Mentari nampak malu-malu untuk memancarkan sinar indahnya, awan hitam sudah memenuhi langit pagi. Terlihat seorang nenek sedang duduk termenung didepan teras rumahnya sambil memandangi titik hujan yang mulai berjatuhan
Sama halnya dengan air matanya yang terus menetes tanpa bisa dibendung
"Nenek kangen, Nduk!" Lirih Nenek Tini
Ia terus termenung dengan air mata tak terbendung, ia begitu merindukan cucunya. Cucu yang tak pernah sekalipun berpisah darinya, kini neninggalkannya sendirian demi mencari nafkah
"Seandainya ayahmu tau, Nduk! Mungkin hidupmu tidak akan menderita seperti ini" Ucapnya sesegukan
Saat hujan reda ia segera berlalu menuju rumah Bude Sri yang hanya berjarak dua ratus meter dari rumahnya
"Assalamu'alaikum!" Sapa Nenek setelah sampai didepan rumah Bude Sri
"Sri!" Panggil Nenek Tini setengah berteriak karena tidak mendapat sahutan
"Wa'alaikumsalam!" Sahut Bude Sri dari dalam, ia kemudian berjalan menghampiri Nenek Tini
"Masuk, Bik!" Bude Sri mempersilahkan
"Gendis pernah nelpon nggak, Sri?" Nenek Tini bertanya setelah duduk diruang tamu
"Terakhir nelpon pas ngirim uang itu, Bik!" Bude Sri menjawab apa adanya
Nenek Tini terlihat lesu dengan jawaban Bude Sri
"Ono opo to, Bik! Kok ketok sedih men?* " Bude Sri bertanya karena melihat raut sedih Nenek Tini
*Ada apa, Bik! Kok kelihatan sedih banget?
"Coba kamu telpon, Sri! Aku pengen denger suaranya!" Ucap Nenek Tini sendu
"Bentar, Bik! Aku ambil hape dulu" Bude Sri kemudian masuk untuk mengambil ponselnya
Ia kemudian keluar dengan membawa secangkir teh untuk Nenek Tini
"Diminum, Bik!" Ucapnya setelah meletakkan tehnya diatas meja
"Kok repot-repot to Sri!" Ucap Nenek Tini sungkan
"Cuma sekedar teh, Bik!" Jawabnya seraya mencoba menghubungi Gendis
"Nggak aktif, Bik!" Ucap Bude Sri "Aku coba telpon Lilis dulu ya, Bik!" Lanjutnya kemudian menelpon Lilis
"Halo, assalamu'alaikum!" Sapa Bude Sri setelah telepon tersambung
"Wa'alaikum salam, Bik" Sahut Lilis dari seberang sana
"Lis, coba kamu kerumah bosnya Gendis, Nenek Tini kangen katanya! Bibi telpon nggak aktif nomernya!" Ucap Bude Sri
Lilis diam tak menjawab, ia bingung harus menjawab apa. Karena hingga saat ini keluarga Guntoro masih mencoba mencari keberadaan Gendis. Ia takut Nenek Tini akan jatuh sakit saat mendengar tentang Gendis
"Lis, kamu nasih disitu? Kamu dengerkan?" Tanya Bude Sri setelah tak mendapat jawaban
"Apa, Bik? Suara bibi nggak kedengeran" Jawab Lilis berbohong kemudian menutup telponnya sepihak
Lilis benar-benar tak tau harus menjawab bagaimana, ia bukanlah orang yang pandai berbohong
"Lah malah mati!" Ucap Bude Sri kemudian kembali menghubungi Lilis
Hingga dering ketiga barulah Lilis mengangkat telponnya
"Kok malah mati to, Lis?" Tanya Bude Sri setelah telepon tersambung
"Sinyalnya jelek situ, Bik!" Jawabnya berbohong
"Liis, coba kamu kerumah bosnya Gendis, Nenek Tini kangen!" Ucapnya mengulang
Lilis kembali diam tak sanggup menjawab
"Lilis, kamu itu disuruh sekali aja kok ya nggak mau lo!" Ucap Bude Sri dengan kesal
Lilis menarik napasnya dalam kemudian menghembuskannya perlahan untuk menetralkan rasa gugupnya
"Sebenarnya, Gendis itu diculik, Bik.....
Lilis kemudian menceritakan kronologi kejadian yang menimpa keluarga Guntoro, yang ia dengar dari bosnya
Seketika tubuh Nenek Tini ambruk tak berdaya mendengar kabar tentang cucunya
"Ini pasti ulah perempuan iblis itu!" Ucapnya sebelum kehilangan kesadarannya
Hal itulah yang ditakutkan oleh Lilis ketika Nenek Tini mengetahui perihal yang menimpa cucunya
***
Gendis masih duduk termenung sembari menatap kosong diluar jendela, tiba-tiba dadanya terasa nyeri
"Astaghfirullah, ada apa ini" Lirihnya sambil memegang dadanya
"Nenek Gendis kangen" Lirihnya dengan buliran bening yang meluncur bebas
***
Malam harinya disebuah club terdapat lima orang pemuda tampan sedang duduk di ruang VVIP. Mereka adalah Gerhana dan teman-temannya
"Parah lo, Nyu! Ngajak ngumpul ditempat nggak sehat begini!" Ucap Micko yang berprofesi sebagai seorang dokter
"Iya nih! Parah banget lo, gimana kalau sampai ada mahasiswa gue ngeliat!" Sahut Harris yang berprofesi sebagai Dosen
"Brisik banget sih lo pada!" Banyu mencibir "Kita kan merayakan kepulangan sahabat lama kita ini!" Ucapnya seraya menepuk seorang pemuda tampan dengan lesung pipi yang duduk disebelahnya
"Elo kapan balik, Bro?" Micko bertanya kepada pemuda tersebut
"Kemarin!" Jawab pemuda tampan tersebut, yang diketahui bernama Royyan
"Gue kira lo nikah sama cewek sana, Bro!" Sahut Harris
"Gue rasa gue nggak bakalan nikah, Bro!" Jawab Royyan santai sambil menyesap anggur ditangannya
"Kenapa?" Tanya Banyu, Harris dan Micko kompak
"Lo mau jadi bujang lapuk, yang perjaka seumur hidup?" Micko bertanya
"Itupun kalau masih perjaka!" Sahut Harris
Ucapan Harris sontak mengundang gelak tawa dari sahabat-sahabatnya
Royyan melemparkan kulit kacang tepat dikening Harris
"Gue masih Ori, ya!" Ucap Royyan sombong "Emang kalian! Bujang tapi nggak perjaka!" Lanjutnya mencibir
"Gue juga masih ori, ya!" Jawab Banyu "Paling yang nggak ori cuma si itu tuh, Dosen mesum" Lanjutnya melirik Harris
"Suek lo!" Jawab Harris
"Eh siapa tau kan! Secara lo dosen, pasti banyak noh mahasiwi cantik yang kesengsem sama dosen tampan kaya elo!" Ucap Micko
"Gue mau cari yang dari desa aja, Bro! Lebih enak ngedidiknya dan juga pasti bakal jadi ibu rumah tangga yang baik!" Jawab Harris yang memang menginginkan seorang istri gadis desa yang lugu
"Nah elo juga, Ko! Pasti banyak tuh pasien elo atau keluarga pasien yang cantik-cantik dan tertarik dengan elo!" Ucap Banyu
"Gue sama kaya Harris, pengen punya istri yang bisa ngurus anak, bukan wanita karir! Cukup gue yang kerja dia yang gajian dirumah!" Jawab Micko
"Nah elo juga kan dikelilingi sekretaris cantik, atau anak klien dan kolega-kolega yang cantik-cantik! Nggak ada yang nyangkut kah, Nyu!" Sahut Royyan bertanya
"Gue nggak tertarik!" Jawab Banyu santai
"Eh, Yan! Tadi lo bilang kalau nggak mau nikah, kenapa lo? Pernah patah hati?" Gantian Harris bertanya
"Tapi perasaan lo kan sama kaya kita, Yan!" Sahut Micko
"Sama apanya?" Tanya Royyan tak mengerti
"Jadi Jopancho!" Jawab Banyu
"Jomblo tampan dan macho!" Sambung Harris
"Jadi kenapa Elo nggak mau nikah?" Tanya Micko
"Gue nggak mau kalau nantinya kayak abang gue!" Jawab Royyan
"Bang Dion maksud lo?" Tanya Banyu
Royyan mangangguk
"Emang Bang Dion kenapa? Pernah patah hati sampe mutusin buat melajang seumur hidup?" Tanya Harris
"Bang Dion itu pernah nikah, tapi istrinya pergi karena ulah Mama! Mama nggak setuju karena istri Bang Dion itu nggak sederajat dengan kami
"Ya taulah emak-emak kalau udah ngomongin menantu idaman! Mereka pasti bakal cari bibit bobot dan bebet yang unggul. Mama ngelakuin cara kotor agar bisa misahin Bang Dion sama istrinya
"Sudah hampir sembilan belas tahun, sejak kejadian itu Bang Dion mwmutus hubungan dengan Nyokap! Dia bahkan nggak mau nerima warisan sepeserpun, semua yang dia punya itu hasil kerja kerasnya sendiri
"Dia udah seperti orang gila waktu tau istrinya pergi, sejak saat itu dia nggak mau bicara dengan Mama. Dia jadi orang yang dingin dan cuek, dan seorang yang gila kerja" Royyan bercerita sendu tentang kisah cinta abangnya, yang sukses membuatnya berfikir ratusan kali untuk menikah.
"Kasian ya, Bang Dion!" Ucap Micko prihatin
"Gue kira dia emang workaholic sampe nggak mikirin nikah!" Sahut Harris
"Maka dari itu gue takut kalau dapet perempuan yang nggak sesuai kriteria nyokap" Ucap Royyan
"Hey Tuan Muda yang irit bicara! Mahal bener kah suara elo?" Ucap Harris sambil menatap Gerhana yang sedari tadi hanya menyimak pembicaraan mereka tanpa ikut berbicara sepatah katapun
"Iya, nih! Masih aja jadi orang yang irit bicara!" Cibir Royyan
Mereka terus mengobrol hingga dini hari, dan memutuskan untuk pulang kerumah masing-masing
***
Jangan lupa tinggalkan jejak ya gaes
Salam sayang dari Mbak Gendis, peluk cium via online untuk readers tercintaaaa😘🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
suka khilaf ◖⚆ᴥ⚆◗
apa Dion itu ayahnya gendis??🤔🤔
2021-04-17
2