita pelan.

"Jangan lupa makan. Dan jaga dirimu."

Klik. Sambungan terputus.

Raka menatap layar ponselnya yang kini gelap. Di balik matanya, ada rasa sesak yang sulit ia definisikan.

1
ovi eliani
ayo aruna waktunya bertindak , tlp bagus agarbmemberikan bukti ke polisi, biar bagas tau senjata makan tuan, biar dia yg masuk polisi biar tau rasa kamu bagas , biar bagas tau dingin nya jeruji besi, aku mwndukung mu aruna jgn kasih ampun bagas dan biar mata mak lampir juga terbuka bahwa kamu wanita yg baik aruna. semangat thor up nya tambah hreget ini.
R 💤
betul sih ini Thor...
R 💤
kok aku ikut seneng ya Raka gitu, dosa gak sih 🙈
Dee: Tenang, itu tandanya kamu punya hati yang peka. Raka emang bikin suasana jadi adem ya~ Yuk terus ikuti kisahnya, siapa tahu kamu makin sayang sama dia 🤭💕"
total 1 replies
R 💤
bisa dikatakan ia lagi puber kedua gak sih
Dee: Siap Kakak, nanti aku coba mampir ya,🥰
R 💤: ditunggu Thor,, jika berkenan mampir di lapakku juga Thor hehe 👋🏻 CINTA TUAN MAFIA , terimakasih
total 3 replies
R 💤
acieee...Aruna berbunga bunga tuhh
R 💤
selamatkan juga hati ibu hehe
ovi eliani
up lagi dong thor ketemuain aruna dan raka ,pingin melihat bicara , mak lampir suruh pulang dulu sama pak lampir biar ngak nganggu...semangat thor up lg malam ini, ceritanya bikin penasaran
ovi eliani
ayo aruna kamu harus membela yg benar, suami mu sdh mulai gila, kasian raka dia tak bersalah. terus buat mak lampir minta maaf sama kamu sampai mengemis maaf mu karena sdh kurang ajar mulutnya
Daniah A Rahardian
puitis banget☺️
ovi eliani
sedih amat sih thor , seng sabar ya aruna, alon alon waton kelakon , awas aja kamu nyamuk nenek lampir tak sedot ubun2 mu, wes tue belagu , semangat thor kasihbpelajaran itu nyamuk mak lampir karo bagas laki2 tak berguna.
Daniah A Rahardian: Beneran deh tuh nyamuk mak lampir sama si Bagas emang udah kelewatan. Aruna tuh udah sabar banget, tapi ya gimana... kadang orang baik tuh malah disakitin mulu 😤.
total 1 replies
Daniah A Rahardian
Wow.. keren and puitis banget. Author emang pinter ya memilih kata2.
O ya aku udah jg ngeliat visual mereka di ig mu Thor, Aruna cantik banget dan Raka guanteng abis 🫶
Dee: Makasi Kakak, aku nyari yg pos buat karakter mereka.
total 1 replies
xia~xiaoling
ngena banget kata2 e aruna...kyk e aruna ini puitis banget deh...suka ma karakter aruna
Dee: Makasii! Senang banget Aruna bisa nyampe di hati Kakak😍
total 1 replies
Daniah A Rahardian
Suami 🤬🤬
Dee: Sabar... sabar...☺️
total 1 replies
ovi eliani
aku suka kesal sama nyamuk nyamuk ini selalu heboh embok ya di dengarkan dulu, no sono laporin aja bagas nya biar tau rasa, nyamuk sama bagas memang cocok kumpulan manusia pencinta hutan jadi hifup seenaknya aja. lho kate kebun binatang, semangat thor aku jd gregetan bacanya, sholat dulu ya.
Dee: Memang ya nyamuk dan Bagas tuh kombinasi bikin emosi, tapi tenang... nanti ada kejutan buat mereka, ditunggu terus yaa~ Makasih banyak udah baca dan komen seru begini, semangat terus dan selamat beribadah juga ya kak ,💚🙏
total 1 replies
ovi eliani
aruna aruna saksi ya kan ada para pekerja kan melihat, twrutama kamu melihat sendiri, ngaoain hidup dgn bagas yg egois, lupa kan hempaskan masih banyak laki laki yg lain, semangat aruna ..
ovi eliani
thor up dobble biar tambah semangat bacanya, maunya aruna urusi raka aja, bagas buang aja ke laut
Daniah A Rahardian
Thor pliss...jgn kamu buat kayak di "Ternyata Hanya Kamu Cintaku", nanti aku nangis lagi nih! Aku jadi inget Alex😭
ovi eliani
wah wah mulai agak panas in ceritanyai seperti panas nya matahari di siang hari , bagas2 sekarang aja cemburu orak dewasa dewasa diri mu son son, udah raka laporkan bagas dengan tindak pidana main hakim sendiri biar mampus terkubur di penjara sepertih aruna yg hatinya tetpenjara di hati raka, Hidup adalah perjalanan, jangan lelah untuk terus berjuang. semangat thor buat ceruta yg lebih panas wkwkwwk
ovi eliani
belum greget ini thor, mau yang jeng jeng disaat aruna raka berdua, suami yg tak berguna datang. maaf ya thor bukan berarti aku setuju dhn perselingkuhan tp manusia punya batas kesabaran karena kelah nya wanita akan berujung dengan ke tidak pedulian. wahar klo bagas diberi pelajaran buat sadar diri , dobble up atuh thor semabgat benar bacanya.
xia~xiaoling
baca kayak nak muda lg kasmaran thor..pd hal ini yg bc emak2 berdaster..wkwkwk
Dee: Hahahaha... emak berdaster juga boleh dong kasmaran lagi!, semoga tetap bikin hati deg-degan yaa 😄💖
Tapi justru pembaca setia kayak emak-emak berdaster lho yang paling tulus menikmati cerita😁
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!