Ray menggengam erat tanganku. Empat bulan lalu?
Bahkan enam bulan yang lalu Ray mengatakan bahwa dia akan menikahiku dengan serius. Sekarang pikiranku benar-benar buntu. Mataku mulai terasa panas, aku ingin menangis saat ini juga.
"Ya, nggak bisa gitu, dong! Kamu, kan, udah janji sama aku bakalan nikahin aku, Ray! Aku udah ngasih semuanya buat kamu. Aku nggak mau tahu pokoknya kamu harus ngomong ke orang tuamu kalau kamu nggak mau dijodohin dan kamu bakalan batalin ini semua demi aku!" paksaku sambil memegang erat lengannya.
Bagaimana bisa dia seenaknya seperti ini kepadaku? Aku sudah memberi Ray semuanya. Termasuk memberikan tubuhku kepadanya. Belum lagi seks yang biasanya kami lakukan dua kali seminggu selama satu setengah tahun kami pacaran. Semuanya harus sirna begitu saja atas perjodohan konyol orang tuanya.
Ray dengan wajah cemas masih menatap wajahku. Aku menatap manik cokelatnya, aku dapat merasakan seolah dia juga tidak ingin kehilangan diriku. Tapi kenapa dia hanya diam saja dan tidak mati-matian mempertahankanku?
Seharusnya dia juga harus menentang orang tuanya demi aku, bukan?
"Jangan-jangan kamu juga mau sama ide perjodohan orang tua kamu, ya?!" tebakku dengan nada sebal. Napasku memburu tidak teratur karena emosi.
"Bukan gitu, An. Sumpah aku juga sayang banget sama kamu. Tapi kamu tahu sendiri, kan. Bisa-bisa semua fasilitasku ditarik sama Papa kalau aku nggak nurut. Kamu mau aku batalin perjodohan ini tapi aku jadi gelandangan karena semua uang sama mobil aku bakalan disita sama Papa? Dan kemungkinan buruknya mungkin aku bakalan diusir dari rumah. Kamu pasti nggak mau, kan?"
Tentu saja aku tidak mau, bodoh! Memang wanita mana yang mau hidup susah dengan pria gelandangan.
Aku menangis. Bukan karena aku akan kehilangan tambang emasku. Tapi karena aku juga sudah sangat mencintai Ray begitu besar. Hubungan kami sudah berjalan satu setengah tahun. Dia selalu bilang jika dia akan menikahiku. Dia menjanjikan mimpi-mimpi pernikahan kepadaku. Dan hari ini semuanya pupus sudah.
"Kok, kamu kayak gini, sih, sama aku? Aku udah ngasih semuanya sama kamu, Ray."
Suaraku melemah. Aku mulai menangis. Ray memelukku dan mengusap punggungku.
"Aku juga sebenernya nggak mau ninggalin kamu, An. Aku cinta banget sama kamu."
Aku terisak di dadanya. Lalu dia menangkup wajahku. Menghapus air mataku yang mengalir di pipiku dengan ibu jarinya.
"Gimana kalau gini aja..." sejenak Ray memutus perkataannya. "Gimana kalau aku tetep nikah sama cewek itu tapi kita masih pacaran di belakang dia? Kita masih hubungan diem-diem. Dengan begitu aku masih dapet fasilitas dari keluargaku dan kita masih bisa bareng-bareng."
Aku membuka mulutku tidak tidak percaya dengan apa yang baru saja kudengar. Apa dia gila? Serusak-rusaknya aku, aku tidak akan pernah mau merusak hubungan orang lain. Aku bukan perebut suami orang, camkan itu! Merebut suami orang tidak ada di kamusku sama sekali!
Bagaimanapun aku juga wanita, aku tidak tega jika harus merusak hubungan orang lain. Jika aku berniat menjadi simpanan, tentu saja aku akan menjadi simpanan Om-om Senang beristri dua tetapi burungnya masih kegatelan dengan lubang daun muda, atau simpanan pejabat kaya raya mungkin.
Aku mendorong tubuh Ray kuat, lalu dengan kasar kuhapus air mataku sendiri dengan tanganku.
Dia berengsek. Aku berjalan meninggalkannya. Ray hanya memanggil namaku dari belakang-tanpa ada niat mengejarku sama sekali.
Dan di hari itulah hubungan asmaraku dengan Ray kandas. Dan di hari itu pula untuk terakhir kalinya aku bertemu dengan Ray. Lelaki ke lima yang merasakan tubuhku, yang kuberi semuanya untuknya. Cintaku, tubuhku, dan pada akhirnya dia pergi meninggalkanku setelah puas merasakan kehangatanku.
***
MAIMUNAH: Anha. Nanti kita jadi, kan, buat tugas kelompok bersama? Aku ke rumahmu jam delapan, ya?
Aku memutar bola mataku membaca pesan tersebut. Itu adalah pesan dari Mai—teman satu kelompokku yang paling tidak kusukai itu.
Aku tidak membalas pesan dari Mai. Ya, karena hanya buang-buang waktuku saja.
Dengan langkah pelan aku berjalan menju dapur, membuka kulkas untuk mencari makanan apa saja yang dapat kutemukan untuk mengganjal perut kosongku.
Tapi naas, tidak ada makanan sama sekali kecuali es batu yang berada di freezer. Kulkasku benar-benar kosong melompong. Tidak ada sayur-sayuran atau telur yang pada umumnya ada di kulkas orang lain.
Pada akhirnya aku pun menyerah, kemudian dengan kasar kututup kembali pintu kulkas sampai menimbulkan dentuman keras.
Mendengar suara gaduh dari dapur, seorang wanita paruh baya berjalan pelan menghampiriku, menanyakan apa yang sebeneranya sedang terjadi.
Bukan, wanita paruh baya itu bukanlah Mamaku. Wanita itu adalah Bik Darsih—Asisten Rumah Tangga yang Mama pekerjakan untuk membersihkan rumah kami.
Bik Dar panggilannya, tugas Bik Dar hanya membersihkan rumah saja, tidak termasuk memasak.
"Apa ada atuh, Neng?" Aku hanya menggeleng dan memegang perutku yang keroncongan sambil berjalan ke ruang makan yang letaknya di sebelah dapur. Ruang makanku dengan dapur hanya disekat oleh ukiran kayu jati.
Kemudian setelah itu aku duduk di kursi. Ketika aku membuka tudung saji, aku menemukan sesuatu. Bukan nasi dan bukan pula lauk yang hangat. Aku hanya menemukan selembar uang seratus ribu yang ditindih gelas kosong membuatku mengembuskan napas.
Sejak kapan manusia zaman modern makan uang?
"Neng Anha mau makan? Tadi Bibi habis pergi ke pasar, kebetulan Bibi beli susu sachet sama roti tawar buat cucu Bibi. Neng Anha mau makan ala kadarnya sama roti tawar? Buat ganjel perut dulu gitu, Neng, nanti takutnya kena magh kalau telat makan," tawar Bik Dar yang mungkin kasihan melihatku. Aku hanya mengangguk lemas sambil memegangi perutku yang rasanya seperti dililit.
Bik Dar meletakkan kantong keresek yang dibawanya di meja makan kemudian berlalu ke dapur sambil membawa susu dan roti tawar miliknya.
Aku hanya tersenyum sarkasm, lucu sekali bukan? bahkan pembantu lebih peduli terhadapku daripada orang tuaku sendiri. Aku ini sebenarnya anak pembantuku atau anak Mamaku, sih?
Aku membuka kantong keresek Bik Dar. Di dalam kantong keresek itu hanya ada sayur kangkung, empat butir telur ayam, blueband, cabai dan beberapa bumbu dapur lainnya. Bahkan aku sudah lama merasakan tidak merasakan sayur kangkung dengan lauk telur dadar. Biasanya aku hanya makanan KFC atau makanan siap saji lainnya.
Bik Dar datang dari arah dapur sambil membawakanku segelas susu dan dua roti yang ia bakar dengan kompor membuatku tertawa lantaran roti buatanya agak gosong pada pinggirannya.
"Ini Neng, roti ala kadar bikinan chef Bik Dar. Hehe. Monggo dinikmati, Neng."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 258 Episodes
Comments
Y.S Meliana
kesian bgt Anha
2021-06-22
0
Heny Ekawati
hmmmm sampai 5 lelski yg mencicipi
2021-06-18
0
Elina💞
gak ada manusia yg sempurna,dari pisik atou pun ahlak
2021-06-02
0