Akhirnya sampai di dapur. Laras membuka tudung saji di meja, lalu mengambil nasi dan beberapa menu. "Aku gak tau kesukaan dia apa, ah masa bodoh, sudah mending di ambilkan juga," terus saja menggerutu.
Sampai di kamar, Laras menyimpan nampan di meja. Ibra tengah asik menonton televisi dari tempat tidur. Laras mendekati Ibra dan berdiri di sampingnya. "Tuan, makanannya sudah siap."
Ibra menoleh kearah Laras. "Makasih."
Ibra turun dan melangkah maju duduk di sofa mengambil piring dan menu kesukaannya.
"Kau tidak makan?" sembari menmasukan makanan ke mulutnya sendiri.
"Tidak! masih kenyang," masih dalam keadaan berdiri.
Ibra melirik. "Kau kenapa masih berdiri di sana?"
"Sa-saya ... em ... itu," gelagapan, bingung mau bicara apa.
Ibra menggeleng pelan. "Dasar gadis aneh."
"Saya ngantuk. Pengen tidur tapi tempatnya anda tempati," ketus Laras.
Ibra celingukan melihat sekelilingnya. Kemudian geser ke tempat lain, akhirnya Laras bisa rebahan lagi.
"Tapi ... siapa suruh kau tidur di sofa," tegas Ibra setelah melihat Laras berbaring di sofa.
"Tidak ada yang suruh. Ini kemauan saya," sambil menarik selimut sampai menutupi kepala.
"Pindah! ke atas tempat tidur," suruh Ibra menunjuk dengan ekor matanya.
Laras tidak merespon. Ibra menoleh dan menarik selimut laras ke bawah sampai wajah Laras terlihat jelas, Sontak Laras melotot dan bangun.
"Maksud anda apa sih? saya ngantuk," gerutu Laras mencebikkan bibirnya.
Diam-diam Ibra tersenyum. "Pindah," suruh Ibra singkat.
"Tapi ... saya--" belum menyelesaikan pembicaraannya. Ibra sudah memotong.
"Pindah," jelas Ibra lagi.
"Uh ...'' akhirnya Laras bangun dan membawa selimut juga bantalnya ke tempat tidur.
"Gitu dong," gumam Ibra menyeringai.
Laras sesungguhnya dalam hati merasa tegang, takut. Maklum ini malam pertama baginya tidur satu kamar dengan seorang pria, walau pun sudah sah menjadi suaminya. Rasanya belum siap.
Laras langsung berbaring dan menutup semua tubuhnya dengan selimut, agar Ibra tidak melihat dirinya sedikitpun. Ibra menarik selimut yang Laras pakai membuat Laras terperangah kaget.
"Tuan mau apa?" Laras memeluk selimutnya yang tadi ditarik Ibra.
"Saya mau pake selimut," sahut Ibra menarik paksa selimut Laras hingga terlepas dan dipakainya.
"Tu-Tuan, kan ada satu lagi punya tuan. Kenapa harus merampas punya ku?" terheran-heran.
"Saya punya hak mau pakai selimut manapun Nona, jadi jangan mengatur saya," sembari tidur membelakangi istrinya. Diam-diam mesem sendiri.
Laras cemberut. "Dasar yang punya rumah, yang punya kekuasaan. Bebas mau melakukan apa saja huuh ...."
Terpaksa mengambil selimut yang satu lagi. Ia pun membelakangi Ibra dengan kepala terbungkus, berusaha pejamkan namun tak lena. Membuat tidurnya gelisah, ada rasa takut. Khawatir Ibra macam-macam padanya, hatinya gelisah tak karuan.
Ibra yang terjaga akibat kegelisahan Laras menoleh kearah Laras. Menyipitkan matanya seraya berkata dengan suara parau nya. "Kenapa kau gelisah? sudah malam nih."
Laras terkejut langsung menoleh Ibra yang menggosok matanya. Ternyata gelisah tidurnya membuat Ibra terbangun. "Ti-tidak Tuan tidak apa-apa," sembari menggigit bibirnya.
"Apa perlu saya peluk agar kau tertidur?" tanya Ibra sambil menarik bibirnya senyum.
"Tidak Tuan, tidak perlu," sambil bergidik geli mendengan ucapan Ibra.
"Atau ... kamu ingin saya melakukan kewajiban saya malam ini juga?" lagi-lagi Ibra menyeringai.
Laras kembali menoleh. "Hah apa? kewajiban! kewajiban apa," dengan polosnya.
"Kita, kan sudah menikah. Jadi kewajiban saya untuk ... meni--"
"Ja-jangan Tu-tuan." Laras gelagapan mengerti yang Ibra maksudkan. "Saya belum siap," sambil setengah meloncat dari tempat tidur ke lantai menuju kamar mandi. Berasa ingin pipis dan menggoyangkan bahunya.
Ibra yang memperhatikan hanya tertawa kecil melihat reaksi istri mudanya, di kamar mandi Laras termenung memandangi pantulan wajahnya di cermin. "Aduh ... jantung aku kok berdegup kencang seperti ini sih? berdebar tak menentu begini." gumamnya. Napas Laras naik turun terlihat jelas.
Ia mondar mandir di kamar mandi dengan tangan bersilang di dada."Tapi ... dosa gak ya kalau menolak suami? iih ... aku belum siap. Kalau memaksa gimana, kata orang kalau pria sudah tidak tahan akan memaksa meskipun istrinya menolak. Aah pusing jadinya."
"Dasar bodoh. Lama amat di kamar mandi tidur apa?" Ibra mengibaskan selimutnya lalu turun mendekati pintu kamar mandi.
Tok ...
Tok ...
Tok ... "Sudah belum? lama amat kebelet nih," Ibra menggedor pintu membuat Laras tersadar dari lamunannya.
"i-i-iya Tuan." Laras segera membuka pintu nampak Ibra berdiri depan pintu.
"Maaf Tuan?" Laras cepat-cepat keluar melintasi Ibra yang berdiri.
"Kau tidur apa di sana? orang kebelet juga" Ibra masuk dan membiarkan pintu terbuka.
Laras merangkak naik ketempat tidur. Menarik selimut untuk membalut tubuhnya, jarum jam sudah menunjukan pukul 02.00 Laras berbaring memandang langit-langit.
Ibra keluar dari toilet dan naik lagi ketempat tidur berbaring di sebelah Laras. Laras segera pura-pura tidur, jantung nya masih tak karuan seolah loncat-loncat ingin berlari.
"Tidak usah pura-pura tidur," suara berat Ibra terdengar jelas di kuping Laras berdesir seperti angin menyentuh kulit.
Laras membuka mata. Tampak wajah Ibra begitu dekat dengan wajahnya, sehingga kepala Laras menggeser menjauh. "Tu-Tuan mau apa, kan saya bilang saya belum siap untuk menunaikan kewajiban saya."
"Lantas siapnya kapan? bukan secepatnya itu lebih baik. Agar kamu segera hamil," menaikan kedua alisnya.
"Tida-tidak tahu Taun." Laras menutup wajahnya dengan selimut.
Ibra berbaring membuang napas. Menahan sesuatu yang mulai tegang, menatap kearah Laras yang tidak ada sedikit celah pun dibalik selimut.
Menarik napas panjang, dan membuangnya kasar. Ibra bangun dan keluar dari kamar mengirup udara dini hari di balkon, beberapa menit berdiri di sana, merasakan gejolak yang tak bisa di bendung lagi, tak mungkin mendatangi istrinya yang lain jam segini apa dikata kalau sampai mendatangai istri yang lain, di waktu jatah bersama istri mudanya.
Ibra merangkak naik ke tempat tidur. Dilihatnya Laras sudah tertidur pulas, tangan Ibra perlahan menarik selimut sehingga tubuh Laras tanpa ditutupi selimut. Ia perhatikan dari ujung kepala sampai ujung kaki.
"Apa wajar bila saya meminta hak saya malam ini juga? saya paling gak tahan bila sehari saja tak melakukannya. Aaah haruskah saya memaksanya?" gumamnya Ibra frustasi. Menatap lekat wajah Laras, dengan sangat perlahan jari Ibra menggeser anak rambut yang menutupi kening Istrinya. Cup! Ibra mengecup kening Laras yang kedua kalinya dari sehabis ijab kabul.
Laras tidak memberi respon apa pun ketika Ibra mengecup kening dan turun ke pipi. Membuat Ibra semakin bebas melaksanakan aksinya, saat ini tubuh Laras berada dalam kungkungan Ibra. Matanya tak lepas dari tubuh Laras. Perlahan membuka kancing piyama tidur Laras satu-persatu, tampaklah isinya yang nampak indah dan menggoda. seakan melambai minta di jamah.
Laras sadar dan merasakan ada yang menggerayangi dirinya namun entah kenapa matanya begitu sepet tak bisa di buka sama sekali. Hanya gumaman kecil yang yang lolos dari bibirnya, "Hem."
Sesaat Ibra menatap menunggu respon dari Laras, namun dia hanya menggeliat kecil. Tanpa membuka mata atau pun bangun. Ibra mengulas senyum puas dan melanjutkan aksinya, untuk pertama kali Ibra menyentuh bi***Laras dan me*****nya dengan sangat rakus, hasratnya semakin memuncak ketika Laras memberi respon menggeliat tangannya memeluk leher Ibra tanpa sedikitpun membuka mata.
Laras merasakan itu seolah dalam mimpi, untuk pertama kalinya dia bermimpi bercumbu dengan seorang pria tampan bak pangeran dari negeri dongeng. Setiap sentuhan Ibra dirasakan Laras tengah di alam mimpi.
Laras meringis kesakitan ketika Ibra terus mencoba membobol gawang yang sebelumnya belum pernah ada yang memasuki. Kecuali dirinya. "Ah ... sial susah sekali," namun terus berusaha sampai akhirnya Ibra mendapatkan yang dia dambakan.
Laras menjerit kecil, dan Ibra tertawa sangat puas. Rona wajahnya begitu bahagia, ini kali kedua Ibra merasakan yang sekarang dia dapatkan dari Laras. Sebelumnya bersama Dian. di akhiri dengan kecupan lembut di kening, sebagai tanda terima kasih dan menyelimuti tubuh Laras sampai menutupi leher.
Ibra terkulai lemas, di samping tubuh Laras yang tetap tertidur. Namun terlihat jelas ada buliran dari matanya.
"Dasar gadis bodoh. Bukannya buka mata malah tidur terus, untung bergerak, kalau tidak. Berasa tiduri pohon pisang," gumam Ibra menatap Istrinya dengan tatapan bahagia.
****
Hi ... apa kabar semuanya. Semoga kabar baik ya, author menyapa kalian dengan novel ini, dukung author ya? agar tambah semangat.💪💪
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 259 Episodes
Comments
Anisatul Azizah
tuh pingsan atau gimana sih?🙄🤭
2022-04-07
2
sriyatningsih 1708
Semangat thor
2022-03-27
1
Nina Puji Handayani
tidur apa pingsan buk?masa gawang sampe jebol tetep g bangun... padahal yg pertama pasti sakit...
2022-03-17
1