Keesokan harinya, mobil putih yang sederhana milik Kiran sudah terpakir rapih di area parkir SAR Entertainment Group. Pintu pengemudi terbuka, lalu turunlah Kiran dari mobilnya.
Kiran mengunci pintu mobilnya cepat-cepat, lalu berjalan setengah berlari menuju kantor. Napasnya tersengal-sengal.
"Pagi Kiran, kenapa buru-buru sekali? Ini masih sangat pagi, lagipula pak Sid terbiasa datang jam 9 pagi dan ini baru jam 7 pagi kurang 5 menit." Sapa Niki sang resepsionis kantor yang baru dikenalnya kemarin.
"Pagi Niki!" Kiran menggantung kartu absennya di papan. "Aku tau, aku hanya ingin mempelajari lagi pekerjaanku, karena masih banyak yang harus aku pelajari sebelum pak Sid datang." Kiran mendekati Niki.
"Baiklah, selamat berjuang!" Ucap Niki sambil memberi jempol pada Kiran.
Kiran pun berpamitan pada Niki untuk pergi ke ruangannya, setelah itu segera mempersiapkan apa yang harus ia persiapkan pada saat berhadapan dengan bosnya nanti.
Lembaran-lembaran kertas bertaburan memenuhi meja kerja Kiran, saat seorang office boy muncul di hadapannya dan meletakkan satu cangkir kopi. Kiran mengangkat wajahnya dari tumpukan kertas yang menyita perhatiannya sejak tadi.
"Maaf, aku tidak memesan kopi." Kening kiran berkernyit.
"Pak Ikhsan yang mengirim kopi ini untuk anda." Jawab Office boy itu sambil tersenyum ramah.
"Hah?"
"Disana ada suratnya, silahkan anda membacanya." Office boy itu menunjuk sebuah kertas yang diselipkan du bawah cangkir kopi, lalu segera undur diri dari ruangan Kiran.
Kiran mengambil kertas itu, lalu membukanya dan membacanya.
*Minumlah kopi itu, Kiran. Agar kau bersemangat dalam pekerjaanmu.
^^^...Ikhsan* ...^^^
Kiran mengerjap-ngerjapkan matanya, mencoba mencari tahu siapa itu Ikhsan, lalu bayang-bayangnya jatuh pada pria yang sama penampilannya seperti dirinya.
Laki-laki gila itu! Ternyata dia juga bekerja disini, ah sial! Kenapa bekerja disini malah membuatku bertemu dengan orang-orang yang tidak aku inginkan?!
Kiran mendengus sebal, lalu merobek kertas itu membuang kopi dari Ikhsan ke kamar mandi yang berada di ruangannya.
Setelah itu ia kembali duduk di kursi kerjanya, hingga telinga Kiran menangkap Sid sudah datang dan sedang berbicara dengan Rio.
Kiran berdiri, bersiap menyambut Sid karena Sid akan masuk ke ruangan Kiran terlebih dahulu baru masuk ke ruangannya.
Setengah gugup Kiran menyapa Sid yang kini sudah tidak jauh darinya.
"Selamat pagi pak!" Ucap Kiran sambil membungkukkan badannya memberi hormat pada Sid.
Pagi itu, Sid terlihat modis dan keren dengan penampilannya. Ia mengenakan sepatu kulit berwarna hitam, celana berwarna hitam, kemeja berwarna merah maroon, dan jas berwarna hitam senada dengan warna celananya. Rambutnya yang rapi dan terlihat basah karena memakai gel rambut membuat penampilannya sangat menawan di mata Kiran.
"Pagi." Balas Sid singkat, sebelum menghilang ke ruangannya.
Laki-laki tampan itu bersikap dingin. Dengan satu ekspresi yang mengerikan bagi Kiran. Wajahnya terlihat dingin dan tanpa senyum seperti saat kemarin Kiran pertama kali bertemu dengannya.
Kiran mencoba membayangkan, kira-kira akan seperti apa wajah Sid ketika ia tersenyum dengan sangat tulus. Pasti akan lebih tampan dan ramah.
Eh tidak, buang jauh-jauh hal seperti itu bodoh! Kau harus tahu diri, bahkan kemarin dia menyebutmu makhluk kacamata! Kiran mencoba menepis pikirannya tentang Sid.
Tiba-tiba, pesawat telepon di hadapan Kiran berdering, mengagetkan gadis itu dan memaksanya beranjak meninggalkan dunia khayalan.
"Kiran, keruanganku sekarang!" Perintah Sid.
"Baik, pak." Setelah meletakkan pesawat telepon, Kiran bersiul pelan. Mencoba menenangkan detak jantungnya yang tiba-tiba berdetak kencang.
Kiran mengetuk pintu perlahan, membukanya dan berjalan dengan anggun. Sid tampak sibuk mengetik di atas keyboard laptopnya yang telah menyala.
"Kau sudah tahu apa yang harus kau kerjakan?" Sid bertanya dengan mata yang masih tertuju pada laptopnya.
Kiran mengangguk. "Sudah, pak!"
"Segera hubungi Eri dari perusahaan XX. Katakan bahwa kita bisa bertemu hari ini pukul dua siang."
"Baik, pak!" Kiran mengangguk takzim lagi.
Sid berhenti menekuni laptopnya, menelengkan kepala menghadap Kiran.
"Cuma 'baik pak'? Mana agendamu? Kau harus mencatat semua hal yang aku katakan supaya tidak lupa!" Tegur Sid dengan suara tegas.
Kiran tergagap, menyadari bahwa ia meninggalkan agendanya di meja kerjanya.
"Maaf, pak. Setelah ini saya akan selalu membawa agendanya dan mencatat apa saja yang anda katakan!"
"Kau perlu ingat, setiap bertemu denganku kau harus membawa agenda! Aku sangat malas jika harus mengulangi instruksi yang sama. Jangan terlalu percaya diri dengan hanya mengandalkan memori otakmu yang cekak itu!" Sid memandang Kiran tajam.
Kiran menggigit bibir bawahnya keras-keras. Rasa sakitnya sama sekali tidak terasa, jika dibandingkan dengan hatinya yang tergores karena dihina bosnya itu.
"Memori otakku tidak terlalu cekak!" Tanpa sadar Kiran bergumam pelan, namun masih bisa didengar oleh Sid dengan indera pendengarannya yang sangat tajam itu.
"Tidak cekak? Jadi kenapa kau dulu harus kuliah hingga enam tahun?" Tanya Sid sambil memandang Kiran dengan tatapan merendahkan.
"Hah? Bagaimana bisa bapak tahu?" Kiran membelalakkan matanya.
"Kau pikir aku tidak memeriksa datamu kemarin?"
"Itu karena saya dulu aktif di organisasi."
"Sudahlah, sekarang hubungi Eri! Awas saja jika kau lupa!" Sid kembali asyik dengan laptopnya.
Kiran masih terpaku. Diamatinya bayangan Sid di hadapannya. Hari pertama bekerja masih berjalan beberapa menit, tapi dia sudah mulai bisa menangkap maksud perkataan Alfi dan Edi. Bosnya ini memang bukan pria sembarangan. Ia lebih tepat disebut iblis.
"Kenapa kau masih berdiri disitu?!" Tiba-tiba Sid berdiri.
"Maaf pak, Dasi anda bagus!" Kiran menjawab sekenanya. "Permisi, pak!" Tanpa membuang-buang waktu lagi, Kiran berbalik meninggalkan Sid.
Kiran turun menuju lantai satu, tempat Niki jaga kandang. Resepsionis itu langsung menebarkan senyum, begitu kepala Kiran muncul di hadapannya.
"Niki, tolong berikan aku nomor kontak Eri dari perusahaan XX!"
Karin membuka laci meja dan mengambil sehelai kartu nama.
"Ini, ambilah." Kiran meraih kartu nama itu, lalu mencatat nomor telepon dan alamat dari kartu itu di agendanya.
"Kiran, kenapa wajahmu kusut seperti itu?" Tanya Niki simpatik.
Kiran menghela napas panjang.
"Aku tahu!" Kata Niki lagi. "Kau pasti sudah terkena raungan dari singa itu, kan?" Niki menebak, sebelum Kiran sempat bersuara.
"Bagaimana bisa kau tahu?"
"Kiran, aku tidak butuh IQ tingkat jenius untuk bisa menebaknya! Jika bekerja di kantor ini, itu sudah jadi santapan pagi setiap hari!"
"Aku tidak pernah membayangkan, bagaimana bisa ada manusia seperti dia?" Kiran berdecak.
"Kenapa tidak bisa? Orangnya berada di dekatmu! Ngomong-ngomong, pak Sid ingin bertemu dengan Eri ya?"
"Iya, siang ini jam..." Kiran berpikir keras.
"Ya ampun, pak Sid tadi mengatakan ia akan bertemu jam berapa ya? Jam dua atau jam 1 siang? Atau jam berapa?"
Wajah Niki langsung menyiratkan kengerian. "Aduh, bagaimana kau bisa lupa Kiran?! Kenapa kau nekat sekali?"
"Niki! Aku bukan nekat, tapi aku lupa!" Melihat wajah Niki yang ketakutan, Kiran ikut pias. "Bagaimana ini?"
"Kau harus menanyakannya pada pak Sid! Jika jadwalnya sampai salah, maka hidupmu bisa berakhir!" Niki meringis.
"Jadi aku harus bertanya langsung pada pak Sid?" Niki mengangguk, sedangkan Kiran tidak mempunyai pilihan lain.
"Aku akan membantumu, lewat doa dari sini!" Kiran menatap Niki sebal.
Kiran menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, lalu berjalan kembali menuju ruangan Sid.
"Bagaiaman bisa dia seceroboh itu? Pak Sid pasti akan marah besar padanya!" Gumam Niki pada dirinya sendiri.
Pintu kayu berwarna cokelat itu diketuk dari luar, dan membuka dengan lembut. Pelan-pelan, sebuah kepala muncul, diikuti dengan sepotong tubuh, yang berjalan sambil ketakutan mendekati meja.
"Maaf, pak." Suara Kiran sangat lirih.
"Hmm?"
"Maaf, saya ingin bertanya kembali. Bertemu dengan Eri dari perusahaan XX jam berapa ya, pak?" Kiran mencoret-coret agenda ditangannya dengan gelisah. Tak ayal, jemarinya bergetar. Terdengar suara helaan napas.
"Kiran!" Bentak Sid, Kiran terperanjat, tubunya bergetar hebat.
Sid berdiri mendekati Kiran, matanya memandang Kiran tajam, lalu Sid semakin mendekati Kiran.
Lalu....
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 172 Episodes
Comments
nurul fidiah anisah
keren thor😊😊
2021-03-26
1
zhinta
kiran tiyap hari harus sport jantung sama otak nya ngepul terus🤯🤯😀
2021-03-03
1
Nur hikmah
ngakak....pecat g yaaaaa
2021-03-02
0