Beberapa saat kemudian, setelah kurang lebih lima menitan aku menunggu. Tampak Lidya datang dan berjalan ke arahku. Aku terkejut ketika melihat sosok Lidya yang melenggang santai ketika keluar dari balik lift. Bagaimana tidak? Lidya hanya mengenakan sandal hotel, tubuhnya hanya dibalut piyama dan rambutnya digelung asal-asalan. Meskipun tetap cantik, sih.
"Sorry, ya, lama."
Kami bercipika-cipiki. Kemudian Lidya mendaratkan bokongnya di sofa dekat tempatku duduk.
"Kamu kerja di sini, Lid?" tanyaku kepadanya.
"Ya, enggak, lah. Aku cuma nginep di sini, doang, kok."
Aku mengangguk, kaya juga dia bisa tidur di sini. Mengingat pasti sangat mahal tarif menginap permalamnya di hotel elite ini.
"Aku butuh kerjaan, Lid. Kamu beneran ada lowongan, kan?" tanyaku tanpa basa-basi.
"Iya ada. Kalau kamu mau, besok bisa langsung kerja, kok. Kebetulan di tempatku lagi butuhin karyawan baru."
Aku terseyum mendengarnya. Bagus sekali.
"Di sini?" tanyaku. Tetapi Lidya malahan mengerutkan keningnya.
"Ya, enggak, lah. Ngaco kamu."
Mulutku terbuka mendengar hal tersebut.
"Seriously? Bukannya kamu nawarin pekerjaan di perhotelan? Gimana, sih," desahku sebal.
"Ya, enggak, lah. Gila aja lulusan SMA mana bisa kerja di sini," ucap Lidya dengan santainya sambil memainkan ponselnya.
"Aku ada kerjaan. Jadi SPG di alat optik. Mau? Ya, kerjanya nanti cuma jaga stand dan ngepromosiin barang gitu," lanjutnya. Rahangku terjatuh mendengar penjelasan dari Lidya.
"Ya, nggak mau, lah. Gengsi banget aku jadi SPG. Yang bener aja kamu nawarin kerjaan kayak gitu ke aku, Lid. Masih mending kalau jadi SPG mobil, duitnya banyak. Lha ini? SPG alat optik."
Tolakku dengan kasar. Lidya menekuk wajahnya jengkel.
"Gini, ya. Lulusan S1 kerja di bengkel juga banyak kali, yang jadi pengangguran juga banyak. Zaman sekarang kerja kantoran kalau nggak ada kenalan orang dalem, ya, susah masuknya. Terserah, sih, kalau nggak mau."
Lidya dengan kesal melipat tangannya di depan. Aku menimbang-nimbang lagi. Bagaimanapun juga aku sedang membutuhkan sebuah pekerjaan. Tapi menjadi SPG? Astaga, gengsi, lah, aku. Aku, kan, lulusan S1. Mau ditaruh di mana mukaku jika aku bekerja seperti itu?
"Nggak ada pekerjaan lain gitu, Lid? Dikantor-kantor gitu? Masak, sih, jadi SPG," kataku masih merengek tidak mau. Aku memijit pelipisku. Pusing.
"Dia temen kamu?" kata seorang lelaki membuat kami yang sedang berbicara serius langsung menengok ke arah sumber suara tersebut.
Aku mengamati lelaki dengan setelan jas mahal itu. Ralat, mungkin lebih tepatnya lelaki itu lebih cocok dipanggil dengan sebutan Om-om saja meningat wajahnya seperti orang yang berusia empat puluh lima. Perut lelaki gendut, warna kulitnya hitam. Jelek intinya. Tetapi jika diamati dari penampilannya, sepertinya dia seorang pejabat?
"Hay. Maaf, ya, aku ada tamu," kata Lidya, kemudian Lidya berdiri dan mencium pipi om-om tersebut. Aku meringis melihatnya. Iyuh.
"Itu temen kamu? Manis juga. Kapan-kapan jalan-jalan sama saya, ya?" kata Om tersebut sambil mengedipkan matanya. Dasar genit! Aku ternganga mendengarnya, menjijikan.
Om-om tersebut mengulurkan tangan kepadaku. Awalnya aku tidak mau menjabat tangannya karena ngeri, tetapi bahasa tubuh Lidya menyuruhku untuk menjabatnya.
"A-Anha, Om," kataku agak ketakutan ketika menjabat tangannya. Om-om tersebut tersenyum miring, ibu jarinya mengusap pelan punggung tanganku, aku yang merasa risih kemudian menarik paksa tanganku sampai terlepas.
Om-om itu malahan menyeringai. Sinting! dasar bandot tua! Makiku dalam hati.
"Jangan panggil Om, dong, kesannya saya tua banget, tau."
Aku memalingkan muka. Risih.
"Aku pulang dulu, ya. Kamu nggak papa pulang sendirian?" kata Om-om tersebut kepada Lidya. Lidya mengangguk masih bergelayut mesra di bahu om-om tersebut. Aku bergidik ngeri, padahal om-om itu tampan juga tidak.
"Nggak papa, kok, Sayang. Aku pulang naik taksi aja nanti. Nanti malem jangan lupa, ya. Aku masih kangen sama punya kamu," kata Lidya dengan sensual sambil membelai lengan om-om tersebut. Aku memalingkan muka seolah tidak mendengarkan hal barusan. Astaga, punyamu?
"Uangnya udah aku transfer ke rekeningmu, ya. See you nanti malam."
"Iya, makasih, ya, Sayang."
Aku mencuri pandangan untuk menengok apa yang sedang mereka berdua lakukan. Aku terkejut ketika melihat mereka yang saat ini sedang berciuman.
Mataku membulat. Hah! berciuman bibir dan di tempat umum seperti ini?! Astaga di mana urat malunya.
"Daaa..." Lidya melambaikan tangan ke Om-om tersebut setelah Om-om itu keluar dari pintu masuk.
"Sorry, ya, tadi klien aku. Hehe," kata Lidya dengan santainya.
Aku mengerutkan keningku.
"Bukannya kamu udah nikah, Lid? Udah punya dua anak juga, kan?" tanyaku.
Lidya mengangguk, "Iya, dia Daddy Sugar-ku."
Mataku terbelalak mendengarnya. Pantas saja tadi...
Ah sudahlah.
"Emm...jangan bilang sama siapa-siapa, loh, ya."
Lidya tertawa kecil tanpa berdosa sama sekali. Aku masih terdiam tidak percaya dengan apa yang baru saja kudengar.
"Kamu mau? Nati aku cariin Sugar Daddy, deh, buat kamu," tawar Lidya. Aku meringis mendengarnya.
"Nggak, deh. Makasih." Aku menggelengkan kepalaku. Aku ini masih waras, tahu! kataku dalam hati.
Enak tau, nggak usah capek kerja tapi bisa dapet duit banyak."
"Ih, nggak mau, ah. Sinting, ya, kamu sampai segitunya."
Aku mulai kesal dengan Lidya yang bersikap murahan seperti itu. Aku tahu dulu sewaktu SMA Lidya memang termasuk murid yang badung seperti diriku. Pacaran sana sini, dan tentunya sudah berhubungan intim waktu SMA, serta kenakalan lainnya. Tapi aku tidak percaya jika dia menjadi simpanan Om-om senang seperti itu.
"Loh, nggak papa, An. Enak tau. Mereka itu tajir, keluar duit berapa aja nggak perhitungan sama sekali. Kemarin aja aku habis liburan ke Singapura sama dia."
Aku mengeram sebal.
"Murahan banget, sih, kamu, Lid. Kamu nggak mikirin anak sama suami kamu di rumah, gitu? Gimana kalau suami kamu tahu kalau kamu tidur sama Om-om kayak gitu, Lid! Dosa tau!"
Aku memejamkan mata, ya ampun sepertinya aku kelepasan. Tapi kenapa sekarang aku merasa gaya bahasaku menjadi seperti Mai, ya? Bisa jadi sok alim begini.
Lidya menatapku tajam, tampak tersinggung dengan apa yang baru saja kukatakan.
"Orang kayak kamu mana ngerti masalah yang aku alami? Kamu nggak tahu, suami aku itu kerjanya cuma serabutan.
Dia itu cuma nganggur di rumah dan mintain duit aku terus buat mabuk-mabukan! Aku yang jadi sapi perahnya dia. Kalau aku cuma ngandelin kerja normal kayak orang lain di luar sana, mana bisa aku ngidupin keluargaku! Kamu pikir sebenernya mau apa ditidurin Om-om kayak gitu, hah?! Kalau aku nggak inget ada dua perut anak-anakku yang harus aku kasih makan. Mungkin aku nggak bakalan kayak gini, An."
Nada suara Lidya melemah. Dia menutup wajahnya Karena menangis. Aku menelan ludah dan merasa bersalah. Sekarang aku jadi tidak enak hati kepadanya.
"...kelak, wanita baik akan bertemu dengan lelaki yang baik pula..."
Aku mengingat kembali kata-kata Mai yang waktu itu ia ucapkan. Sepertinya kata-kata itu benar adanya. Lidya, menjadi Sugar baby sedangkan rumah tangganya begitu rusak. Dia mendapatkan suami yang buruk sesuai dengan sifat Lidya sendiri.
"I'm sorry. Maafin aku Lid karena udah ngomong kayak gitu ke kamu," kataku pelan sambil menyentuh pundaknya. Setelah mendengar cerita dari Lidya tadi, kini aku paham akan satu hal.
Everybody have a reason, semua orang pasti memiliki alasan dibalik cerita hidup mereka. Kebanyakana dari kita hanya menilai dan menghakimi mereka atas keburukan yang kita lihat.
Lidya mengusap air matanya dan akhirnya mau menatapku lagi. Aku bersyukur Lidya bukan tipe orang yang pemarah sampai berminggu-minggu.
"Terus gimana? Kamu jadi kerja di tempatku?" tanya Lidya mengalihkan topik pembicaraan kami. Kemudian dia mengusap ingusnya dengan tisu yang berada di atas meja.
"Aku belum tahu, Lid. Aku pikir dulu, ya."
"Oke. Tapi jangan lama-lama. Besok Senin kalau kamu yakin mau ngambil kerjaan itu. Kita nanti berangkat bareng, dan nanti sisanya aku yang ngurus."
Aku mengangguk, kemudian mengucapkan terima kasih dan memeluk Lidya. Setelah itu berpamitan pulang kepadanya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 258 Episodes
Comments
Drake02c
gw nggk ngerti Alur ini cerita. jdulnya kan After Marriage knpa Flashback nya Sampai kapan bosan woi Thor bacanya Lompat bab juga males.
2022-09-28
0
Y.S Meliana
Lidya? iyuh bgt 🙄🤭
2021-06-22
0
Heni Husna
anha ...jdi usyadzah dadakn😆😆
2021-05-21
0