Wajah Kiran begitu sumringah ketika dia menjejakkan kaki di kantor. Jemarinya sudah bergerak meraih kartu absennya di dinding, setika sebuah suara bariton menyapa.
"Pagi, Kiran." Sapa Ikhsan. "Aku sudah mengabsenmu. Jadi kau tidak perlu repot-repot lagi." Ikhsan duduk di kursi Riana yang belum datang, disana juga ada Niki.
"Pagi Ikhsan, kau baik sekali. Terima Kasih." Sahut Kiran manis. "Pagi Niki." Kiran beralih pada Niki yang seperti sedang kebingungan.
"Pagi, Kiran." Balas Niki tanpa melihat Kiran.
"Niki, kau sedang apa? Seperti orang yang kebingungan saja."
"Aku sedang mencari kartu nama dari perusahaan XX, pak Sid kemarin memberikannya padaku sepulang dari Bandung. Tapi aku tidak tau menyimpannya dimana."
"Apa?" Ucap Kiran dan Ikhsan kompak.
"Tolong bantu aku mencarinya!" Ucap Niki dengan wajah memelas.
"Baik..."
"Kiran, ke ruanganku sekarang!" Kiran terlonjak, karena tiba-tiba Sid sudah melangkah melewatinya.
"Ba.. Baik, pak." Jawab Kiran sambil mengelus dadanya dan mengikuti Sid yang sudah lebih dulu masuk ke dalam lift yang khusus menuju ruangannya.
"Kau selalu saja mengejutkan!" Rutuk Kiran sambil memasuki lift untuk para karyawan.
Sesampainya di ruangan Sid, tampak Sid sedang duduk menghadap ke jendela yang menghadap jalanan.
"Pagi, pak." Sid memutar kursinya menghadap Kiran.
"Pagi." Balas Sid dingin seperti biasa.
"Kau bisa lembur malam ini?" Mata Kiran membelalak.
"Hei, kenapa kau memelototiku?!" Ucap Sid sinis.
"Ma... Maaf, pak."
"Maaf, maaf. Memuakkan!"
"Sorry, pak."
"Sama saja, Kiran!" Ketus Sid.
Entah kenapa Kiran ingin tertawa mendengarnya.
"Kau bisa lembur nanti malam?" Sid mengulangi pertanyaannya.
"Saya tidak tahu, pak." Jawab Kiran sambil berfikir. Hingga tiba-tiba Ponsel Kiran berdering, membuyarkan pikiran Kiran.
"Angkat teleponmu dulu!" Kiran mengeluarkan ponselnya dari saku, saat hendak menjawabnya Sid memarahinya.
"Kiran! Kau sangat tidak sopan, angkat teleponmu diluar!"
"Ba... Baik, pak. Maaf." Kiran segera keluar dari ruangan Sid, untuk mengangkat teleponnya.
"Maaf, maaf, dan maaf. Dia membeli maaf dimana? Kenapa selalu banyak sekali mulutnya mengeluarkan kata maaf." Gerutu Sid yang mulai membuka laptopnya dan menghidupkannya.
Sementara di luar, Kiran kembali tersenyum sumringah ketika mendapati yang meneleponnya adalah Rian.
"Hallo, sayang. Aku sudah di bandara, dan sekarang akan langsung menuju rumahku."
"Benarkah?"
"Ya, sayang."
"Ya sudah, istirahatlah dulu. Jika kau sudah sampai rumah, tolong kabari aku!"
"Ya sayang, bagaimana kalau nanti malam kita langsung makan malam saja?" Tanya Rian dengan suara lembut.
"Maaf, aku tidak bisa. Nanti malam bosku menyuruhku lembur." Jawab Kiran dengan wajah sedih.
"Bagaimana jika selesai lembur?" Tanya Rian kembali.
"Akan ku pikirkan dulu, sudah ya? Aku harus kembali bekerja."
"Oke, see you."
"Bye." Kiran menutup teleponnya, dan kembali ke ruangan Sid.
"Maaf, pak." Sid mengangkat wajahnya, dan menatap Kiran dengan wajah yang berekspresi datar itu.
"Bagaimana? Kau bisa lembur nanti malam?" Tanya Sid sambil menggenggamkan tangannya dan menyangga dagunya.
"Pak, apa tidak bisa digantikan?"
"Tidak! Memangnya kenapa?" Tanya Sid dengan tatapan yang mulai tajam pada Kiran.
"Kekasihku akan datang malam ini, dan dia mengajakku makan malam berdua."
Deg
Tiba-tiba dada Sid bergetar hebat, entah apa penyebannya.
"Baiklah, kencan saja dengannya." Kiran tersenyum lebar mendengar apa yang di katakan Sid.
"Benarkah? Terima Kasih, pak." Ucap Kiran gembira.
"Tapi setelah itu jangan injakkan kakimu lagi di kantor ini."
Jedoooor.... Jedooor...
Mata Kiran membulat, membelalak.
Gila! Aku kira dia serius! Ternyata ada ancamannya juga!
"Eh, tidak, pak! Aku pasti akan lembur malam ini! Memangnya ada pekerjaan apa?"
"Pukul 7 malam nanti, aku dan Arga ada Event di sebuah mall besar. Aku ingin kau menemaniku untuk memberi apa saja yang aku butuhkan saat event itu." Jawab Sid dengan mata masih tertuju pada laptopnya.
"Iya, pak. Saya pasti akan menyiapkan segalanya untuk event malam nanti."
"Terima kasih. Kau boleh keluar." Kiran berbalik, lalu melangkah keluar.
"Tunggu, Kiran."
"Ya, pak." Kiran berbalik dan tersenyum pada Sid yang masih menampilkan ekspresi datarnya, padahal hatinya juga sangat jengkel pada Sid.
Apa lagi? Kau tadi menyuruhku keluar, tapi beberapa detik kemudian kau memanggilku lagi! Aku masih jengkel denganmu, Sid lucknut!
"Kau sangat mencintai kekasihmu?" Sid menyandarkan punggungnya.
"Ya, pak." Jawab Kiran antusias.
"Orangnya sangat tampan?"
"Bukan hanya itu, pak. Dia juga sangat baik." Kiran lupa daratan. Gadis itu menceritakan tentang Rian sang kekasih dengan sangat semangat. Lupa bahwa yang tengah berhadapan dengannya adalah bosnya.
"Cukup. Bagaimana rasanya jatuh cinta?" Tanya Sid tiba-tiba.
"Sangat indah, pak. Apalagi jatuh cinta pada orang yang sudah kita idamkan sejak lama."
"Baiklah, kau boleh keluar!"
"Hah?" Kiran memangapkan mulutnya.
"Tutup mulutmu, agar tidak tersedak sepatuku. Lalu keluar!" Kiran keluar dari ruangan Sid dengan wajah kesal.
Sid terkekeh melihat ekspresi Kiran tadi.
"Gadis gila!" Gumam Sid.
Sementara diluar Kiran terus merutuki Sid.
"Dasar! Siddharth Adeva Rafandi, kau lebih cocok diberi nama Kera Albino!"
...----------------...
Malam telah tiba, Kiran sudah bersiap-siap untuk menemani Sid ke event yang sudah ditentukan tadi pagi.
"Sid, kau disana rupanya!" Seru seorang pria sambil menghampiri Sid yang sedang berdiri di depan panggung.
"Ayo cepat! Acaranya akan segera dimulai!"
"Cepat apa?" Tanya Sid dengan wajah heran.
"Kau harus bernyanyi di panggung! Sesuai perjanjian!"
"Hah?" Pria itu mengangguk.
"Jangan banyak bertanya, bersiaplah dan bernyanyilah di panggung!" Pria itu menarik lengan Sid dan membawanya menuju ruangan ganti pakaian.
Kiran mengikutinya dari belakang, dengan perasaan yang tidak percaya bahwa Sid akan menyanyi di panggung.
Bagaimana bisa, kera albino seperti dia menyanyi di panggung? Apa tidak akan terjadi tsunami dahsyat jika dia menyanyi? Ah, sudahlah kita lihat saja selanjutnya.!
"Kiran! Dari tadi aku memanggilmu, apa kau tuli?"
"Eh, eum... Maaf, pak! Aku tidak sengaja melamun tadi." Kiran tergagap, ketika Sid memanggilnya penuh kemarahan.
"Kau pasti memikirkan kekasihmu! Bekerjalah dulu, atau kau akan pulang semakin larut!" Ucap Sid penuh tekanan.
"Ba.. Baik, pak." Sid meninggalkan Kiran yang menatapnya dengan kesal.
Dasar kera albino! Seharusnya kau tidak mengungkit-ungkit tentang kekasihku! Itulah, kau tidak laku. Wajah tampan tapi kekasih tidak punya, apa gunanya coba?!
Kiran mengikuti Sid yang sedang bersiap-siap, ia terburu-buru karena takut dimarahi dan dikatai oleh bos nya itu.
Hingga pada saat ia sedang berjalan, Kiran tak melihat ada batu di hadapannya dan akhirnya membuatnya tersandung.
"Aaaaaaaa..." Teriak Kiran, Sid pun menoleh dan sesegara mungkin menangkap Kiran.
Sid berhasil menangkap Kiran, mereka saling berpandangan.
Deg... Deg... Deg...
Jantung keduanya berdebar kencang, pandangan mereka masih belum terlepas.
Ya Tuhan, kenapa ini? Kenapa jantungku berdebar kencang seperti ini? Batin Sid.
"Sid! Cepatlah, sebentar lagi acaranya dimulai! Kau itu tampil sebentar lagi!" Pria yang tadi bersama Sid memanggilnya.
Sid melepaskan Kiran yang sudah berdiri kembali.
"Hati-hati Kiran! Lain kali jika berjalan, lihat jalanannya!"
"Ma... Maaf, pak. Terima kasih telah menolongku." Ucap Kiran gugup.
"Maaf lagi, dimana kau membeli maaf itu?! Setiap hari sepertinya kau selalu banyak mengucapkan maaf!" Ucap Sid lalu meninggalkan Kiran menuju panggung.
Sementara Kiran masih terpaku disana, entah kenapa jantungnya masih berdebar kencang setelah Sid melepaskannyapun masih terasa.
Bersambung...
Buat yang baca, please likenya ya... Like gratis kok, dan itu sebagai dukungan buat author juga. 1 Like sama dengan semangat buat author meneruskan karya ini...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 172 Episodes
Comments
Mawar Hitam
like buat mu Thor. salam dari Cinta Tak Pernah Salah
2021-03-11
0
Nur hikmah
ko nyanyi.....event ap Thor...
2021-03-03
0
Sunarti
haduuh Kiran ada" aja
2021-02-26
0