Steven membuka pintu kamar perlahan. Terlihat Sheila sedang duduk di tepi ranjang dengan handphone menempel di telinganya.
"Iya Bun, Sheila pasti jaga diri baik-baik. Bunda nggak perlu khawatir."
Steven masuk kemudian menutup pintu kamar. Meletakkan tas di meja lalu duduk di sofa dan menyandarkan kepalanya. Terlihat sangat lelah.
"Sheila tutup dulu ya Bun, lain kali kita sambung lagi... Iya Bun... Iya kapan-kapan Sheila dateng Bun... Assalamu'alaikum Bun."
Setelah menutup sambungan telepon dengan bundanya Sheila beranjak mengisi gelas kosong di atas nakas dengan air putih lalu menyerahkannya pada Steven.
"Diminum dulu Mas."
Steven tidak menjawab, tapi dia mengambil gelas dari tangan Sheila dan meminum airnya hingga tandas. Sheila menerima gelas yang sudah kosong dan meletakkannya kembali ke atas nakas.
"Aku bantu lepasin sepatunya ya Mas," kata Sheila lalu berjongkok mulai membuka sepatu Steven.
Tidak ada penolakan dari Steven, entahlah mungkin dia benar-benar merasa lelah saat ini hingga menerima begitu saja segala bentuk perhatian dari Sheila.
"Udah makan malam Mas?"
Steven hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Aku siapin air hangat buat mandi yaa."
Lagi-lagi Steven hanya mengangguk. Sheila lalu berdiri, meletakkan sepatu di tempatnya, kemudian bergegas ke kamar mandi menyiapkan air hangat untuk suaminya.
"Airnya udah siap Mas."
Steven beranjak dari sofa. Sheila mengekor di belakangnya.
"Besok jadi ke Kalimantan Mas?"
Lagi-lagi hanya mengangguk.
"Mau aku bantu buat packing bajunya?"
Steven berhenti melangkah, berpikir sejenak.
"Boleh," jawabnya kemudian.
"Apa aja yang mau dibawa Mas?"
"Siapin aja 3 stel baju formal dan baju santai juga."
"Iya Mas."
Steven masuk ke kamar mandi dan Sheila mempersiapkan baju-baju untuk suaminya, kemudian memasukkannya ke dalam koper kecil.
Keluar dari kamar mandi, Steven tidak melihat Sheila di walk in closet lagi. Tapi dia melihat koper kecilnya ada di atas meja. Penasaran dia mendekat dan membukanya. Sedikit terkejut karena ternyata apa yang dipersiapkan Sheila sesuai dengan apa yang dibutuhkannya nanti. Seulas senyum tersungging di bibirnya.
Sheila duduk di tepi ranjang menunggu Steven. Setelah melihat suaminya keluar dia lalu mendekatinya.
"Mas, kita sholat isya' berjamaah ya," ajak Sheila memberanikan diri.
"Kamu duluan aja," jawab Steven setelah terdiam sejenak.
"Kenapa Mas? Tiga hari ini setiap kali aku ajakin sholat bareng Mas selalu menolak."
Steven terdiam cukup lama. Pikirannya menerawang. Dia belum yakin pada dirinya sendiri, bisakah dia menjadi imam sholat untuk Sheila?
Seakan mampu membaca isi pikiran suaminya, Sheila tersenyum lembut. "Jangan pernah takut akan sesuatu hal yang belum pasti Mas."
Steven terperanjat dengan ucapan Sheila. Ditatapnya mata jernih istrinya itu.
"Tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini. Aku juga masih belajar Mas. Jadi jangan pernah merasa rendah diri. Kita belajar sama-sama ya Mas. Aku ambil wudhu dulu, kita sholat berjamaah ya Mas."
Steven diam tidak menjawab. Sheila masuk ke kamar mandi dan berwudhu. Keluar dari kamar mandi dia melihat Steven masih berdiri di tempatnya tadi.
"Mas wudhu dulu ya, biar aku siapin semuanya," kata Sheila sambil tersenyum lembut.
Entah kenapa Steven menurut. Dia lalu masuk ke kamar mandi dan berwudhu. Setelah selesai dia keluar dari kamar mandi. Sheila sudah menunggunya. Dalam balutan mukena putih, wajah cantik itu tersenyum lembut, membuat hati Steven menghangat.
"Aku takut kamu kecewa."
"Kenapa harus kecewa Mas?"
"Aku mungkin belum bisa menjadi imam yang baik untukmu."
Lagi-lagi Sheila tersenyum lembut.
"Kita belajar sama-sama ya Mas, untuk menjadi lebih baik lagi. Bismillah Mas."
Steven menghela nafas pelan. Mengucapkan niat di dalam hati. "Bismillaah hirrohmaan nirrohiim. Alloohu akbar," terangkat tangan melakukan takbiratul ihram.
Di belakangnya Sheila mengikuti dengan takdzim. Malam ini untuk pertama kalinya mereka berdua melakukan sholat berjamaah. Sheila sengaja tidak sholat isya' lebih dulu dan menunggu Steven pulang dulu tadi.
Suara Steven melantunkan ayat-ayat Al Qur'an ternyata cukup merdu, membuat hati Sheila bergetar. Selesai salam Sheila beringsut maju, mengambil tangan kanan suaminya kemudian menciumnya dengan takdzim.
Ada perasaan hangat mengalir ke sekujur tubuh Steven mendapat perlakuan seperti itu dari Sheila. Jantungnya berdetak lebih kencang, perasaan asing dia rasakan di hatinya. Entah apa itu. Belum pernah Steven merasa ditinggikan, dihormati, dan mendapat perhatian seperti ini.
Sementara Sheila, dia mencoba melakukan perannya sebagai seorang istri dengan baik. Entah bagaimana kedepannya kehidupan pernikahan ini, tapi baginya sekarang dia hanya harus menjalaninya sebaik mungkin. Mungkin dia memiliki perjanjian dengan Steven tentang pernikahan ini. Tapi bukankah kita tidak bisa membohongi Tuhan? Sheila hanya tidak ingin berbuat dosa, yang mungkin juga akan ikut ditanggung oleh kedua orang tuanya yang telah meninggal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
¢ᖱ'D⃤ ̐NOL👀ՇɧeeՐՏ🍻
nyesek wehhh 😥 sementara Sheila slalu menjalani semuanya dg iklhas & tulus.. mengatasnamakan Tuhan.. tp bagaimana dg Steven??? mungkin saat ini Steven masih dibutakan oleh Nila. tp gk tau jg dg besok ataupun lusa.. pasti ada hikmah di balik itu semua. entah dg Nila, tp sepertinya dia bukan wanita baik2..
2022-07-04
2
🍌 ᷢ ͩˡ Murni𝐀⃝🥀
akhirnya Steven mau juga menjadi imam sholat bareng Sheila istrinya👍🥰🥰🥰
2022-02-26
1
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦🅢🅦🅔🅔🅣ᵃⁿᵍᵍᶦ
bodoh banget steven,,,mau cari istri yg bagaimana coba,,,sheila begitu baik perhatian dan tulus sama kamu,,,blm tentu juga pacar kamu akan bersikap seperti sheila,,,,jangan sampai penyesalan datang menghampirimu suatu saat,,,,,.
2022-02-01
1