Mama tersenyum kepada pelayan tersebut dan membawa dua cup minuman. Aku mengamati tangan Mama yang agak kurusan dan kulitnya sudah tidak sekencang dulu.
...Kamu tahu nggak? Mama kamu itu selalu berangkat jam enam pagi, bahkan belum sarapan. Mama kamu makan seadanya di warung pinggir jalan yang dia temuin. Selalu pulang paling malem. Bahkan Mama kamu nggak pernah peduliin kondisinya, nggak pernah ngeluh sama kamu. Itu semua demi kamu, Anha...
Jantungku terasa berdenyut ngilu mengingat ucapan Tante Ririn kala itu. Aku memarahi diriku sendiri dalam hati, kemana saja diriku selama ini? Aku lebih sibuk menghakimi Mama tanpa mau mencoba mengerti diri Mama secara utuh. Mama tersenyum ketika telah sampai di kursi kami.
"Bentar, ya, makanannya ternyata belum siap. Kita minum ini dulu," kata Mama sambil meletakkan jus alpukat di atas meja. Hatiku bergemuruh, rasanya aku ingin mengatakan...
Mama. Anha sayang Mama.
Tetapi aku hanya bisa mengatakan hal tersebut dalam hati dan memilih menampakkan senyumku kepada Mama.
"Mama seneng kamu udah lulus, An," kata Mama mengawali bercakapan. Kami mulai membahas hal-hal kecil, mulai mengobrolan ringan yang hangat, obrolan antara anak dan orang tuanya yang sudah lama aku impikan.
"Mama nggak papa kalau libur kerja?" tanyaku di sela-sela cerita sambil menyesap jusku.
Mama tersenyum hangat.
"Hari ini putri kesayangan Mama wisuda, masak Mama nggak dateng?"
Kesayangan? Hatiku bergemuruh mendengarnya. Aku tersenyum kepada Mama.
Selang beberapa menit ada pelayan yang datang ke meja kami. Bukannya membawa pesanan makanan kami namun pelayan tersebut malahan membawa kue tart dengan lilin yang menyala membuat perhatian dari beberapa pengunjung lain teralihkan ke arah kami.
Eh, memangnya siapa yang berulang tahun? batinku. Apa Mama yang ulang tahun? Sepertinya tidak, seingatku hari ini juga bukan ulang tahunku, deh.
Belum sampai semua pertanyaanku terjawab, Mama sudah menyanyikan lagu selamat ulang tahun untukku, disusul dengan beberapa pengunjung lain yang malahan ikut-ikutan menyanyikan lagu selamat ulang tahun.
"Ta-tapi Ma, Anha nggak ulang tahun," kataku pelan.
"Udah tiup aja," paksa Mama sambil mengedipkan sebelah mata, kemudian Mama menyuruhku agar segera meniup lilin ulang tahun tersebut. Pipiku merona, aku sudah bersiap meniup lilin tersebut tetapi Mama malahan menahanku sejenak.
"Ucapin keinginan dulu, An."
Aku tersenyum menyeringai, kemudian mengangguk dan menutup mataku sejenak.
Aku hanya berharap Mama akan selalu dekat denganku dan kebahagian ini akan terus terjadi selamanya. Terima kasih untuk hari ini, Tuhan.
Diakhiri dengan diriku yang meniup lilin ini. Beberapa orang bertepuk tangan, pipiku memerah malu—tetapi juga senang luar biasa.
Mama memotong kue ulang tahun tersebut dan memberikan suapan pertama untukku, kemudian aku memberikan suapan kedua untuk Mama. Beberapa pelanggan yang kebetulan berada di restoran ini juga kami beri potongan kue. Bahkan masih tersisa seper empat potong kue lebih karena pelanggan restoran hanya beberapa orang saja.
"Tapi Anha nggak ulang tahun, Ma," kataku kesekian kalinya sambil menyantap kue manis ini.
"Nggak papa. Mama sengaja karena sejak dulu Mama nggak pernah waktu kamu ulang tahun," kata Mama sambil tertawa renyah.
"Maafin Mama, ya," tambah Mama pelan. Aku menatap mata Mama yang teduh itu. Aku mengangguk kemudian aku menyeka air mataku yang jatuh menetes di pipi putihku. Kemudian aku memeluk erat tubuh Mama.
Hari ini aku tahu, sebenarnya Mama juga sayang denganku dan aku juga sangat sayang dengan Mama. Hanya saja aku merasa menjadi korban atas kesibukan Mama.
Aku menyayangi Mama.
***
Kami tiba di rumah sudah petang. Selama perjalanan pulang ke rumah. Aku dan Mama terus saja mengobrol hangat, seolah besok tidak ada hari lagi. Senyum bahagia menghiasi wajah kami berdua sampai rasanya perjalanan dari mal ke rumah terasa begitu singkat ketika Pak supir mengatakan kami telah sampai.
Kemudian setelah itu aku lebih sibuk di dalam kamarku, membersihkan kamarku terlebih dahulu sebelum mandi. Setelah selesai mandi aku mengambil gulingku dan memeluknya erat. Tetapi rasanya aku tidak ngantuk sama sekali. Padahal aku sudah tiga kali merubah posisi tidurku.
Ah, tentu saja aku tidak bisa tidur. Jam masih menunjukkan pukul setengah sembilan sedangkan biasanya aku tidur pada jam sebelas malam ke atas. Kemudian memilih untuk membawa gulingku dan berjalan pelan ke arah kamar tidur Mama.
"Mama..."
Dengan perlahan aku mengetuk pintu kamar Mama, kemudian aku membuka dan mengintip sedikit ke dalam. Cahaya lampu dari dalam kamar terlihat redup—seperti lampu kuning lima watt. Dari dulu Mama memang terbiasa tidur dengan lampu yang pencahaayaannya minim.
"Mama udah tidur?" tanyaku pelan takut jika menganggu Mama. Mama menggeliat dan mengusap matanya ketika mengetahui keberadaanku. Aku menggaruk kepalaku, seharusnya aku tidak mengganggu Mama yang nampak kelelahan sekali.
"Ada apa, An?" tanya Mama sambil mengusap matanya.
"Em... nggak papa, kok, Ma," kataku urung. Mama tersenyum ketika melihat diriku yang sedang berdiri sambil memeluk guling.
"Kamu mau tidur bareng Mama?"
"Boleh?" tanyaku. Mama tersenyum dan mengangguk.
"Ya, boleh, dong, sini," kata Mama sambil menepuk-nepuk ranjang. Aku bersorak senang dalam hati. Alhasil gulingku kubuang saja dan aku lebih memilih memeluk Mama daripada memeluk guling. Aku tidur miring dan membenamkan wajahku di dada Mama, rasanya aku dapat mendengar suara detak jantung Mama dan aku juga dapat merasakan embusan napas hangat Mama yang menerpa kepalaku.
Aku menghirup aroma vanilla dari bau baju Mama. Sangat menenangkan. Mama menepuk-nepuk kecil punggungku. Mirip seperti Mama yang dulu selalu menidurkanku ketika aku masih kecil.
"Anak kesayangan Mama," kata Mama pelan sambil masih menepuk pelan punggungku.
"Kamu masih inget nggak? Dulu waktu kamu masih kecil, kamu nempelnya sama Mama terus. Selalu tidurnya kalau cuma dikeloni Mama. Bahkan sampai Papamu selalu jealous sama Mama," lanjut Mama sambil tertawa pelan.
Mataku memanas, aku menggigit bibir bawahku dan masih menenggelamkan wajahku di bahu Mama agar Mama tidak tahu jika aku sedang menangis tertahan.
Aku sangat menyayangi Mama.
Tentu saja aku masih mengingat kepingan kenangan manis ketika aku masih kecil dulu. Selama ini akulah yang egois, bukan Mama. Selama ini aku salah mengerti.
Hingga akhirnya kata-kata itu, kata yang seharusnya kuucapkan dari dulu akhirnya bisa kuucapkan juga malam ini.
"Anha sayang banget sama Mama. Terima kasih sudah jadi Mama yang selalu sayang sama Anha."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 258 Episodes
Comments
Tieny Roesmiasih
😢😢😭😭😭😭😭
2022-09-13
0
࿇ωΐຮε࿐🅟🅖 ✈️
aduh
tolong inih knp byk bawang disini
duhduh😭😭😭😭
2022-04-13
0
miss dy lovers
siapa nih yg narok bawang...hiks hiks hiks
2022-02-05
0