“Naina, kita sudah sampai di rumahmu, kamu istirahat yah, aku akan langsung pulang.” Kataku pamitan.
“Iya, Mas Farel hati-hati di jalan, kabarin kalau sudah sampai di rumah.” Ucapnya sambil tersenyum.
“Iya.” Jawabku memutar balik motorku, aku ingin meninggalkan rumah Naina lalu pulang.
“Mas Farel...” Panggil Naina kepadaku, aku menoleh lagi melihatnya.
“Iya.” Kataku.
“Terimahkasih yah buat malam yang indah ini.” Ucapnya pelan.
Aku tersenyum, “Iya, sama sama Naina, terimahkasih juga, aku pergi yah.” Kataku.
Naina masuk ke dalam rumahnya, dia sendirian di rumah karena nenek Sum sudah pulang ke rumahnya, Naina tersenyum saat mengingat kenangan hari ini.
“Semoga kamu bisa mencintai aku Mas, dan kita bahagia.” Ucap Naina sambil mengganti pakaiannya lalu tidur.
***
Pagi hari ini aku akan pergi ke kantor, Ibuku memasak makanan untukku sebab Ayah sudah pulang dan Ibu sudah punya waktu lagi untuk memanjakan perutku.
“Makan dulu sebelum kerja Nak.” Ucap Ibuku, dia memang sangat protektif apalagi urusan perut dan makanan.
“Baik Bu.” Ucapku sambil menyantap makanan yang sudah dihidangkan ibuku. Dan ayahku masih tidur.
“Bu, Farel pergi kerja dulu, salam sama Ayah kalau Ayah sudah bangun.” Kataku pamit setelah sarapan habis.
“Ya Nak, selalu berdoa sebelum beraktifitas.” Ucap Ibuku.
“Andai dia tahu pekerjaanku kotor, apa dia masih akan menyuruhku berdoa sebelum bekerja?” Tanyaku dalam hati lalu pergi.
Di kantor, kantor Pak March memang ada beberapa, salah satunya ada di dalam rumahnya dan kantor yang lain ada di tempat lain. Setiap pagi aku selalu datang ke kantor yang ada di rumah Pak March, karena pagi-pagi dia masih ada di rumah, dan aku harus siap sedia saat dia ingin bepergian.
Aku melihat Paula tampak cemberut, dia masih kesal karena Ayahnya membawa wanita lain lagi ke rumah tadi malam. Dia membanting pintu kamarnya, makan sarapan yang sudah disiapkan bibik.
“Selamat pagi Nona cantik.” Sapaku.
Dia hanya diam, tumben dia tidak galak, begitulah yang aku pikirkan dalam hati. Lalu aku duduk di sebuah kursi, yang sedikit jauh dari meja makannya.
Paula tidak menghabiskan sarapannya, dia pergi tanpa pamitan kepada Papi ataupun Bibik ataupun Aku yang ada di rumah itu. Aku lihat dia masuk ke dalam mobil dengan wajah kesal.
“Dia pergi dengan memakai baju biasa, sepertinya dia tidak akan ke kampus, bajunya terlihat kurang sopan kalau mau ke kampus.” Ucapku dalam hati.
Aku lihat Sheila keluar dari dalam kamar Pak March pagi itu, aku masih melihat bajunya sama seperti yang dikenakan Sheila kemarin sore, dan rambutnya agak lecek dan awut-awutan.
“Sheila nginap di sini?” Gumamku dalam hati.
Setengah jam kemudian, Pak March Jacob keluar dari dalam kamarnya, seperti biasa dia sudah tampak rapi, bersih dan wangi. Dia memang sangat mengutamakan penampilannya, aku tidak pernah melihat dia tidak rapi.
“Selamat Pagi Pak.” Ucapku menyapa.
“Pagi, Farel. Kamu sudah tiba rupanya.” Ucapnya.
“Iya Pak. Jawabku singkat.
“Bik, dimana Paula? Dia belum bangun ya?” Tanya Pak March.
“Sudah Pak, Non Paula sudah berangkat barusan.” Jawab Bibi.
“Kok gak pamit sama saya? Biasanya kan dia minta uang jajan. Dan bukannya hari ini di sudah izin gak masuk kampus karena kakaknya Dave akan bertunangan?” Ucap Pak March.
“Kurang tahu juga Tuan, mungkin karena Tuan masih tidur, jadi Non Paula gak mau ganggu. Tadi Non Paula gak bilang apa-apa sih ke bibik.” Jawab Bibi.
“Gak biasanya tu anak begitu.” Lirih Pak March.
Para tamu undangan berdatangan, dan Pak March sudah siap untuk merayakan pertunangan anak laki-lakinya.
“Dave, kamu cakep sekali memakai jas ini.” Puji Pak March.
“Terimahkasih Papi, dimana Paula? Dia sudah siap?” Tanya Dave.
“Dia mungkin ke Salon.” Ucap Pak March.
Joanna dan keluarganya sudah sampai di rumah Pak March, dekorasi yang indah meghiasi ruang aula rumah itu. Rumah Pak March memiliki Aula yang sering digunakan untuk perayaan pesta.
“Selamat datang Joanna calon menantu saya.” Ucap Pak March.
Penggabungan dua keluarga ternama, dan kaya menjadi simbol kekuatan dalam ikatan dalam hubungan mereka. Aku melihat Joanna sedang bersama Dave.
“Farel, ambilkan foto kami dong, mau buat di profil.” Ucap Dave.
“Baik.” Jawabku.
Orangtua Joanna melihatku, mereka sangat mengenaliku namun mereka sengaja bersikap seolah tidak mengenaliku, mungkin mereka sudah diajari oleh Joanna, pikirku seperti itu.
“Ngapain gembel itu di sini Pah?” Tanya Mama Joanna berbisik kepada papa Joanna.
“Sepertinya dia pelayan di sini, dia juga sejak tadi di suruh-suruh.” Ucap Papa Joanna.
“Dasar gembel.” Ucap Mama Joanna sambil melirik ke arahku.
Acara pertunangan belum mulai, dan March Jacob terlihat resah karena sejak tadi ponsel Paula tidak dapat dihubungi, March Jacob memintaku mencari Paula.
“Kemana aku harus mencari Paula? Ayah dan anak sama aja suka nyusain.” Ucapku sambil menelusuri jalanan.
Joanna mencari sosok Farel di setiap sudut ruangan, “Kemana Farel? Kenapa dia tidak ada? Apakah dia tidak sanggup menyaksikan pertunanganku?” Tanya Joanna dalam hati.
Minuman disajikan dan diberikan kepada tamu undangan, beberapa rekan kerja March memilih untuk meminum anggur sebelum acara dimulai.
“Kita bersulang dulu merayakan pesta Dave Jacob.” Ucap tamu undangan.
Dave berdansa dengan Joanna membuat semua tampak terpukau, “Pasangan yang serasi, ganteng dan cantik.” Ucap tamu undangan.
“Pah, serasi banget yah mereka.” Ucap mama Joanna.
“Ya Mah, Joanna cantik seperti mama.” Ucap Papa Joanna.
March Jacob mendengar pujian calon besannya, lalu mendekati mereka. “Kalian sudah makan makanan pembuka? Kenapa tidak cicipin dulu, ini coklatnya import turki.” Ucap Pak March Jacob.
“Iya Pak, terimahkasih. Keluarga kami semuanya puas dengan makanan dan minuman di sini.” Ucap Mama Joanna.
“Semua ini bukan apa-apa, Joanna kan menantu saya, sudah sepantasnya saya memperlakukannya seperti Ratu.” Ucap Pak March Jacob.
“Terimahkasih, Joanna beruntung sekali memiliki Papa mertua yang seperti Pak March.” Ucap Papa Joanna.
***
Aku sudah satu jam berkeliling mengitari jalanan, aku tidak mungkin pulang tanpa membawa Paula, aku coba menghubungi ponsel Joanna berulang kali.
“Akhirnya bisa dihubungi. Angkat dong.” Ucapku.
Paula mengangkat teleponku, sepertinya dia sedang menangis. Aku menanyakan dia ada dimana karena aku disuruh mencarinya.
“Untuk apa kamu mencariku?” Tanyanya.
“Nona Paula, sepertinya kamu sedang menangis, sebenarnya ada apa?” Tanyaku kepo.
“Sudahlah, kamu hanya pelayan dan kamu lelaki sama seperti lelaki brengs*k lainnya. Aku benci sama kalian.” Ucap Paula sambil menangis.
Aku melacak keberadaanya, Pak March pernah mengajariku cara melacak lokasi dari nomor ponsel, aku melacak keberadaan Paula.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Maria
seru
2022-03-21
0
rika sari
up
2021-02-10
0
Bucin22
was was
2021-02-08
0