"Udah balik bini Lo?" tanya Danny setelah duduk di depan Steven.
"Baru aja. Udah dapet infonya?" tanya balik Steven.
"Namanya Gladis. Lusia bilang dia fans garis kerasnya si Alex. Dan dia sama geng-nya udah sering bikin masalah sama Sheila, apapun itu. Dia gak terima karena Alex selalu ngejar-ngejar Sheila."
"Cih, dasar gadis labil. Jadi dia sering gangguin Sheila kalau di kampus?"
"Tenang aja, Lusia berani jamin kalau cuma masalah Gladis dia masih bisa ngatasin. Cuma masalahnya Lusia tadi bilang ke gue, kayaknya Alex lagi ngerencanain sesuatu. Gelagat dia sama temen-temennya agak aneh, gitu kata Lusia," terang Danny.
"Oke," balas Steven.
Tiba-tiba Ken masuk sambil membawa sesuatu.
"Nih barang yang Lo minta," kata Ken menyerahkan kotak kecil pada Steven.
"Thanks bro."
"Gue baru liat Lo seserius ini menyangkut masalah cewek. Yakin Lo gak ada rasa apa-apa sama istri Lo?" cecar Ken.
"Jangan mulai lagi deh. Gue udah bilang kalau dia tanggung jawab gue sekarang."
"Ya, dia istri Lo. Dan secara tidak langsung Lo juga udah ngumumin ke satu kantor bahwa Sheila adalah istri Lo. Jadi gue harap mulai sekarang Lo bisa membatasi diri Lo dan Nila di kantor ini. Demi nama baik keluarga Lo sendiri," kata Ken mengingatkan.
Steven terdiam merenungi ucapan Ken tadi. Ken memang playboy, sering gonta ganti pacar, tapi kalau sudah berbicara hal serius seperti ini, omongannya selalu benar. Ya, Ken benar, tanpa sadar Steven telah memperkenalkan Sheila sebagai istrinya kepada karyawan di kantornya. Tapi entah kenapa Steven tidak merasa menyesal akan hal itu.
...
Seperti biasa setiap malam Sheila selalu membuatkan teh chamomile untuk Steven dan mengantarkannya ke ruang kerja Steven. Teh chamomile memiliki manfaat untuk merilekskan tubuh dan merupakan obat penenang yang alami, yang efektif untuk mengurangi stress dan kecemasan.
"Diminum dulu teh-nya mas," kata Sheila sembari meletakkan teh di atas meja.
Steven hanya mengangguk sambil tersenyum kecil. Sheila lalu mengerjakan tugas kuliahnya dengan duduk lesehan di karpet bulu di bawah sofa. Dia merasa lebih nyaman seperti itu daripada harus duduk di sofa. Ya, Sheila terbiasa mengerjakan tugas kuliahnya sembari menemani Steven di ruang kerjanya.
Steven mengesah. Sedang ada sedikit masalah di kantor yang cukup menyita perhatian. Sepertinya dia butuh rehat sejenak. Steven beranjak dari kursinya dan melangkah menuju sofa. Duduk di sofa dengan menyandarkan kepalanya dan memejamkan mata.
Apa yang dilakukan Steven tidak luput dari perhatian Sheila. Dia lalu naik dan duduk di samping Steven.
"Mas, ngadep sana deh."
Steven membuka matanya, melihat Sheila dengan ekspresi bingung.
"Madep sana," kata Sheila sembari mendorong bahu Steven agar berbalik memunggunginya.
Steven mengikuti kemauannya, Sheila lalu mulai memijat kedua bahu Steven.
"Lagi ada masalah ya mas di kantor?"
"Hmm," balas Steven bergumam. Matanya terpejam menikmati setiap pijatan Sheila.
"Berat banget ya kayaknya?" tanya Sheila setelah terdiam cukup lama.
"Lumayan. Rebahan boleh?" tanya Steven tiba-tiba sambil menolehkan kepalanya.
Sheila sempat kaget, tapi segera menganggukkan kepalanya sambil tersenyum lembut. Steven merebahkan kepalanya di paha Sheila. Dia lalu memejamkan matanya dan menautkan jemari tangannya di atas perut.
Sheila membelai lembut rambut Steven berulang-ulang.
"Maaf ya mas."
"Kenapa?" tanya Steven masih dengan mata terpejam.
"Tadi siang aku malah ngerepotin mas, aku gak tau kalau mas lagi ada masalah kantor," kata Sheila sambil tetap membelai kepala Steven.
"Enggak kok, kamu gak ngerepotin aku."
Setelah itu tidak ada yang berbicara di antara mereka. Lama kelamaan karena merasa nyaman Steven justru tertidur. Sheila tidak enak kalau harus membangunkan, jadi dia pun membiarkannya sambil terus membelai kepala Steven.
Tanpa sadar, akhirnya Sheila juga ikut tertidur di sana. Beberapa jam kemudian,
"Tidak... Ayah... Bunda... Jangan tinggalin Sheila... Jangan pergi... Ayah... Bunda..." Sheila terus mengigau dalam tidurnya, terisak dengan suara yang memilukan.
Steven terbangun mendengar isakan dan racauan Sheila dalam tidurnya. Astaga, dia ketiduran di sofa ternyata. Melihat jam di dinding ternyata sudah jam satu malam.
"Ayah... Bunda... Jangan pergi..."
Steven terlonjak dan kembali fokus pada Sheila.
"Sheila, bangun Sheila," kata Steven panik sambil mengguncang kedua bahu Sheila.
"TIDAAAKKK," teriak Sheila sembari membuka kedua matanya.
Air mata mengalir di kedua pipinya dengan nafas yang memburu.
"Sheila," panggil Steven.
Reflek Sheila langsung memeluk Steven dengan erat. Menangis di pelukan suaminya. Steven yang masih sedikit panik membiarkan Sheila memeluknya. Tangannya justru terulur membelai lembut punggung Sheila naik turun berulang kali.
Setelah tangisan Sheila sedikit mereda, Steven pun bertanya, "Kamu gak pa-pa?"
"Maaf ya mas," jawab Sheila sambil melerai pelukannya.
"Kita pindah ke kamar ya," ajak Steven.
Sheila mengangguk. Steven lalu bangkit berdiri. Namun ketika hendak berdiri Sheila justru kembali terjatuh duduk di sofa.
"Akhht."
"Kenapa?" tanya Steven kembali duduk di samping Sheila.
"Kaki aku kram. Tunggu sebentar ya mas," jawab Sheila sambil memijat-mijat kedua pahanya.
Steven yang merasa bersalah lalu menggendong Sheila ala bridal style.
"Mas..."
"Gak pa-pa. Aku yang udah buat kaki kamu sampe kram kayak gitu."
Steven menggendong Sheila menuju ke kamarnya. Wajah Sheila sudah merona merah. Sheila menunduk untuk menyembunyikan rona wajahnya. Setelah sampai di kamar Steven lalu menurunkan Sheila di atas ranjang.
"Terima kasih mas."
"Tidurlah, sudah malam."
Steven lalu ikut naik ke atas ranjang kemudian menyelimuti tubuh mereka berdua. Sesaat kemudian dia merasakan getaran kecil di sebelahnya. Ya, Sheila menangis lagi.
Steven memindahkan dua guling yang menjadi pembatas mereka. Dia lalu nembalik badan Sheila agar menghadap ke arahnya.
"Kenapa menangis lagi?" tanya Steven lembut sembari menghapus air mata Sheila dengan ibu jari tangannya.
Sheila tidak mampu menjawab. Hanya isakannya yang terdengar. Steven menarik Sheila ke dalam pelukannya lagi.
"Kau merindukan ayah dan bunda-mu?"
Sheila mengangguk sambil terisak di dada Steven.
"Besok kita ziarah ke makam mereka. Sekarang sudah malam, kau harus istirahat, ya" bujuk Steven.
Sheila kembali mengangguk.
"Tidurlah," kata Steven sambil terus memeluk Sheila.
Perlahan Sheila mulai tenang. Hatinya merasa nyaman, dilindungi dan disayangi. Sampai akhirnya dia pun tertidur.
Entah apa yang ada di pikiran Steven. Dia hanya tahu, ketika melihat Sheila menangis hatinya ikut merasakan sakit. Ada perasaan ingin melindungi yang begitu besar dia rasakan.
Mendengar nafas Sheila yang mulai teratur di pelukannya Steven menghela nafas pelan. Steven mengecup pelan puncak kepala Sheila, lalu dia pun mulai memejamkan matanya. Malam ini Steven tidur sambil memeluk Sheila.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
»𝆯⃟ ଓε»°CaCha_iC🄷a°«࿐𓆊
mampir ka', semoga sukses selalu
2022-07-18
4
🍁𝕬𝖓𝖉𝖎𝖓𝖎•𖣤᭄æ⃝᷍𝖒❣️HIAT
mampir ka
2022-07-18
2
¢ᖱ'D⃤ ̐NOL👀ՇɧeeՐՏ🍻
Sheila & Steven yg berpelukan knp aku ikutan deg2 serrr... hadeuh jomblo mlipir 😅
2022-07-04
3