Aku tidak bisa mengatakan apa pun, hanya bisa menunduk dan menangis. Ini semua salahku.
"Jawab aku, An!" desaknya lagi, tapi kini nada suaranya tidak sekeras tadi. Aku masih tidak berani menatapnya, menatap matanya sangat berat bagiku.
"A-Aku takut... Takut kamu bakalan batalin pernikahan kita ka-kalau aku ngasih tahu aku udah nggak perawa--" suaraku tercekat, hilang di tenggorokanku, aku tidak bisa melanjutkan kata-kataku lagi.
Aku memeluk selimut ini dengan lebih erat. Tidak ada respons apa pun darinya, dia hanya diam saja. Aku memberanikan diri mengangkat pandanganku untuk melihatnya. Dia sedang membalikkan tubuh sambil mengusap wajahnya kasar.
"Maafin aku."
Aku menangis, berharap dia bisa memaafkanku, tapi aku yakin hal itu tidak akan mungkin terjadi mengingat begitu besarnya kesalahanku terhadapnya.
Aku sudah tidak perawan.
Seharusnya aku jujur saat dulu dia bertanya kepadaku tentang status diriku yang masih perawan atau tidak.
Waktu itu aku mengatakan aku masih perawan karena aku mencintainya. Aku takut dia akan pergi meninggalkanku dan membatalkan pernikahan kami jika aku mengatakan kalau aku sudah tidak perawan lagi.
Aku terisak, dia berjalan ke arah jendela--masih dalam keadaan telanjang. Dia menatap ke arah luar. Aku benar-benar melakukan kesalahan besar karena dia sendiri dari awal mengatakan jika dirinya tidak pernah tidur dengan wanita lain sebelum menikah dan menjaga diri untuk calon istrinya kelak.
"Maafin aku, Mas."
Dia tidak mau memalingkan pandangannya sama sekali ke arahku.
"Apa kamu nggak perawan karena kecelakaan atau karena jatuh dari sepeda?"
Akhirnya dia mengangkat suara. Aku hanya diam, masih menangis, padahal aku berharap saat ini dia memelukku dan mengatakan, "Nggak papa, aku nerima kamu apa adanya, An." Tetapi kenyataanya tidak seperti itu.
"Kamu diperkosa?" tanyanya lagi, aku tidak bisa menjawabnya. Aku tidak bisa berbohong lagi, aku sudah membohonginya terlalu banyak dan aku tidak mungkin mencari-cari alasan lagi untuk menutupi ini semua. Dia menarik rambutnya ke belakang, seolah tahu situasi saat ini dengan cepat.
"Siapa yang pertama ngambil itu semua, An?"
Aku masih terdiam dan menangis sesenggukan.
"Jawab aku, An!"
Aku gemetar mendengar nada bicaranya yang meninggi.
"Pa-Pacarku... Waktu aku SMA dulu," kataku gemetar.
Tidak ada pertanyaan lagi setelah itu. Dia berjalan ke arah lemari pakaian. Mengabaikanku yang masih menangis. Sekilas aku melihat matanya memerah dan berkaca, dia pasti sangat kecewa terhadapku.
Aku mencoba memanggil namanya dan mengatakan maaf. Dia hanya diam saja mengabaikanku. Dia mengambil baju tidurnya di lemari kemudian memakainya.
Aku harus melakukan sesuatu. Aku harus meminta maaf!
Aku turun dari ranjang dan menghampirinya. Dia melangkah ke arah kamar mandi, aku meraih lengannya tetapi dia mengempaskan lengannya tanpa melihatku sama sekali.
Ketika dia hendak membuka gagang puntu kamar mandi. Dia mengatakan sesuatu yang membuat tangisku lebih terisak, kakiku terasa lemas ketika mendengar perkataan itu. Kata-kata yang menusuk tepat di jantungku di hari pertama kami menjadi suami istri.
"Kita cerai aja. An."
***
Dua Tahun yang Lalu...
"Kamu janji, kan, bakalan nikahin aku?" tanyaku dengan napas tersengal di sela-sela hubungan panasku dengan Ray.
Ray menciumiku dengan gerakan menuntut, tetapi aku berusaha sekuat tenaga untuk menghindari ciumannya membuat Ray berdecak beberapa kali.
"Ayolah, An. Aku udah nggak tahan," protesnya terhadapku.
"Janji dulu. Ray."
Awal tahun ini dia mengatakan hubungan kami akan berlangsung pada tahapan yang serius.
Kami sudah merajut mimpi-mimpi pernikahan dan dia juga mengatakan akan keseriusannya untuk menikahiku, tetapi sampai saat ini, semua itu hanya janji-janjinya saja.
Aku tidak mau berlama-lama dalam siklus pacaran dan terus melakukan hubungan suami istri dengan Ray tanpa adanya ikatan yang pasti.
Aku mendorong kuat dada Ray dan kini aku berhasil menjauhkannya sesaat dari tubuhku.
Kini aku menjauh dan duduk di ranjang ini.
Ray terlihat benar-benar jengkel terhadapku, pasalnya ia sudah sangat nafsu bukan kepalang.
"Kamu kapan bakalan nikahin aku?! Kamu udah janji dari setengah tahun yang lalu, Ray!"
Aku berteriak geram, bahkan nafsuku saat ini sudah hilang menguap. Dia selalu saja seperti itu, selalu menjawab nanti, nanti, dan nanti ketika kumintai kepastian.
"Iya aku janji, An. Aku janji bakalan ngomong ke Papa sama Mama. Kamu tahu sendiri, kan, biaya nikah itu mahal. Aku lagi nabung, Sayang. Emang kamu mau kita nikah cuma akad, doang?"
Aku mengembuskan napas kesal.
"Ya, nggak mau, lah. Gila apa nikah cuma akad, doang!"
Ray meraih jemariku dan menggenggamnya erat.
"Maka dari itu, aku lagi ngumpulin uang, Sayang. Aku janji besok lusa aku bakalan datang ke rumahmu sama orang tuaku. Tapi jatah dulu, ya. Aku udah kepengin banget, An."
"Janji?" tanyaku kesekian kalinya. Ray mengangguk sebagai jawabannya.
Aku sudah pacaran dengan Ray selama satu setengah tahun. Itu pencapaian yang panjang dalam hal percintaanku.
Biasanya aku hanya pacaran satu sampai tiga bulan saja lalu mereka kuputuskan. Bahkan aku pernah menjalin hubungan hanya sehari.
Yeah, cinta satu malam, dengan Om-om Senang yang memiliki dua istri tapi miliknya masih belum puas sehingga mengincar daun muda sepertiku.
Om-om itu berani membelikanku barang mewah, bahkan dia membelikanku ponsel keluaran terbaru sebelum kami tidur bersama di hotel. Kami melakukannya hanya satu malam, dia menyatakan cintanya kepadaku, kemudian kami tidur di hotel, lalu besoknya aku memutuskan Om-om tersebut.
Persetan dengan cap murahan. Toh, di zaman sekarang banyak berita mahasiswi tidur dengan Om-om Senang demi memenuhi kebutuhan sosialitanya. Setidaknya aku sudah mendapatkan barang mewah darinya.
Kembali kepada Ray. Ray terhitung pacar ketigaku di kampus ini. Tentu saja aku mempertahankan Ray karena dia anak dari orang tua yang berada. Kedua orang tua Ray adalah seorang dokter.
Ray bisa memenuhi kebutuhan finansialku. Ray sering mengajakku ke mal dan membayari bill perawatanku.
Tentu saja aku tidak mau melepaskannya, dengan memilikinya aku bisa menjamin hidupku yang serba ada.
Itulah salah satu alasannya aku ingin mempercepat pernikahan kami. Membuat hubungan kami ke tahap yang lebih serius lagi.
Ray pernah memberiku barang-barang mewah yang aku sendiri tak mampu membelinya kecuali aku harus mati-matian mengumpulkan uang jajanku untuk membeli barang tersebut.
Sedangkan jika dengan Ray, dia dengan ringan tangan menggesekkan ATM-nya untukku hanya dengan memuaskan nafsunya saja.
Kadang aku berpikir...
Bukannya kebanyakan hubungan orang pacaran di zaman sekarang memang seperti itu, ya?
Pihak laki-laki membutuhkan kehangatan dari wanita cantik sedangkan pihak perempuan hanya membutuhkan uang dari pihak laki-laki untuk membiayainnya mempercantik diri.
Win win solution, simbiosis mutualisme. Itu bukan cinta, itu semacam... barter menjijikan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 258 Episodes
Comments
Joeiksa Tree
gaya pacaran menurut jaman, ujung2 nya menanggung beban sendirian..
2022-12-25
0
Febriyantari Dwi
Waduuuhhh......merinding aku Na😭
2022-07-22
0
Linda Z
👍 jangan terbuai dengan kemewahan.... akhirx mengambil jalan pintas. 💦
2021-11-17
1