Waktu sekolah sudah berakhir, kami semua bisa meninggalkan kelas pada jam tiga sore. Tapi, aku tidak melakukannya. Di saat-saat seperti ini akan sangat banyak orang berlalu-lalang. Apalagi di waktu sore, di mana emosi negatif tentang kelelahan meledak-ledak.
Walaupun hari ini aku harus membersihkan aula, tetap saja aku harus menunggu satu jam setelahnya untuk mendapat area kondusif. Di sekitar aula juga banyak orang, aku tidak bisa bekerja dengan banyak gelombang emosi negatif menyerang.
Aku bersiap keluar dari kelas, memasukkan barang ke tas, dan berjalan menuju spot diamku. Tempat itu lebih nyaman bagiku, terasa lebih sejuk dan lebih jauh dari keramaian. Tidak sedikit siswa yang berdiam diri di kelas hanya karena ingin bersama temannya lebih lama.
“Ivan,” panggil orang di belakangku, dari suaranya itu adalah Farrel, “kamu mau ke bersihin aula sekarang? Mau kubantu?”
Aku tidak merasakan rasa kebohongan atau sesuatu yang jelek seperti, ‘tolong tolak, ini cuman formalitas saja aku menawari bantuan’. Yah, tidak seperti itu, kurasa dia tulus.
“Aku bakal beresin aula mungkin jam empat atau jam lima ... dan kamu gak usah bantu, Rel. Ini tugas yang sudah aku ambil, tanggung jawab ada padaku.”
Orang yang mau menerima semua permintaan dan dengan bodohnya dimanfaatkan orang lain. Aku tidak mau membagi bebanku pada Farrel. Bisa jadi dia mulai mengeluarkan emosi negatif jika dia menampung sebagian pekerjaanku.
“Beneran?”
“Iya ... mending kamu urus saja urusanmu sendiri. Atau kalau mau pulang, pulang saja.”
“Kamu bilang kayak begitu tapi malah mau ngurusin kerjaan orang.”
“...”
Aku juga tidak suka seperti ini.
“Oke, terserah kamu. Tapi, kalau kamu beneran mau dibantu, bilang saja.”
Aku mengangguk untuk mengakhiri percakapan. Entah kenapa dia benar-benar mengkhawatirkanku. Rasa asam bercampur dengan bau obat merah muncul di mulut.
Asam adalah sinyal emosi orang yang sedang mengalami kecemasan. Sumber emosi tersebut banyak macamnya, untuk cemas yang didasari perasaan khawatir, mereka akan terasa lebih enak, gurih, dan tidak membuatku sakit. Berbeda dengan kecemasan dari orang yang menyembunyikan kebohongan, mereka akan terasa lebih pahit.
Tempat ternyaman di sekolah ini hanyalah kamar mandi. Di sana tidak ada perubahan emosi yang besar, orang-orang yang berlalu lalang cenderung ingin membuang hajat dan membasuh badannya.
Banyak yang bilang kalau aroma di sana tidak sedap, tapi itu tidak berasa apa-apa untukku. Bau yang encer dan tipis tersebut tidak sebanding dengan yang biasa kurasakan.
Aku menghabiskan waktu dengan bermain gadget di sana. Dan setelah satu jam berlalu, aku pun mulai menuju ke aula untuk menyelesaikan tugasku.
Sesuai dugaan, kondisi sekitar aula sudah lebih kondusif, rata-rata siswa sudah pulang ke rumahnya.
Hn?
Tapi, begitu aku sampai di depan pintu aula, ruangan itu sudah terbuka, menandakan ada orang di dalam. Aku melihat sepatu yang ditaruh di dekat pintu. Dari model sepatunya, bisa dipastikan kalau pemiliknya adalah seorang siswa.
Gubruk, bruk ....
Suara gaduh terdengar, itu seperti sebuah kursi yang digeser dan ditaruh dengan sedikit kasar. Apapun itu, aku bisa tahu kalau orang tersebut sedang melakukan tugas yang seharusnya kulakukan.
Aku mendekat ke pintu, mendekatkan tubuh dan melihat ke dalam aula. Di sana ada seorang gadis, aku tidak ingat namanya, tapi aku tahu kalau dia salah satu petugas OSIS.
“Hn? Ada apa? Kamu belum pulang?” tanya gadis tersebut yang sadar akan keberadaanku.
Kalau tidak salah, Nadya bilang aula ini dipakai oleh sekolah sebagai tempat seminar kemarin. Tugasnya yang dilempar padaku adalah membersihkan sampah dan membereskan kursi lipat untuk ditumpuk di sisi ruangan.
“Aku dari kelas A, tadinya aku mau datang gantiin Nadya buat bersihin aula.”
“Ah ... telat banget. Aku baru saja selesai.”
Benar. Aula yang kulihat sekarang sudah bersih. Jejak sampah gelas plastik dan kardus kotak nasi sudah tidak ada, kursi-kursi lipat yang seharusnya tersebar di seluruh ruangan pun telah rapi ditumpuk di samping.
“Nadya gak bilang kalau ada orang lain yang bersihin aulanya.”
“Iya, memang gak ada. Harusnya ini jadi hukuman dia gara-gara sering bolos OSIS. Tapi, aku kasihan biarin dia sendiri. Eh ... tapi waktu mau bantu dianya malah gak ada.”
Kenapa orang seperti Nadya bisa masuk jadi pengurus OSIS? Bukankah seharusnya orang-orang di sana diwajibkan punya tanggung jawab yang tinggi.
“...”
Harum? Segar?
Baiklah, kesampingkan tentang Nadya.
Aku sekarang mendapati rasa mint dan senyawa ester di mulut, semacam aroma buah-buahan. Ini adalah perasaan puas dan lega. Aku biasa merasakan ini pada orang yang baru saja menyelesaikan ujian sekolah. Perasaan yang melambangkan kalau dia terbebas dari sesuatu yang membebaninya.
Tapi, kami ada di awal bulan kedua pada tahun ajaran baru. Seharusnya tidak ada ujian besar yang kami kerjakan. Itu berarti, emosi yang dia pancarkan murni berasal dari urusan pribadinya.
“Kamu boleh pulang, kok. Bersihin aulanya sudah beres ini,” ucap gadis itu sambil berbalik dan melihat ke langit-langit.
“...”
Bohong.
Aku bisa merasakannya, mungkin dia masih mau melanjutkan pekerjaan ini ketika aku pergi. Karena refleks, aku mengikuti arah pandangnya ke atas.
Hmn ....
“Kamu mau bersihin jaring laba-laba di atas?” tanyaku yang melihat kekacauan tersebut, “mau aku bantu?”
“Eh, gak usah.”
“Gak apa-apa. Aku juga sudah terlanjur datang. Lagian kamu juga susah ‘kan bersihin yang tinggi-tinggi kayak begitu.”
Berdasarkan besar tubuhnya yang setara rata-rata wanita di Indonesia. Lebih mudah jika aku yang menyelesaikannya dan membuat dia cepat pulang.
Awalnya dia sedikit ragu. Tapi, dia mulai tergerak ketika melihat aku yang mulai menaruh barang di aula, tanda kalau aku tidak berniat pulang.
“Kalau begitu, kamu bisa ambil sapu panjang di gudang? Yang gagangnya panjang banget,” ucapnya sambil memberikan kunci padaku.
Aku mengangguk dan mengambilnya. Daripada pergi tanpa pencapaian apapun, aku lebih baik lelah sedikit dan membantu gadis ini. Emosinya terasa nyaman untuk bisa kucicipi lebih lama.
Gedung alat kebersihan terletak tidak terlalu jauh, hanya berbeda satu lorong dengan aula di sana. Tapi, yang membuatnya sulit adalah membawa benda panjang keluar dari ruangan sempit. Butuh sedikit trik dan kesabaran sampai akhirnya bisa kubawa dengan selamat.
“...”
Apa ini?
Ketika aku kembali ke aula, aku merasakan sesuatu yang ganjal. Di depan pintu ruangan tersebut, sebuah gelombang emosi besar muncul. Mengibaskan dada dan hatiku, membuat detak jantung berdetak cukup aneh.
Harum? Segar?
Lagi-lagi, perasaan dari gadis OSIS itu tercicip oleh indraku.
Ghuk, ghuak ....
Tapi, anehnya ... emosi yang kuraskan sekarang begitu pekat. Walaupun itu adalah sebuah emosi positif, entah kenapa tubuhku bereaksi buruk terhadapnya. Kepalaku mulai terasa pusing, nafasku jadi tidak beraturan, dan konsentrasiku terganggu.
Ini terlalu pekat, udara di sekitarku terasa mengental, mulutku seperti dijejalkan rasa manis dari buah secara terus menerus.
“...”
Ketika kebisingan, kita bisa menutup telinga. Ketika mencium bau busuk, kita bisa menutup hidung. Akan tetapi, kekuatanku tidak punya tombol off, yang bisa kulakukan hanyalah memegang kepala dan berharap rasa tersebut memudar sendirinya.
Hal ini tidak wajar, biarpun aku tersiksa dengan kumpulan emosi ini. Aku penasaran dengan apa yang terjadi pada gadis OSIS barusan.
Dua langkah cepat untuk masuk ke aula, aku melempar sapu yang kubawa agar bisa bergerak lebih lincah.
“...!?”
Benar-benar, apa yang terjadi di sini?
Gadis OSIS barusan berada pada posisi ‘T’, dengan kedua tangan diangkat sejajar bahu secara horizontal, seperti posisi keseimbangan menyeberangi jembatan sempit. Matanya tertutup, sepertinya tidak sadarkan diri. Tubuhnya juga terlihat kaku, seakan ada yang mengikat dan menahan tubuhnya.
Tapi, aku sudah tahu petunjuk dari semua ini.
Gadis OSIS itu tidak sendiri sekarang. Ada gadis lain di hadapannya. Dia memakai jubah putih yang menutupi punggung sampai ke lututnya. Memegang pisau bermotif unik melengkung dengan berlian hijau menggunakan kedua tangan. Mengarahkannya pada gadis OSIS itu sambil tegak berdiri dua meter di hadapannya.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 174 Episodes
Comments
Iyam Firmansyah
p
2020-01-03
0
Iyam Firmansyah
bagusih
2020-01-03
1