Tak terasa mereka bertiga terlelap begitu lama. Mereka bertiga terbangun karena mendengar ketukan di pintu yang berulang kali.
Rania yang beranjak membuka handle pintu. begitu pintu di buka terlihat pujaan hatinya yang sedang tersenyum manis menatap kearahnya. " Ayo kita makan siang! "
Rania tersenyum menampakan barisan giginya yang rapi sambil mengangguk" Tunggu sebentar, kami akan menyusul sebentar lagi. " Renal pun mengangguk dan berlalu pergi ke bawah meninggalkan Rania yang masih berdiri di pintu sambil menatap punggung Renal yang perlahan menjauh dari pandangannya.
" Ayo kita ke bawah makan siang. " Ajak Rania pada kedua temannya.
Mereka bertiga pun bersiap bergantian ke kamar mandi untuk melaksanakan kewajiban mereka terlebih dahulu sebelum turun ke bawah untuk makan siang bersama.
**
Sore harinya mereka berlima nampak sedang asyik bercengkrama di halaman villa sambil melihat pemandangan sekitar yang begitu menyejukkan pandangan, namun tidak dengan Zahra yang nampak gelisah menantikan seseorang yang sudah berjanji akan datang, namun hari sudah mulai meredup belum tampak barang hidungnya. Ingin rasanya Zahra menghubungi namun niatnya Ia urungkan. Biarlah dia tidak akan memaksa Vian untuk datang walau sebenarnya Ia begitu mengharapkan kedatangannya.
Langit mulai terlihat gelap. Mereka berlima pun hendak masuk ke dalam villa, namun langkah mereka terhenti karena mendengar sebuah deru man mesin mobil yang masuk ke halaman. Mereka pun serempak menoleh ke arah mobil tersebut.
Pria yang begitu di tunggu kehadirannya ternyata keluar dari mobil sambil menampakkan senyum ramahnya.
Ada kelegaan di hati Zahra begitu melihat sosok yang telah dia nantikan sejak pagi tadi, sosok yang akhir akhir ini selalu dia rindukan kehadirannya.
Alvian berjalan mendekat, " Hai semua.. maaf aku terlambat. " Namun pandangannya tak lepas menatap sang kekasih. " Ayo masuk. " ucap Renal sambil tersenyum menyambut kedatangan Vian. Mereka pun masuk ke dalam villa.
Malam hari setelah shalat isya, mereka berkumpul di halaman belakang villa. Mereka duduk saling berpasangan. Vian bersama Zahra duduk di kursi dekat lampu taman yang menghadap ke sebuah kolam ikan, mereka duduk agak jauh dari yang lainnya.
Hening terjadi pada mereka berdua. Keduanya larut dalam pikirannya masing masing. Sampai beberapa saat kemudian suara bariton Vian memecah keheningan diantara mereka. " Maaf tadi aku tidak bisa menjemputmu untuk berangkat kesini... " menghela nafas sebelum melanjutkan kembali perkataannya" Ada sesuatu yang harus aku urus terlebih dahulu. " Pandangannya terlihat menerawang ke arah yang jauh.
" Aku mengerti, sudahlah tidak perlu merasa bersalah seperti itu. " Zahra melihat ada sesuatu yang berbeda pada diri Vian. Dia melihat ada sebuah beban yang sedang Vian pikirkan namun entah apa itu. Zahra hanya melihat wajah sendu yang sedang menatapnya.
" Ara... Apa kamu percaya padaku? " Zahra terdiam mencerna pertanyaan yang Vian tanyakan padanya.
" Maksud kamu? " kening Zahra berkerut.
" Aku hanya ingin kamu percaya padaku apa pun yang akan terjadi nanti. " Zahra terlihat bingung dengan perkataan yang di ucapkan Vian.
" Jika aku pergi dan tak bisa bersamamu lagi Apa kamu akan selalu setia menungguku? "
" Memangnya kamu mau kemana? jika kamu menyuruhku menunggu aku akan siap menunggumu kembali padaku. "
" Terima kasih atas jawaban mu. Namun aku ragu pada diriku sendiri jika aku pergi, Apa aku bisa kembali padamu. "
" Aku tidak mengerti dengan ucapan mu. Apa memang kamu berniat pergi dariku? "
" Aku hanya bertanya saja. Memangnya aku mau kemana. Aku tidak bisa jauh dari mu." Vian berucap sambil terkekeh. Namun matanya tak bisa berbohong bahwa ada kesenduan di sana.
Vian pun kembali memasang wajah cerianya berusaha menyembunyikan sesuatu yang tengah mengganggu dalam pikirannya. Mereka pun bergabung dengan yang lainnya bercengkrama dan bercanda tawa sampai tak terasa malam telah larut. Dinginnya angin malam pun sudah terasa menusuk di kulit mereka. Mereka pun memutuskan untuk kembali ke kamar masing masing untuk beristirahat.
Zahra kembali ke kamarnya. Kedua temannya langsung saja merebahkan diri di tempat tidur, tidak dengan Zahra. Dia berjalan ke arah sofa mengeluarkan benda pipih di dalam sakunya, membuka galeri fotonya dia melihat gambar Vian di sana yang sedang tersenyum kemudian dia ingat dengan apa yang tadi di katakan Vian tak terasa ada buliran air mata yang jatuh dari kedua sudut matanya.
Mungkinkah kamu akan pergi dariku Vian? Kemana dan Kenapa ? . Aku melihat kesenduan di dalam mata mu. Ada apakah?
Luka itu terlalu dalam kah menyiksa hati dan pikiran mu?
Aku berharap apa pun itu, Semoga kamu selalu di beri kemudahan dalam menghadapinya. Aku selalu siap berdiri di sampingmu dan menemanimu di setiap keadaan. Ingin rasanya aku bisa merasakan berbagi duka dengan mu namun kamu tak pernah membaginya padaku. Aku hanya bisa mendoakan mu di setiap sujud ku. Aku menyayangimu Alvian ❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 136 Episodes
Comments