"Kau terlalu naif memandang cinta!"
"Dia selingkuh, dia mengkhianati saya. Sahabat saya yang memergokinya, bahkan dia melecehkan sahabat saya agar bungkam." Kiran mencurahkan isi hatinya.
"Jadi kau sudah tahu tentang si bodoh itu?" Sid manggut-manggut.
"Maksud anda? Namanya Rian!" Ralat Kiran.
"Terserah namanya siapapun juga! Aku sudah melihatnya, aku juga melihat temanmu memergokinya, karena pada saat itu aku berada di Bandung. Dan kekasihmu itu, aku pernah melihatnya di akun media sosialmu!"
"Selama ini dia setia."
"Yang dekat saja bisa berkhianat, apalagi yang jauh seperti itu." Sid menghela napas panjang. "Sudah jangan menangis lagi. Tidak penting!"
Mulut Kiran menganga. "Tidak penting? Untuk saya ini penting, sangat penting!"
"Kirana, Kirana. Kau ini naif, lugu, atau bodoh?"
"Terserah. Yang penting saya masih lebih baik dari anda. Saya tidak sepengecut anda dalam menghadapi cinta!" Kiran semakin berani.
Bola mata Sid membulat. "Apa maksudmu? Kau tidak tahu apapun tentangku, jangan sembarangan!"
"Anda pengecut, anda tidak bisa mempertahankan cinta anda dengan wanita yang semalam menemui anda! Padahal dia sangat mencintai anda!"
"Aku tidak suka kau membahas diriku!" Wajah Sid menegang.
"Kenapa? Takut orang lain tahu jika anda pengecut? Untuk mempertahankan cinta saja tidaj berani!"
"Kau sama sekali tidak tahu apapun! Termasuk hidupku, hatiku!" Sid mendesis marah.
"Aku tahu, hanya wanita itu yang berhak!" Kiran menentang tatapan mata Sid.
"Tata saja hatimu yang hancur karena cinta itu! Jangan urusi hidupku!" Sid meraih pintu, dan membantingnya dengan sangat keras.
Hingga lima belas menit, Kiran masih berada di dalam toilet. Tangisnya sudah reda, pintu toilet terbuka. Kiran menoleh.
"Bapak ingin mengejek saya lagi? Silakan, dengan senang hati!" Ujar Kiran sambil tersenyum getir.
"Ambilah." Sid menyodorkan selembar sapu tangan pada Kiran. Kiran menerimanya. Sid sudah membuka pintu hendak keluar.
"Terima kasih, pak."
Sid menghentikkan langkahnya, membiarkan pintu tetap terbuka.
"Cuci wajahmu, kuyu sekali dan jelek."
Kiran tersenyum . "Terima kasih, pak." Ulang Kiran.
"Sama-sama."
"Maaf, pak tadi saya berbicara sembarangan. Saya benar-benar menyesal."
Sid memandang Kiran tajam. "Maaf lagi. Memuakkan. Sudahlah lupakan."
"Bapak tidak marah? Tidak memecat saya?"
"Kau ingin dipecat ya?" Kiran menggeleng cepat. "Cepat berbenah, dan lanjutkan pekerjaanmu!"
Kiran mengangguk.
"Bapak baik sekali, bisa mengerti saya."
"Kakek lampir juga punya hati!" Ujar Sid sambil meninggalkan Kiran yang masih terpaku dengan wajah terkejut.
...----------------...
Sid merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Lampu ruangan dibiarkan mati. Sid ingin mengisi kegelapan dan kekosongan itu seorang diri. Matanya menatap kosong ke langit-langit kamarnya. Ucapan Kiran terngiang-ngiang telinganya.
Kirana, sekretaris yang baru bekerja untuknya selama satu bulan ini, bisa menebak isi hatinya dan bisa mengerti dirinya. Tanpa rasa takut sedikitpun, ia berani memanggilnya pengecut.
Sid meraba dadanya. Luka itu masih berada disana. Menganga tak pernah bisa terobati. Walau sudah tiga tahun lamanya, luka itu masih terus menestakan darah segar. Bahkan, luka yang terlalu perih membuat air matanya kering.
Hatinya terasa penuh. Butuh pelampiasan emosi. Butuh katarsis. Sid duduk, masih mencoba mencari air mata di matanya. Tidak ada. Kering.
"Aaaaarrrrrggggggghhhhh!" Sid berteriak kencang, tangannya meraba apa saja yang berada di dekatnya dan melemparkannya ke dinding. Sebuah vas bunga hancur berkeping-keping, serupa hatinya yang sudah hancur.
...----------------...
"Pak, anda baik-baik saja, kan?" Tanya Kiran saat melihat Sid memasuki ruangan dengan wajah pucat.
"Ya." Sid mengangguk.
"Tapi kenapa wajah bapak pucat?"
"Aku baik-baik saja, Kiran!" Sid berjalan mengitari meja kerjanya, berdiri di depan jendela yang terbuka.
"Pak, anda lebih baik istirahat saja."
"Bagaimana persiapan rapat hari ini?"
"Semua siap, pak."
"Bagus." Hening sebentar. "Hatimu sudah sembuh?" Sid menoleh dan menatap wajah Kiran.
"Dalam proses, pak." Kiran memaksakan sebuah senyum.
"Carilah pengganti!"
"Siapa?"
"Ikhsan."
"Ikhsan?" Kiran mengernyit bingung.
"Dia kan menyukaimu, apa kau tidak tahu?" Kiran menggeleng. Dalam hati Sid sedikit tidak rela mengatakan bahwa Ikhsan menyukai Kiran.
"Kirana, kau benar-benar gadis bodoh!"
...----------------...
"Kiran, nanti malam kau ada acara?" Tanya Sid.
"Ada." Jawab Kiran singkat.
"Dengan kekasihmu?"
"Acara tidur bersama."
"Apa?" Sid tersedak kopi yang sedang diminumnya, Kiran cepat-cepat menyodorkan tisu pada Sid.
"Anda kenapa, pak?"
"Kau tidur bersama kekasihmu?" Kiran menahan tawanya.
"Dengan bantal guling, pak. Bapak tahu, kan? Jika aku..."
"Baiklah, artinya tidak ada acara?" Kiran mengangguk. "Malam ini kau harus lembur!"
Kiran menghela napas kasar. "Baiklah pak."
Setelah lembur selesai, Sid masih berada di kantor. Sedangkan Kiran sudah pulang lebih dulu.
Sid berdiri, dan bergegas pulang. Ia memasuki mobilnya dan melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.
Di tengah jalan, ia mengurungkan niatnya untuk pulang ke rumah. Ia melihat sebuah bar di pinggir jalan, Sid pun memarkirkan mobilnya di parkiran bar itu.
"Berikan aku yang terbaik, yang bisa menghilangkan sakit kepalaku!" Ucap Sid pada pelayan bar itu.
Tak lama, pelayan itu kembali dengan membawa sebotol minuman. Sid menuangkan minuman itu pada sebuah gelas kecil, lalu menenggaknya hingga habis. Ia kembali meneguk minuman itu hingga habis.
Setelah habis, ia merasa matanya berkunang-kunang dan kepalanya pusing. Sid membayar minumannya, lalu hendak menuju ke parkiran untuk pulang. Sid berjalan dengan terhuyung-huyung, hingga beberapa kali hampir terjatuh.
"Pak, anda bisa menyetir?" Tanya penjaga bar itu, ketika melihat Sid berjalan dengan terhuyung-huyung.
"Tentu saja bisa, makanya aku memiliki mobil!" Sungut Sid setengah meracau.
"Baiklah, pak. Hati-hati dijalan." Ucap penjaga itu sambil membantu Sid memasuki mobilnya.
Ia melajukan mobilnya pelan, kali ini menuju ke rumahnya. Sampai di rumah, ia masuk dan duduk di sofa ruang keluarga. Sid merebahkan dirinya disana, hingga tak terasa ia sudah tertidur.
...----------------...
Sejak pulang dari kantor, Kiran masih belum bisa tidur. Hatinya gelisah, entah kenapa pikirannya terus saja memikirkan Sid yang ditemui seorang wanita misterius itu, setelah event di XX plaza waktu itu.
"Kira-kira siapa ya dia? Apa dia kekasihnya? Atau... Ah, sudahlah! Siapapun dia, itu tidak penting."
Kiran membaringkan dirinya kembali di ranjang, lalu menoba menutup matanya. Matanya tertutup, tapi pikirannya terus memikirkan Sid. Hatinya merasa cemburu memikirkan bahwa wanita itu adalah kekasihnya Sid.
Hei, ada apa ini? Kenapa aku merasa cemburu? Sadarlah Kiran! Dia itu hanya bosmu, dan kau adalah sekretarisnya, hanya sekretarisnya! Tidak lebih! Bahkan kau dimatanya saja tidak terlihat!
Kiran menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya, lalu berusaha memejamkan matanya kembali. Hingga akhirnya ia tertidur dengan perasaan dan pikiran yang masih memikirkan Sid.
Bersambung...
Wah Kiran mulai suka nih sama Sid, kira-kira Sid kapan ya jatuh cinta sama Kiran???
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 172 Episodes
Comments
Ellsyfa
lanjut....
2022-10-01
0
Sunarti
semangat author ceritanya sukses bikin aku penasaran,
2021-02-26
1
St Nurul NG
Next, sukses selalu buat kakak
2021-01-26
0