Di pabrik, Dave sedang memerintah dan memeriksa kinerja para pekerja mereka, sikapnya sedikit arogan kepada para pekerjanya, membuat hatiku semakin geram.
Sebuah mobil yang sepertinya sangat aku kenali, “Mobil Joanna?” Tanyaku dalam hati.
Satu menit setelah aku mengamati kegiatan Dave, Joanna membawakan secangkir kopi untuk calon suaminya, hatiku sangat teriris melihat itu.
“Diminum kopinya Sayang.” Ucap Joanna sambil memberikan secangkir kopi hangat kepada Dave.
Dave tersenyum di sela-sela sikapnya yang arogan, dia sangat memperlakukan Joanna dengan baik saat ada di hadapanku. Dave menyeruput kopi yang diberikan Joanna, Joanna melirik ke kanan dan dia melihat aku berdiri di sana dengan calon mertuanya.
Joanna memandangiku terus, dia berlirih dan menyebut namaku, aku bisa membaca bahasa tubuhnya yang sedang kaget karena melihat aku ada di hadapannya.
March Jacob mengajakku menghampiri anak dan calon menantunya, “Kenalin ini Joanna calon menantu saya.” Ucap March Jacob kepadaku.
Aku hampir saja ingin mengatakan kalau aku sudah mengenal Joanna, namun Joanna dengan buru-buru mengatakan, “Hai... salam kenal.” Ucapnya sambil menyodorkan tangannya.
“Dia bisa bersandiwara, bahkan dia seolah tidak mengenalku? Aku sudah pernah bersamanya malam yang indah, dasar wanita murah*n.” Gumamku dalam hati.
Aku mengikuti sandiwara yang dibuat Joanna, sang mantan kekasihku.Aku berjanji tidak akan mengingat lagi tentangnya, kenangan kami akan aku buang di pabrik ini saat dia berbuat seolah tidak mengenalku.
“Oh iya, Farel... saya minta tolong dong, sebarkan undangan kepada rekan-rekan saya, dan saya sudah tulis listnya kok, kamu minta saja sama sekretaris saya nanti, dan setelah itu tolong belikan saya buket bunga yang paling bagus untuk acara pertunangan kami 3 hari lagi.” Ucap Dave memerintah aku, aku tidak bisa menolak karena dia adalah anak atasanku.
Aku tidak lagi mengindahkan dan menjaga image dan harga diriku di hadapan Joanna, kali ini aku bersedia untuk disuruh calon suaminya, memang benar levelku ada di bawahnya.
Joanna memandangku sepertinya dia sedikit kasihan denganku, tapi aku sama sekali tidak iba dengan pandangan itu, aku langsung melaksanakan tugas dari Pak Dave. Aku mengambil kartu undangan dan list juga alamat rekannya, ada 10 rekan yang akan aku datangi hari ini.
“Setidaknya aku tidak berada di Pabrik tempat Joanna berada, aku bisa bekerja dengan tenang, gak apalah hanya seperti orang suruhan saja.” Ucapku sambil menelusuri jalanan.
***
Naina semakin dekat dengan ibu dan ayahku, dia belajar memasak makanan kesukaanku dari ibuku, saat aku pulang ke rumah, aku melihat masakan yang sudah disajikan Naina.
“Siapa yang memasak? Bukannya ibu sedang di Rumah Sakit?” Tanyaku.
Naina sedang di belakang, dia sedang mengisi air ke dalam ember di belakang rumah, aku mendengar suara dari belakang rumah, aku lihat Naina sedang sibuk mengisi air dari dalam sumur ke ember.
“Naina, kamu ada di sini?” Tanyaku.
“Maaf Mas, aku gak tahu Mas udah pulang, tadi aku sengaja mengunci pintu dari luar supaya ibu bisa masuk ke dalam karena takutnya Naina gak denger saat ibu memanggil.” Jawabnya.
“Kamu ngapain? Ini kan cukup berat embernya, nanti pinggang kamu sakit loh.” Ucapku melarang Naina mengangkat ember berisi air.
“Gak apa Mas, Naina sudah terbiasa kok di rumah Naina seperti ini juga, oh ya Naina sudah masakin Mas makanan, Mas makan yah.” Ucap Naina.
“Makasih Naina. Mas makan dulu.” Kataku sambil mengambil piring dan sendok lalu makan.
“Masakan kamu enak sekali Naina, aku suka.” Ucap Farel.
Naina tersenyum manis, “Makasih Mas, oh ya Mas... Naina mau ke Rumah Sakit, mau anter makan siang ibu dulu, nanti kalau Mas keluar, jangan lupa kunci pintunya lagi yah.” Ucap Naina.
Ibu sudah memberikan kunci kepada Naina, sepertinya memang Ibu sudah sangat yakin dengan Naina, meskipun ibu dan aku tidak ada, dia bisa membersihkan rumah, memasak dan mengurus rumah dengan baik.
“Naina... tunggu!” Ucapku mencegah langkah Naina.
“Iya Mas, ada apa Mas?” Tanya Naina sambil menoleh ke arahku.
“Mas anterin kamu yah? Mas sudah mau selesai kok makannya.” Ucapku.
“Tapi bukannya Mas kerja?” Tanya Naina lagi.
“Kamu tenang aja, Mas juga pengen lihat keadaan Ayah di Rumah Sakit, dan setelah itu Mas akan kembali kerja, kebetulan bos Mas sedang perintahkan Mas anter undangan, jadi bisa manage waktu sendiri.” Ucapku menjelaskan kepada Naina.
Aku melihat paras Naina semakin cantik, mungkinkah aku sudah jatuh cinta kepadanya? Atau memang karena Naina sedikit mempoleskan make up ke wajahnya? Aku sedikit mulai merasa nyaman saat membawanya ke Rumah Sakit.
“Naina, maaf yah, cuma pake motor.” Ucapku.
“Memangnya kenapa dengan motor Mas? Naina nyaman kok.” Jawab Naina.
Dia memang selalu menerima aku apa adanya, dia selalu tersenyum dan dia tidak pernah mengeluh, aku semakin nyaman berada di dekat Naina, dan sepertinya aku akan memantapkan diriku untuk bersamanya.
“Naina, nanti malam kita jalan yuk.” Ajakku.
Aku memang sengaja mencoba mengajak Naina jalan bareng, aku ingin semakin dekat dengan Naina, kata orang dengan waktu semuanya bisa saling jatuh cinta, apa aku juga?
Naina setuju, dia tersenyum lagi, “Jam berapa Mas? Mas jemput Naina di rumah atau gimana?” Tanya Naina.
“Mas akan jemput Naina, jam 8 malam bisa?” Tanyaku.
“Bisa Mas.” Jawabnya.
“Nanti mas telepon kamu yah.” Ucapku.
“Iya, makasih yah Mas udah ajak Naina jalan, jujur Naina sangat senang.” Ucapnya.
“Mas juga senang.” Jawabku.
Setibanya di Rumah Sakit, aku melihat keadaan Ayahku semakin membaik, wajahnya mulai ceria dan bersemangat, dan aku memegang tangannya sudah tidak begitu dingin seperti kmaren lagi.
“Gimana keadaan Ayah?” Tanyaku.
“Ayah sudah semakin membaik, Nak. Kamu udah permisi kan sama Bos kamu? Nanti kamu dipecat loh karena meninggalkan kantor jam seperti ini Ucap Ayahku.
“Iya Nak, tadi malam kamu juga sudah begadang, kalau ada waktu seperti ini kamu manfaatin bobo Nak, kasihan kamu, kalau kamu sakit gimana?” Tanya Ibuku perhatian.
“Bu, aku ini bukan anak kecil lagi, dulu saat aku kecil memang ibu selalu memperhatikan dan menjaga kesehatanku, tapi sekarang ini giliran aku yang menjaga kesehatan ibu dan ayah.” Ucapku.
“Bu, ini Naina bawain makanan untuk Ibu, ibu makan yah.” Ucap Naina.
“Terimahkasi Nak.” Ucap Ibu tersenyum dan menyantap makanan yang dibawakan Naina tanpa basa basi lagi.
“Masakan calon mantu ibu enak banget, pokoknya Ayah harus cepat sembuh biar bisa cobain masakan calon mantu kita.” Ucap Ibuku.
“Makasih Bu, ibu bisa aja.” Ucap Naina sambil tersenyum malu.
Paula menghubungi aku, aku tidak tahu dari mana dia dapat nomor teleponku, katanya mobilnya mogok lagi, dan aku disuruh datang ke tempatnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Fitri Widya
ayo smgt
2021-02-24
0
Gina cayang eko
sumpah cerita ini bagus
2021-02-10
0
Mifa handayani
mantap thor
2021-02-09
0