Suara adzan subuh yang berkumandang sayup-sayup terdengar.
"Mas, bangun. Sholat subuh dulu yuk," sedikit canggung Sheila menggoyangkan bahu Steven pelan.
"Apa sih, aku masih ngantuk," setengah sadar Steven menjawab sambil menggeliat.
"Nanti boleh dilanjut lagi Mas, tapi sekarang bangun dulu. Mas ..." kata Sheila lembut sembari menggoyang bahu Steven lagi.
Steven terhenyak dan langsung membuka mata, menyadari bahwa suara lembut yang membangunkannya berasal dari Sheila, istrinya, gadis yang semalam tidur seranjang dengannya.
"Maaf membuat Mas kaget," sesal Sheila. "Aku wudhu duluan ya Mas," pamitnya lalu turun dari ranjang dan menuju kamar mandi.
Steven mendudukkan tubuhnya. Hatinya merasa sedikit ragu, jujur dia sering melupakan dan meninggalkan satu kewajibannya kepada Tuhan ini. Selama ini tidak ada yang mengingatkan atau mengajaknya. Apa dia masih bisa?
Sheila keluar dari kamar mandi, mendapati Steven yang sudah duduk di pinggir ranjang.
"Kamu duluan aja ya," Steven sedikit mengelak, merasa belum siap dan belum pantas menjadi imam sholat Sheila.
Sheila sedikit terkejut, tapi kemudian mengangguk, mencoba berpikir positif.
Steven keluar dari kamar mandi bersamaan dengan Sheila yang melipat mukenanya, cukup lama tadi dia di kamar mandi.
"Udah aku siapin sajadahnya Mas. Aku keluar dulu ya, mau bangunin kak Max sama kak Leon, habis itu bantuin Bunda masak," pamit Sheila.
Steven mengangguk kecil.
Selesai sarapan pagi Sheila menyiapkan barang-barangnya yang akan dia bawa pindah ke rumah Steven, termasuk buku-buku kuliahnya. Kebetulan ini hari Sabtu jadi semua masih berkumpul di rumah, melepas kepergian Sheila.
"Ayah Sheila pamit ya, jangan terlalu capek, Ayah harus selalu jaga kondisi," pamit Sheila sambil memeluk Jefri.
"Iya sayang, kamu juga jaga diri baik-baik ya di rumah mertua kamu," jawab Jefri dibalas anggukan dan senyum manis dari Sheila.
"Bunda ..." Sheila menghambur memeluk Sarah.
"Jaga diri baik-baik, nurut sama suami dan mertuamu ya nak," pesan Sarah.
"Iya Bun."
Sheila lalu beralih kepada kedua kakaknya, memeluk Max dan Leon bergantian.
"Sheila pamit ya kak. Mulai besok pasang alarm biar nggak telat bangun subuhnya."
"Iya-iya, akhirnya kuping kakak aman nggak dengerin kamu cerewet lagi pagi-pagi bangunin kakak," canda Max.
"Ishhh kak Max, orang dibilangin serius malah bercanda," bibir Sheila sudah mengerucut.
"Tenang aja kalau mereka susah bangunnya biar Bunda siram pake air."
"Nah itu baru betul Bun, setuju aku," Sheila tertawa ringan menanggapi perkataan Sarah.
"Apaan sih Bun," kesal Max.
"Makanya buruan dihalalin kak Sylvia nya, biar punya alarm pribadi," kata Sheila lalu cekikikan.
"Apa sih dek, usil aja sukanya," balas Max sedikit malu.
"Yee, dibilangin juga malah gitu."
"Udah-udah, kalian ini kebiasaan ya," lerai Leon.
Max mengelus puncak kepala Sheila. "Baik-baik disana ya dek, kalau ada apa-apa jangan lupa hubungin kakak."
"Kami selalu mendo'akan yang terbaik buat kamu dek," sambung Leon.
Sheila tersenyum dengan mata yang sudah berkaca-kaca, Max memang jahil tapi dia juga yang akan berdiri paling depan dan selalu ada untuk Sheila, begitu juga dengan Leon.
"Semuanya kami pamit dulu ya," kata Steven.
Sheila mencium tangan Jefri dan Sarah, Steven terpaksa mengikutinya. Agak canggung, karena Steven sudah lama tidak berpamitan dengan mencium tangan seperti itu. Mereka lalu naik ke dalam mobil yang menjemput mereka.
Lambaian tangan dan air mata Sarah mengiringi kepergian mobil mereka. Di dalam mobil Sheila juga sempat menitikkan air mata tapi segera dihapusnya. Steven hanya diam, mencoba memahami apa yang dirasakan Sheila. Berpisah dengan keluarga pasti bukan hal yang mudah.
Sesampainya di rumah Ricko.
"Pak Damar tolong barang-barangnya dibawa masuk ke kamar saya ya," perintah Steven.
"Baik Den," jawab Pak Damar sopir pribadi Steven dengan hormat.
Steven dan Sheila turun dari mobil lalu masuk ke dalam rumah.Di ruang keluarga Ricko dan Amelia sedang duduk santai menunggu mereka sambil menonton televisi.
"Assalamu'alaikum," sapa Sheila.
"Wa'alaikumsalam, eh sudah datang ya. Sini nak, duduk dulu sama Papa sama Mama," kata Ricko.
Sheila mencium tangan Ricko dan Amelia lalu duduk di sofa. Melirik sedikit ke arah Steven yang langsung duduk tanpa mencium tangan kedua orang tuanya.
Ricko yang menyadari hal itu. "Udah nggak pa-pa, Steven memang tidak terbiasa cium tangan, tapi mungkin setelah ini kamu bisa membuatnya jadi terbiasa."
Sheila hanya tersenyum canggung menanggapi.
"Mama capek mau istirahat dulu di kamar," setelah berkata demikian Amelia langsung berdiri dan berjalan menuju kamar tanpa mendengar persetujuan siapapun.
"Maa ..." Ricko berusaha menghentikan.
"Biarin ajalah Pa, mungkin Mama masih butuh waktu," kata Steven.
Sheila sudah merasa ada yang tidak beres sejak acara sungkeman kemarin, tapi tetap berusaha ditepisnya segala prasangka buruk.
Ricko menghembuskan nafas kasar. "
Maafin Mama ya nak. Lebih baik kalian juga istirahat, masih harus beberes juga kan?"
"Ya udah, kita naik dulu Pa," pamit Steven.
"Sheila duluan ke kamar ya Pa."
Ricko mengangguk sambil tersenyum. Setelah anak dan menantunya pergi dia memijat pelipisnya, entah harus bagaimana lagi membujuk istrinya yang keras kepala itu.
Dari awal Amel menentang perjodohan ini, dia bilang sudah bukan jamannya lagi jodoh-jodohan seperti ini, dan lagi mereka juga belum mengenal sifat dan kepribadian calon menantunya itu. Tanpa diketahui oleh siapapun, sebenarnya Amel memiliki alasan tersendiri di balik penolakannya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
◌ᷟ⑅⃝ͩ●ιиɑ͜͡✦MojiU୧⍤⃝💐≁
tunggu deh... ada apa sama mamanya Steven?
2023-08-13
1
◌ᷟ⑅⃝ͩ●ιиɑ͜͡✦MojiU୧⍤⃝💐≁
kasian dua dua nya tidak menikmati malam Pertama nya
2023-08-13
1
🍁𝕬𝖓𝖉𝖎𝖓𝖎•𖣤᭄æ⃝᷍𝖒❣️HIAT
mampir ka
2022-07-11
2