"Aku bahagia sekali, bisa melihatmu bermain alat musik dan bernyanyi lagi. Terima kasih, Sid." Bola mata teduh yang dimiliki wanita itu menatap setiap inci wajah Sid.
"Terima kasih?" Sid tertawa sinis. Mengejek. "Aku bermain alat musik dan bernyanyi untuk urusan pekerjaan. Bukan untukmu!" Sid melepaskan lengan wanita itu dengan kasar. Tapi wanita itu menahannya.
"Whatever. Yang terpenting adalah kau bisa seperti dulu lagi, itu sangat membuatku bahagia. Gitar dan Saxophone itu adalah aku, kau, kita!"
"Bagiku semua itu adalah luka!" Sid memandang wanita itu tajam.
"Sudah lewat tiga tahun, tapi kau masih belum bisa memaafkanku, Sid? Tolong jangan siksa aku lagi." Bola mata wanita itu mengabur.
"Jangan mengada-ngada! Aku tidak menyiksamu!"
"Tapi aku menderita jika sikapmu seperti itu padaku."
"Itu urusanmu! Apa urusannya denganku! Ayo Kiran, lebih baik kita pergi dari sini!" Sid menarik lengan Kiran, tapi lagi-lagi wanita itu menahannya.
Wanita itu menghela napas panjang. "Sid, aku sangat merindukanmu." Sid mengangkat bahu, tak berucap apa-apa.
"Sid, ayo kita bersama lagi, dan berjuang lagi bersamaku?!"
"Tidak ada yang perlu kita perjuangkan!"
"Aku memang bodoh. Tapi, aku hanya bisa bahagia denganmu. Aku tahu, kau masih sangat menyayangiku bukan?"
Sid diam.
"Sid, jawablah! Kau masih memiliki perasaan yang sama, kan?"
"Kau boleh bertanya apa saja, tapi kau tidak berhak menanyakan tentang perasaanku!" Jawab Sid dingin.
"Sid, aku ingin kita mengulangi segalanya dari awal! Aku ingin kita merajut kebersamaan lagi seperti dulu." Ujar wanita itu keras.
"Aku tidak akan pernah mengulangi semuanya lagi! Pergilah, dan berbahagialah dengan laki-laki itu! Jangan mengganggu kehidupanku lagi!" Sid menggeleng.
"Sid, cinta itu harus diperjuangkan!"
"Up to you!"
Putus asa, wanita itu menutup wajahnya dengan telapak tangannya. Saat genggaman wanita itu terlepas dari tangannya, Sid tidak membuang kesempatan. Dia berlari meninggalkan tempat itu.
Kiran sudah akan pergi, karena terus menerus mendapat telepon dari Rian. Saat wanita itu besuara.
"Apa cinta memang sesakit ini?"
"Namanya adalah cinta, penuh misteri dan lika-liku."
"Tapi kenapa harus sesakit ini?"
"Hmm..." Kiran memutar bola mata, tak tahu harus berkata apa. "Cinta itu berbanding lurus dengan luka. Dua sisi mata uang. Satu sisi cinta, sisi yang lain adalah luka."
Kiran terkejut dengan kalimatnya sendiri. Terlalu bijak untuk diucapkan seorang gadis yang memiliki pengalaman sempit tentang cinta. Terlebih saat wanita itu menatapnya lekat-lekat.
"Jika memang cinta itu identik dengan luka, lalu mengapa manusia mau jatuh cinta?"
"Bila kita takut terluka, jangan pernah jatuh cinta, dan kita tak akan pernah merasakan keindahan cinta juga luka." Ujar Kiran percaya diri. "Jangan pernah jatuh cinta, jika takut patah hati."
Wanita itu mengangkat bahu. "Kau..."
"Sekretaris pak Sid, Kiran." Kiran memperkenalkan diri.
"Boleh aku minta tolong?"
"Ya."
"Tolong jaga Sid untukku, aku sudah sangat senang, ketika melihatnya baik-baik saja."
Kiran tersenyum, tapi tidak tahu kenapa hatinya merasakan sakit yang tak biasa. "Jika masih bisa diperjuangkan, perjuangkanlah. Jangan sampai menyesal." Kiran menepuk bahu wanita itu pelan, lalu meninggalkannya sendirian.
...----------------...
Benak Kiran masih dipenuhi bayangan Sid dan wanita itu. Ia penasaran ada apa dengan keduanya. Kiran bersiap hendak pulang ketika seseorang menepuk bahunya lembut.
"Darimana saja?"
Kiran menghentikan langkah dan menoleh.
"Bersama pak Sid." Jawab Kiran malas.
"Ada banyak. Kau mau apa?" Ikhsan mengamati Kiran. "Kau ingin yang mana? Biar aku mengambilkannya untukmu."
Kiran memasang wajah datar. "Ku pikir ada yang penting."
"Ini juga sangat penting, kau pasti belum memakan apapun, kan?"
"Sudah." Jawab Kiran berbohong, karena ia sudah malas dengan pria di hadapannya itu.
"Kau mau apa?" Tanya Ikhsan lagi.
"Tidak perlu, aku akan pulang!" Kiran tersenyum.
"Ayolah." Ikhsan menatap Kiran lama. Gadis itu memalingkan wajahnya.
"Tidak perlu! Aku bilang tidak perlu!" Jawab Kiran dengan wajah sebal.
"Kopi?"
"Baiklah." Jawab Kiran terpaksa.
"Just a minut." Ikhsan segera berlari ke mesin pembuat kopi.
Tepat pada saat itu, ponsel Kiran berbunyi. Dengan mata berbinar, gadis itu mengangkatnya.
"Ya, Rian?"
"Hallo, sayang. Aku sudah berada di rumahmu. Kita jadi makan malam?" Tanya Rian dengan suaranya yang tenang.
"Wow, akhirnya." Sambut Kiran ceria.
"Kau masih di tempat kerja? Cepat ya!"
"Oke."
Kiran melirik arlojinya. Pukul 8 malam. Dia harus cepat pulang dan berdandan khusus untuk Rian. Setengah berlari, ia menuju parkiran.
Saat kembali, Ikhsan tertegun karena tidak menemukan Kiran di tempatnya. Ikhsan kembali menunggu, gadis itu tak kunjung terlihat. Tiba-tiba, sebuah suara menyapa dari balik punggungnya.
"Hai."
"Hai, Eri. Kau melihat Kiran?"
"Baru saja dia pulang."
"Pulang? Kau yakin?"
"Tentu saja, mataku tidak buta." Eri cemberut. "Dia bilang dia akan makan malam dengan kekasihnya."
"Oh ya?" Ikhsan berdecak. Kecewa.
"Minum kopi?" Ikhsan menawarkan kopinya pada Eri.
"Boleh juga." Eri mengambil segelas kopi di tangan Ikhsan.
"Keduanya untukmu!"
"Untukmu apa?"
"Tidak, aku harus pulang."
"Thanks, Ikhsan. Kau perhatian sekali. Tapi, sebenarnya aku lebih suka soda." Eri malu-malu.
"Kapan-kapan aku akan membawakannya untukmu."
"Kau baik sekali." Eri tersipu.
...----------------...
"Kiran, kau mau kemana?" Tanya seseorang saat Kiran akan memasuki mobilnya.
"Aira, apa kabar? Kau kemana saja? Pulang dari Bandung kau menghilang dan tidak mengabariku!"
"Maaf, tapi aku ingin bertanya padamu."
"Oh ya, kalau begitu kita masuk ke mobil saja dan berbicara disana, bagaimana?"
"Baiklah. Ayo!" Kiran dan Aira memasuki mobilnya, lalu Kiran mulai melajukan mobilnya yang hanya memiliki kecepatan 40km perjam itu.
"Kiran." Panggil Aira lirih.
"Ya, Aira."
"Aku ingin membicarakan sesuatu yang penting tentang Rian."
"Oh, Rian. Kemarin sebelum dia ke Jakarta kami sudah mengobrol banyak."
"Banyak? Maksudmu?"
"Iya." Kiran mengangguk. "Kemarin dia minta maaf karena sudah mengecewakan aku."
"Dan kau memaafkannya?" Tanya Aira lamat-lamat.
"Ya. Tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini, Aira. Jika dia salah, maka aku juga."
Aira menghembuskan napas kesal. "Tapi dia tidak pantas kau maafkan, Kiran. Kau buka matamu!" Aira tak habis pikir, Kiran bisa semudah itu memaafkan Rian. Aira menduga, Rian sudah jujur tentang perselingkuhannya terhadap Kiran, bahkan tentang insiden yang menimpanya saat memergoki perselingkuhan Rian.
"Kenapa kau memojokkannya Aira? Salah dia tidak fatal. Jadi untuk apa aku marah tidak beralasan?"
"Hentikan, hentikan mobilnya!" Kiran menghentikan mobilnya.
"Kau bilang itu bukan kesalahan fatal?" Suara Aira meninggi.
"Aku kekasihnya tidak pernah memojokkannya, karena aku merasa dia tak memiliki kesalahan fatal. Lalu kenapa kau yang malah kesal?" Emosi Kiran mulai terpancing.
"Terserah dirimu, Kiran. Mulai sekarang aku tidak akan ikut campur lagi masalahmu dan Rian. Yang terpenting aku sudah mengingatkanmu!"
"Begitu lebih baik."
Aira segera turun dari mobil Kiran, dam segera berjalan menuju sebuah hotel yang berada disana.
Kiran mendengus kesal. Sama sekali tidak mengerti dengan sikap Aira yang tiba-tiba memojokkan Rian. Mereka berdua sama-sama marah, dan sekaligus merasa paling benar satu sama lainnya. Mereka sama sekali tidak menyadari bahwa sudah terjadi kesalahpahaman.
Aira memasuki hotel yang selama pulang dari Bandung sudah ditempatinya, ia mengingat kembali hal yang terjadi padanya saat ia memergoki perselingkuhan Rian di bandung.
"Tidak! Aku harus menyelamatkan Kiran, sebelum apa yang terjadi padaku, terjadi juga pada Kiran! Itu sangat menjijikkan!" Aira kembali turun, dan memasuki mobilnya yang terparkir di parkiran hotel. Ia melajukan mobilnya menuju rumah Kiran.
Bersambung...
Apa yang terjadi sama Aira ya? Dan siapa wanita yang tadi menahan Sid? Penasaran deh...
Selamat membaca ya.. Jangan lupa dukung author dengan vote dan like...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 172 Episodes
Comments
Ernadina 86
si Aira ngomongnya gak jelas..coba ngomong tuh yg jelas jangan nebak nebak
2023-06-03
0
Mawar Hitam
mampir dengan like, salam Dari Cinta Tak Pernah Salah
2021-03-14
1
Sunarti
apa yg terjadi pada Aira saat di Bandung itu aah bikin penasaran
2021-02-26
1