Sesuai rencana, pagi ini setelah sarapan Steven dan Sheila berziarah ke makam Ayah Jason dan Bunda Miranda. Steven menyetir mobilnya sendiri kali ini.
"Assalamu'alaikum Ayah... Assalamu'alaikum Bunda..."
Sheila lalu berjongkok, membersihkan makam kedua orang tuanya sembari bercerita. Sheila mengoceh menceritakan banyak hal, seakan kedua orang tuanya masih hidup dan bisa mendengarkan semua ceritanya.
Ada rasa haru menyusup di hati Steven. Melihat bagaimana Sheila begitu menyayangi kedua orang tuanya yang sudah meninggal. Meski raut kesedihan di wajah cantik itu juga sangat terlihat jelas.
Setelah selesai berziarah Steven dan Sheila mampir ke rumah Jefri.
"Assalamu'alaikum Ayah... Bunda..." sapa Sheila ceria kepada Jefri dan Sarah yang sedang duduk di ruang tamu.
"Wa'alaikumsalam," jawab keduanya sambil menoleh.
"Eh, anak Bunda dateng. Apa kabar sayang? Bunda kangen banget tau nggak," kata Sarah sambil memeluk Sheila penuh sayang.
Melepas pelukan, Sheila kemudian mencium punggung tangan Sarah dan Jefri, diikuti Steven di belakangnya.
"Alhamdulillaah kami baik Bun. Bunda sama Ayah gimana kabarnya? Kak Max sama kak Leon mana Bun?"
"Alhamdulillaah kalau gitu. Ayah sama Bunda juga baik nak. Dan kakak-kakak kamu-"
"Wooiii Maemunah, inget rumah juga Lo," seru Max memotong ucapan Sarah sambil berlari menuruni tangga disusul Leon di belakangnya.
"Iiisshhh kak Max mah," rajuk Sheila tapi justru langsung memeluk Max begitu kakaknya itu sampai di depannya.
Setelah selesai acara pelukan dan bersapa kabar mereka semua lalu duduk di sofa.
"Shei mumpung Lo lagi disini buatin kita cake coklat lumer itu dong," pinta Max.
"Wah, boleh juga tuh. Ayah juga udah kangen sama cake buatan kamu nak."
"Lo juga pasti ingin nyobain kan Steve?" tanya Leon.
"Dijamin ketagihan deh," sambung Max.
"Boleh," jawab Steven sambil tersenyum kecil.
"Iya deh Sheila buatin dulu. Bahan-bahan ada kan Bun?"
"Ada kok sayang. Yuk Bunda bantuin."
"Oke Bun. Mas istirahat aja ya di kamar, pasti masih capek kan. Semalem Mas sampai rumah kan malem banget," kata Sheila pada Steven.
"Iya nak, kamu istirahat aja di kamar. Pasti capek baru pulang dari Kalimantan," imbuh Jefri.
"Baik Yah. Kalau gitu Steven pamit ke atas dulu ya."
"Tenang aja, nggak akan kita abisin kok cake-nya," canda Max.
"Apaan sih kak," kata Sheila dan semua lalu tertawa.
Selesai membuat cake dan membantu memasak untuk makan siang Sheila naik ke atas menuju ke kamarnya. Membuka pintu perlahan, nampak Steven yang masih terlelap di atas ranjang.
Ingin merenggangkan sebentar otot yang sedikit pegal Sheila kemudian ikut membaringkan tubuhnya di atas ranjang. Beberapa menit kemudian, tiba-tiba saja Steven menggeliat. Memiringkan tubuhnya lalu mengangkat tangan dan memeluk Sheila seperti guling.
Tubuh Sheila menegang, kaget, bahkan sampai menahan nafasnya selama beberapa detik. Merasa nyaman Steven tanpa sadar justru mengusel di lengan Sheila. Membuat Sheila semakin serba salah. Ingin menyingkirkan tangan Steven, tapi takut mengganggu tidur nyenyak suaminya itu. Tapi jika dibiarkan tetap seperti ini, Sheila khawatir dengan kondisi jantungnya yang berdetak sangat cepat saat ini.
'Tuhan, bagaimana ini? Astaga jantungku, kenapa seperti ini?'
Merasa tidak enak membangunkan Steven, Sheila mendiamkannya. Tapi entah kenapa justru Sheila sendiri merasa nyaman dipeluk Steven seperti ini. Lama kelamaan, karena merasa lelah juga, Sheila pun ikut terlelap bersama Steven.
Sekitar satu jam kemudian, semua sudah berkumpul di meja makan. Tapi Steven dan Sheila belum turun juga.
"Gimana Yah? Dipanggil atau ditinggal saja?" tanya Sarah pada suaminya.
"Panggil aja deh Bun, mungkin mereka ketiduran."
"Iya kalau ketiduran, kalau mereka lagi anu-anu gimana?" celetuk Max.
"Hush, kamu itu, kayak tau aja," balas Leon menimpali.
"Hei kalian berdua ini ngomong apa sih. Udah ah Bunda mau panggil mereka dulu."
Sarah lalu naik ke atas menuju ke kamar Sheila.
Tok. Tok. Tok.
"Sheila, Steven, makan siang dulu nak," panggil Sarah dari depan pintu.
Belum ada jawaban, Sarah kembali mengetuk pintu dan memanggil Sheila dan Steven. Akhirnya Steven yang lebih dulu menggeliat dan mulai membuka mata. Dan dia terkejut melihat posisi tidurnya saat ini yang tengah memeluk Sheila.
"Sheila, Steven, nak kita makan siang dulu yuk."
Steven tersadar dari keterkejutannya. Dia lalu mengguncang bahu Sheila perlahan.
"Sheila, bangun."
"Mmmmhhh," gumam Sheila sambil menggeliat pelan lalu mulai membuka matanya.
"Bunda," kata Steven memberi tahu dan Sheila yang kaget langsung membuka matanya lebar-lebar.
"Sheila, Steven, makan siang dulu nak."
"I-iya Bun. Bentar lagi kita turun," jawab Sheila gugup.
"Ya sudah, Bunda tunggu di bawah ya."
"Iya Bun."
Sarah lalu kembali turun ke bawah. Sementara di dalam kamar, kecanggungan terjadi di antara Sheila dan Steven.
"Maaf, tadi..." Steven tidak jadi melanjutkan perkataannya. "Aku cuci muka dulu."
"I-iya Mas."
Selesai mencuci muka, Steven dan Sheila lalu turun bersama menuju meja makan.
"Cie cie, pengantin baru, ngapain aja tuh berduaan di kamar? Dari tadi ditungguin nggak turun-turun," goda Max.
"Max, udah," tegur Jefri.
Sheila mendelik tajam ke arah kakaknya yang sedang tertawa cekikikan. Mereka lalu makan siang bersama dengan tenang. Tapi sesekali Max masih terkikik pelan, membuat Sheila langsung mendelik tajam ke arahnya. Selesai makan Sheila hendak membantu membereskan meja makan, tapi ditahan oleh Sarah.
"Kamu belum sholat Dzuhur kan? Sana sholat dulu sama suami kamu."
"Eh, i-iya Bun."
"Habis sholat turun lagi, jangan **n*dekem aja di kamar. Entar cake-nya kakak abisin lho," goda Max lagi.
"Uhuk uhuk," Steven sampai tersedak air minumnya sendiri.
"Kak Max!!!"
"Udah dong Max, jangan godain adikmu terus. Sheila, Steven, sana sholat dulu."
"Iya Bun," jawab Sheila dan Steven bersamaan.
Sheila dan Steven lalu naik kembali ke kamar dan melaksanakan sholat Dzuhur berjamaah. Selesai sholat mereka turun lagi ke bawah dan bergabung dengan yang lain di ruang keluarga.
"Sini nak, duduk sini sama kita," ajak Jefri.
"Cobain nih cake coklat bikinan istri kamu," kata Sarah pada Steven setelah mereka duduk di sofa.
"Iya Bun."
Steven lalu menyendok cake di piring kecilnya. "Hmm, ini enak banget Bun," puji Steven sesuai kenyataan.
"Sheila yang buat nak bukan Bunda," kata Sarah sambil tersenyum.
"Eh iya, maaf," balas Steven sedikit canggung. "Cake-nya enak," kata Steven kepada Sheila.
"Terima kasih. Mas suka?"
Steven hanya mengangguk sambil tersenyum. Mereka lalu melanjutkan menyantap cake sambil berbincang-bincang.
Steven merasa nyaman bersama keluarga Jefri. Disini dia merasakan kehangatan dan kasih sayang yang jarang sekali dia dapatkan di rumahnya.
Dan setiap kali matanya melihat Sheila tanpa sengaja, Steven kembali teringat kejadian saat dia bangun tidur tadi. Bisa-bisanya dia tidur sambil memeluk Sheila. Tapi anehnya, justru Steven merasa kalau tadi adalah tidur siang ternyenyak yang pernah dia rasakan. Hatinya juga selalu berdebar-debar kalau mengingat kejadian tadi. Ada apa dengan hatinya? Perasaan apa yang dia rasakan saat ini?
# ndekem : berdiam di satu tempat dalam waktu yang cukup lama.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
🍁𝕬𝖓𝖉𝖎𝖓𝖎•𖣤᭄æ⃝᷍𝖒❣️HIAT
lanjut ka
2022-07-11
2
¢ᖱ'D⃤ ̐NOL👀ՇɧeeՐՏ🍻
sdh ada getar2 aneh tuh di antara Steven & Sheila. cinta kah??? seperti pepatah Jawa.. tresa jalaran saka kulina... terbiasa bersama akhirnya tumbuh rasa cinta... uuhhhh.. semoga..
2022-07-04
2
🍁MulaiSukaSamaKamu(tyas)✅
tuh kan si Steven mulai jatuh cinta sama Sheila
2022-06-13
3