Laras mengambil ballpoint dan menggeser kertas itu. Selesai tandatangan, Laras kembalikan kepada Dian yang menyeringai puas.
"Saya simpan ini, terima kasih atas kerja samanya," dengan senyuman penuh arti.
Laras mengangguk, masa bodoh dengan keadaan. Dia beranjak setelah Dian mempersilahkan nya keluar. Kebetulan Dian pun mau berangkat ke kantor.
Laras berjalan kearah taman yang ada disebelah mushola kecil yang adanya di lantai empat. Ia duduk di sana melihat bunga-bunga bermekaran, kumbang pun menari-nari. "Andai saja orang tuaku masih ada. Apa mungkin seperti sekarang ini aku di sini?" gumam Laras.
Dari jauh terlihat Susy menghampirinya. "Nyonya sedang apa di situ?" sapa Susy dengan sangat ramahnya.
"Em ... saya sedang mencuci pakaian," sahut Laras sekenanya. Membuat Susy tertawa kecil.
"Nyonya bisa aja. Masa nyuci di sini nyonya?" Susy tertawa dan mengambil selang air untuk menyiram tanaman.
Senyum Laras mengembang seraya berkata. "Itu kamu tahu," sambil melihat suasana luar yang yang nampak dengan jelas dari situ.
"Kau betah di sini Sus?" tanya Laras dengan mata tanpa menoleh.
"Betah Nyonya."
"Menurut kamu ... istri-istri majikan kamu baik-baik?" Laras menoleh Susy yang asik dengan tugasnya.
Susi terdiam sesaat, kemudian berkata. "Nggak tau juga, jarang ketemu, mereka, kan sangat sibuk di luar nyonya. Malah kadang gak pulang saking sibuknya mereka."
"Oya!" ucap Laras. "Saya gak habis pikir loh, kok bisa ya tuan Ibra punya suami lebih dari satu? apa satu saja tidak cukup" Laras merubah duduk nya menjadi menghadap ke Susi.
"Kurang tahu Nyonya, yang jelas kata bu kepala asisten disini, tuan ingin keturunan. Apa lagi tuan dan Nyonya besar, sangat menginginkan Tuan mempunyai anak. Sementara bu Dian menolak mempunyai anak,'' ujar Susy kembali.
"Oh ... gitu ya? jadi ... menikahi nyonya Yulia dan Meri karena ingin punya anak. Tapi mereka juga nyatanya belum juga di kasih anak?" Laras mengernyitkan keningnya seakan berpikir.
"Kalau yang dua pernah ke guguran, dan entah ke guguran entah di sengaja saya kurang tahu juga Nyonya," timpal Susi lagi, kalau ke guguran pastinya mereka terus berusaha hamil lagi. Tapi nyatanya mereka sangat happy tuh."
"Hem ..." gumam Laras sambil mengangguk-anggukan kepalanya menandakan mengerti.
"Ups, kok kita jadi ghibah orang sih? hihihi." Susi nyengir.
Laras pun tersenyum. "Tak apa lah, kan saya orang baru jadi butuh banyak informasi, kan," sambung Laras.
"Nyonya, ini sudah waktunya tuan pulang untuk makan siang. Baiknya Nyonya menyiapkan diri menyambut kedatangan tuan," Susi melihat jam yang melingkar di tangannya.
"Menyambut?"
"Iya nyonya, bahkan nanti malam tuan akan mengadakan rapat di rumah. Tentunya akan menjamu rekan kerjanya makan-makan juga."
Setelah mendengar penjelasan Susi seperti itu. Laras langsung beranjak dari duduknya, berjalan menuju kamar.
Laras langsung ke kamar mandi mau melaksanakan sholat duhur. Kemudian duduk depan kaca rias memandangi pantulan dirinya di cermin, kemudian beranjak. Bergegas turun untuk menyambut kepulangan Ibra.
Bu Rika sendiri mengantar Laras sebab bagaimana pun Laras masih asing di rumah ini. Lift terbuka di lantai dasar, nampak di sana ramai asisten rumah menyambut Ibra, dan Laras sementara waktu berdiri mematung. sampai akhirnya bu Rika membuyarkan lamunannya. "Nyonya. Itu tuan sudah datang, sambut dia."
"Bu. Mana istrinya yang lain?" Laras menoleh bu Rika.
"Mereka lagi sibuk di luar. Jadi Istri tuan yang ada cuma Nyonya saja," ucapnya bu Rika.
"Oh," gumam Laras, kemudian menghampiri Ibra yang tengah berjalan mendekati bersama sekertaris nya yang bernama Zayn.
"Assalamu'alaikum ...Tuan ... Laras meraih tangan Ibra dan menciumnya.
"Wa'alaikum salam," sahut Ibra sambil membuka setelan formalnya dan diberikan pada Laras.
"Saya mau makan siang dulu. Tolong siapkan makan siang buat saya," ucap Ibra pada bu Rika.
"Baik Tuan." bu Rika membungkuk hormat lalu bergegas mengikuti langkah Ibra menuju lantai dua.
"Saya mau bersih-bersih dulu, tolong siapkan pakaian ganti saya melirik Laras. Seolah menyuruh Laras untuk menyiapkan nya.
"Aish ... barusan nyuruh siapkan makanan, sekarang katanya mau mandi minta di siapkan pakaian ganti pula. Mana yang harus di dahulukan sih?" batin Laras menggerutu dan menatap bu Rika berharap mendapat bantuan jawaban.
Bu Rika pun mengerti dia melirik Laras. "Tuan mau mandinya di kamar siapa maaf biar jelas," tanya bu Rika pada majikannya yang melangkah melintasi pintu lift.
"Aku kan bingung kamar dia yang mana kan istrinya aja ada empat sama aku," gerutu Laras dalam hati.
"Kamar pribadi saya," sambil terus melangkah kan kakinya yang lebar.
Laras menatap bu Rika, dia heran masih juga punya kamar pribadi. Yang mana lagi, dasar sultan mah bebas kali ya.
Bu Rika memberi kode dengan isyarat matanya seolah menyuruh Laras mengikuti langkah Ibra. Laras pun mengejar langkah Ibra yang hampir masuk ke sebuah kamar.
Namun langkah Ibra terhenti. "Zayn kamu tunggu saja di ruang makan. Berkas-berkas simpan di meja kerja," ucap Ibra dengan wibawanya.
"Baik Tuan." Zayn mundur satu langkah, dan masuk ke ruangan sebelah kamar tersebut. Kemudian pergi meninggalkan tempat itu mungkin ke ruang makan. Seperti Ibra perintahkan.
Laras menatap punggung Zayn. Setelahnya ikut masuk mengikuti Ibra yang sudah masuk duluan. Sebuah kamar yang luas dan mewah, wanginya khas parfum laki-laki. Baunya menyeruak ke dalam pori-pori hidung Laras, segitu belum di semprot ke badan gimana kalau sudah mandi?
"Maaf Tuan, ini kamar bersama kak Dian ya?" Laras memberanikan diri bertanya.
Ibra menoleh sambil membuka kemeja putihnya. "Bukan."
"Terus ... ini kamar siapa?" Laras kembali bertanya.
"Ini kamar pribadi saya, tidak seorang pun wanita yang dapat tidur di sini," jelas Ibra duduk di tepi tempat tidur membuka celana panjangnya. Kini dia hanya mengenakan kaos oblong dan kolor saja.
Laras termangu melihatnya. Kemudian menunduk tak berani melihat lagi, dan dia masih mematung depan pintu. Setelah sadar pintu masih terbuka Laras menutup perlahan dengan jas kerja Ibra masih di tangan.
Mata Laras semakin memperhatikan isi kamar tersebut, yang terpajang di dinding hanya poto pernikahan Ibra sama Dian saja.
"Jangan lupa siapkan pakaian ganti saya. Nanti malam akan ada rapat," suara berat Ibra mengagetkan Laras yang tengah menatap poto pernikahan. Dian begitu sangat cantik dan Ibra sangat tampan.
"I-iya Tuan." Laras memutar kepala matanya mencari keberadaan lemari atau tempat pakaian Ibra.
Laras menyimpan jas terlebih dahulu di atas tempat tidur, kemudian ia mendekati sebuah pintu. "Pasti di sini tempatnya?" gumam Laras sambil menggigit kuku jarinya. Ia memutar klop pintu lalu dibukanya. "Benar saja ini tempat pakaian sekaligus tempat ganti, apa ya namanya?" menepuk jidatnya sendiri.
"Em ... oh iya nama walk-in closet, iya bener, haduh ... gaya ya si Laras bahasanya sok gaya orang kaya, ha..ha..ha.." tertawa sendiri sambil berjalan mendekati wardrobe memilih-milih pakaian formal buat Ibra.
"Aduh bingung ... bingung aku kan belum faham, buat rapat cocoknya warna apa, dasi nya yang mana? aduh gue pusing sendiri jadinya. Ini, kan hari pertama melayaninya," gerutu Laras sambil memukul-mukul kepalanya.
Akhirnya Laras mengambil setelan hitam dan abu casual saja. "Terserah mau marah juga, gue gak ngerti ..." Laras simpan dekat tempat duduk yang ada di sana.
Laras mau keluar namun rupanya Ibra sudah berdiri di pintu, dengan handuk melilit di pinggang. Rambut basah air nya menetes ke bahu, dadanya yang lebar terlihat jelas. Dan tubuh yang atletis tanpa pembungkus terpampang depan mata Laras, membuat Laras menelan saliva nya melihat semua itu.
Ibra menyunggingkan bibirnya sebelah, sambil melangkah maju sementara Laras mematung di tempat. "Gadis bodoh, saya mau lewat. Nanti saya terlambat."
Laras terkesiap lantas mundur beberapa langkah. "Terpesona ya?" ucap Ibra sambil mengambil pakaiannya.
"Hah?" gumam Laras, di surat kontrak jelas tertulis di sana, dilarang jatuh cinta. Meski Ibra status sebagai suami.
Laras menoleh kearah Ibra yang tengah mengenakan pakaiannya sambil melihat pula kearah dirinya.
Dengan menyeringai Ibra seraya berkata. "Mau pakaikan? boleh," gumam Ibra sambil membuka handuk, refleks Laras berpaling dan menutup mata dengan lima jarinya dan bergegas Laras keluar dari ruangan walk-in closet, sambil bergidik.
,,,,
Terimakasih author ucapkan kepada kalian yang telah sudi mampir di novel yang ini, terimakasih banyak ya, semoga gak bosan, dan suka.🙏🙏 maaf kalau novel ini masih jarang up.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 259 Episodes
Comments
Yunia Abdullah
s laras bnyak bengong y oon hrs inisiatif BSA lbih faham SM ke adaan jta y Pinter lulusan kuliahan you kya orang goblog
2022-01-26
1
Leli Leli
Tu istri banyak banget gimana ngaturnya ya🤔
2022-01-19
1
Uti Gaol
narsis masih penasaran lanjuuut
2021-12-15
1