Emosi pekat yang awalnya memancar akhirnya memudar sedikit demi sedikit. Dengan begini aku bisa berpikir dan bertindak dengan baik.
“...”
Tapi, bagaimana aku menanggapi ini? Menghadapi gadis berjubah yang sedang menodongkan pisau pada orang lain.
“Aa ...,” dengungku sambil berusaha berpikir kata apa yang tepat.
Apa aku tanya saja dengan santai seperti tak ada yang aneh?
“Jadi, ini lagi apa? Akting buat latihan pentas?”
Aku ingin sekali mendapat penjelasan dari gadis OSIS tadi. Dalam hati terdapat niat untuk memanggil, tapi aku belum tahu namanya. Sebelum keluar dari aula, belum sempat aku menanyakannya.
“...”
Gadis berjubah itu tidak bicara. Respons yang dilakukannya adalah menarik todongan pisau untuk disarungkan, lalu melirik ke arahku. Alih-alih membalas pertanyaan tadi, dia malah melongo melihat tangan dan pakaiannya sendiri.
*Whoush
Bingung?
Gelombang emosi muncul. Gadis berjubah itu mengeluarkan emosi yang terasa melambung dengan aroma jejamuan. Rasanya tidak begitu kuat, tapi cukup mengganggu di tengah kondisiku sekarang.
Aku melirik ke arah gadis OSIS. Dia masih memejamkan mata dan sepertinya tidak akan bangun untuk waktu yang lama. Tidak ada pergerakan emosi darinya, layaknya orang yang sedang tidur pulas.
Jika ini memang akting, seharusnya gadis OSIS itu membuka matanya dan menjelaskan ini padaku.
*Shine, shine, shine
Ngiiiing ....
Hn?
Suara bising yang konstan layaknya peringatan dari mesin error. Bunyi itu semakin keras sehingga aku dan gadis berjubah yang mendengarkannya pun menutup telinga.
Clink.
Sebuah cahaya terang muncul dari samping. Cukup menyilaukan hingga aku memicingkan mata, merentangkan tangan untuk melindungi penglihatanku.
“Woah!?”
Cahaya itu semakin besar. Bahkan terlalu terang untuk aku bisa melihat sumbernya.
“...!?”
Ketika aku memicingkan mata dan menghindari arah sumber cahaya tersebut. Tidak sengaja pandanganku mengarah ke gadis berjubah. Dia tidak bicara, tapi wajah dan semburan emosinya melambangkan kalau dia sedang panik.
Tapi ... apa ini?
Cahaya itu terasa seakan semakin mendekat. Terasa hangat dan lezat. Indra pembaca emosiku merasakannya seperti itu.
Ngiiiing ...
Suara melengking itu semakin keras. Frekuensinya semakin tinggi seakan dia mau meledak. Lalu ....
*Whoush ....
Ghuak!
Tubuhku terhempas, ada sesuatu yang membuatku jatuh. Aku tidak melihat akibat cahaya silau barusan. Tapi, yang pasti ada dorongan kuat kuterima di bagian dada. Rasa shock-nya membuat paru-paruku berhenti sejenak.
Aku bisa merasakan tubuhku terbaring. Namun, aku tetap tidak bisa menggerakkannya. Setiap ruas tubuhku seperti terputus dari kendali otak. Bahkan mataku sendiri masih tetap tertutup.
Hn?
Rasanya hangat. Aku merasakan ketenangan sekarang. Sesuatu yang sudah jarang kutemui, kondisi yang membebaskanku dari emosi negatif orang-orang.
Dalam pandanganku yang tertutup, muncul bayang-bayang bergerak layaknya film. Di sana aku melihat seorang laki-laki, dia cukup gagah dan tampak ceria dengan teman laki-laki lainnya. Sudut pandangku berada di tempat yang buruk, sekitar seperempat terhalang oleh tembok dan beberapa orang di samping. Namun, dari tempat dan lingkungannya, aku dapat memastikan kalau itu adalah sekolahku.
Aku sudah lama banget deket sama dia. Tapi, kenapa dia gak pernah sadar sama perasaanku. Kapan kamu sadar? Aku sudah tunggu kamu dari dulu.
He? Apa itu? Apa itu isi pikiran dari seorang gadis? Aku tidak bisa melihat orang dibalik kalimat tersebut. Bayang-bayang ini membuatku memandang dunia dari sudut pandang orang yang berpikir itu.
Sekelibat bayangan itu tiba-tiba hilang. Digantikan oleh bayangan dan latar baru.
Kenapa Kak Reza sudah gak kayak dulu. Dia sekarang malah lebih fokus sama basket dibanding main sama aku.
Lagi. Aku mendapat sudut pandang dari gadis lain yang sedang melihat pertandingan basket. Sepertinya orang tersebut adalah kekasih gadis ini. Dia melihat salah satu pemain basket dari samping lapang, duduk bersama dengan beberapa gadis lain.
Kembali berganti. Aku seperti diajak jalan-jalan oleh pikiranku sendiri.
Apa perasaan ini salah? Apa aku dilarang untuk bahagia? Jika memang aku tidak boleh mendapatkan cintanya, kenapa perasaan ini tumbuh begitu besar?
Kenapa? Dari semua orang yang kutemui, kenapa aku jatuh cinta padanya? Orang yang sudah punya kekasih.
Apa itu? Apa dia gadis OSIS barusan? Dia ternyata punya beban pikiran seperti itu, padahal waktu aku bertemu dengannya di aula, emosi bahagianya sangat jelas kurasakan.
Semua ingatan tersebut masuk ke dada dan kepalaku. Perasaan dan pemikiran mereka sekarang tertanam di tubuhku. Aku tahu apa yang mereka lalui dan mereka raih. Tidak semuanya berjalan mulus, tapi mereka sudah berusaha dan mendapat hasil yang menurut mereka memuaskan.
Cahaya putih mulai memudar, perlahan aku mulai mendapat sensasi tubuhku kembali. Ketika kesadaranku pulih, aku sudah tidak merasakan ledakan emosi yang sebelumnya ada di ruangan ini.
Hn?
Asam ...?
Kali ini emosi yang berbeda, emosi yang dialami orang pada umumnya, sebuah kepanikan kecil dan ketidakpastian menghadapi suatu kejadian.
Aku mencoba bangkit, mengubah posisi terlentang menjadi duduk. Dengan begitu aku bisa melihat sekeliling dengan lebih jelas.
Brrrh ....
Aku merasakan sendiku bergerak cepat pada satu waktu, disusul dengan sedikit dengung di telinga. Dari cemas, berganti takut.
Aku melihat gadis itu membeku melihat sebuah botol kaca yang kosong. Botol tersebut bukan stoples biasa, bentuknya terlalu kecil, lebih seperti botol parfum yang memiliki motif rumit bagai simetris berlian.
“...”
Dia melihatku.
“...”
Lalu berganti melihat botolnya lagi.
Sepertinya gadis berjubah itu masih tidak mengerti apa yang terjadi. Aku tidak bisa jelaskan, karena jika dia tidak mengerti, apalagi aku yang orang asing. Dari tadi aku masih menunggunya bicara untuk menjelaskan semua ini.
*Whoush ....
Dug, dugh ...
Heh!?
Gelombang emosi lainnya, kali ini sangat kuat. Aku merasakan pedas di mulut dan perih di pori-pori kulit. Mataku yang merasakan ini sampai mengeluarkan air mata.
Gawat.
Aku tahu ini. Aku tahu perasaan ini, hanya satu kejadian yang menimpaku ketika merasakan emosi ini.
Dug, dug ... dug, dug ....
Jantungku ikut terpacu. Darahku seakan naik dan menyalakan adrenalin. Semua gula di tubuh diproses menjadi energi dalam sekejap, aku bisa merasakan tubuhku menjadi ringan karena kerja insulin yang didobrak naik.
“HUAaaaAAaaKhHh ....”
Tiba-tiba dia berteriak. Cukup keras hingga membuatku terkejut mendengar itu dari gadis.
“Woa-woakh ....”
Bugkh.
Gadis berjubah itu berlari mendatangiku dengan memukulkan gagang pisau yang dia bawa. Wajah polosnya berubah menjadi sangar. Aku bahkan terkejut ada gadis yang bisa membuat wajah penuh urat seperti itu.
Karena refleks, aku menahan ayunan gagang pisaunya dengan kedua tanganku. Walaupun cuman gagang kayu, tapi tetap sakit jika benda tersebut dihantam ke muka.
Kemarahan. Ketika aku merasakan rasa pedas sekuat ini, maka adu jotos akan terjadi. Aku pernah menonton perkelahian, aku juga pernah membuat kesal teman priaku, dan hal yang serupa kurasakan sekarang.
“Pencuri ...,” kata gadis itu dengan suara serak. “Dasar pencuri!!”
Pencuri? Apa dia sedang membicarakanku—
Gkh, akh, akhgn ....
Kekuatan yang luar biasa. Dia secara brutal mendorongku dengan tenaganya. Membuatku semakin mundur dan terpojokkan.
Sial.
Nafasku mulai habis, tenagaku mulai melemah, kedua tanganku juga sudah kehabisan darah. Jika terus memaksa menahannya, tanganku mungkin akan patah.
Sebenarnya ada apa dengan gadis ini?
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 174 Episodes
Comments