Satria berjalan dengan gagahnya melewati beberapa siswa senior yang lalu lalang di sepanjang koridor sekolah.
Semua mata para siswa tertuju pada Satria dan kedua siswa baru yang berjalan di belakangnya. Kedua siswa baru tersebut terlihat seperti pecundang yang baru turun dari ring tinju.
Satria berbelok menuju ke arah ruangan pengurus OSIS. Irgi baru saja masuk ke ruangan.
Vino mendadak teringat kembali perintah Irgi di taman tadi. Dia kembali menggerutu dalam hati. Rasanya tidak ada yang bisa dia jelaskan dengan kondisi badannya yang saat ini mulai terasa sakit semua. Otaknya masih terasa mendidih dengan kejadian di toilet tadi.
Vino merasa emosi tingkat dewa. Dia tidak bisa terima begitu saja pemukulan yang dialaminya pagi ini.
Sementara siswa baru di sampingnya terlihat lesu dan sesekali meringis tertahan. Dia berjalan tertatih-tatih. Sepertinya ada masalah serius di kakinya atau mungkin di pinggangnya.
"Gi, ada kasus nih!" Ucap Satria begitu dia masuk ruangan.
Irgi yang sedang duduk menengadahkan kepalanya. Ada dua pengurus OSIS lainnya di ruangan itu. Mereka semua terpana melihat dua siswa baru yang sepertinya baru selesai adu jotos.
"Kau!" Ujar Irgi berang sambil menatap Vino tajam.
"Apa yang ingin kau jelaskan sekarang?" Tanya Irgi tak sabar.
Vino bingung. "Apalagi ini? Kok aku lagi yang salah? Kupecahkan juga ini kepalanya!" Vino menggerutu dalam hati.
"Berani sekali mereka berdua buat onar di sini!!!" Irgi berkata sambil menahan geram. Dia sudah berdiri tegak.
Satria buru-buru menengahi. "Mereka dipukuli di kamar mandi." Ujar Satria.
Dia menjelaskan tragedi yang dilihatnya tadi. Namun dia juga belum berhasil mendapatkan informasi apapun penyebab kejadian pemukulan tersebut.
Semua pengurus OSIS yang ada di ruangan itu tertegun menyimak cerita Satria.
"Kenapa kau dipukuli hahhh!?" Tanya Irgi pada Vino. Irgi berdiri dalam jarak dekat sekali dengan Vino.
Vino menatap Irgi dengan tatapan jengah. "Bukan salahku, kak. Aku tiba-tiba masuk ke toilet dan mereka menyerangku."
Vino mencoba menjelaskan apa yang telah dia alami. Dia berhenti melanjutkan kata-katanya, meringis sedikit karena luka kecil di dekat bibirnya.
Irgi terdiam sejenak, dia sepertinya sedang berfikir keras. Dia kemudian melanjutkan menginterogasi siswa baru yang berdiri di belakang Vino.
"Kenapa kau dipukuli mereka?" Tanya Irgi.
"Aku... Karena aku tidak mau melakukan perintah mereka, kak." Jawab siswa baru itu.
"Apa rupanya perintah mereka?" Tanya Irgi tak sabar.
Siswa baru itu terdiam, sepertinya dia sedang memilih kata-kata terbaik.
"JAWAB!!!" Irgi berteriak sambil memukul meja di dekatnya.
Wajahnya yang keren mulai tegang dan tidak bersahabat.
Siswa baru itu terlonjak kaget. "Aku diminta menirukan cara binatang berjalan, kak!" Dia menjawab cepat.
Siswa baru itu berusaha keras menghindari menyebutkan nama binatang yang dimaksudnya. Dia berusaha menjaga kesopanan di hadapan pengurus OSIS di ruangan tersebut.
"Hanya itukah?" Irgi bertanya lagi memastikan bahwa konflik tidak mungkin sesederhana itu.
Siswa baru itu menunduk dan meringis. Irgi melihat sekilas ke wajahnya, ada luka memar di pipi sebelah kiri.
"BRENGSEK!!!" Ujar Irgi berang.
Dia menendang sebuah kursi serampangan, membuat teman-temannya kaget tak karuan. Kedua temannya berusaha menenangkan Irgi.
"Tenang, Gi. Tenangkan dirimu. Kita fikirkan dulu gimana solusinya." Arya yang sedari tadi diam menyaksikan akhirnya ikut memberikan nasehat.
Arya adalah pengurus OSIS yang menangani bagian aktivitas kerohanian di sekolah elite itu. Dedi yang berada di sebelahnya setuju dengan pendapat Arya.
"Duduk kalian!" Perintah Satria pada kedua siswa baru itu.
Vino dan siswa baru itu duduk di kursi kosong dekat mereka.
Keempat pengurus OSIS di ruangan itu memperhatikan mereka berdua dengan serius.
"Kita juga yang bakal bermasalah kalau gini ceritanya!!" Irgi menggerutu.
"Kenapa kita yang salah?" Protes Satria.
"Kalau aku tidak kebetulan ke kamar mandi tadi, mungkin sudah babak belur dua anak ini!" Sambung Satria sambil melirik sinis kedua adik kelasnya.
Vino mendengus pelan. Apa yang dikatakan Satria memang ada benarnya. Vino tidak mampu melawan sendirian kekuatan tiga orang kakak kelasnya. Dia memang bukan ahli bela diri.
Namun jiwa pemberontaknya tidak mengizinkan tubuhnya berdiam saja menerima pukulan demi pukulan. Apalagi dia tidak bersalah.
Ini poin pentingnya! Vino merasa dirinya sama sekali tidak bersalah!
"Mereka kakak kelas kita, boy! Kau mengerti maksudku, kan!?" Ujar Irgi emosi.
"Senior tidak pernah salah." Gumam Arya.
"Hahaha... Pasal senior." Dedi menimpali sambil tertawa terbahak-bahak.
Satria mulai kesal. "Jelas mereka bersalah. Melakukan tindakan kekerasan di lingkungan sekolah adalah perbuatan terlarang!" Satria berkata dengan suara tegas.
"Lihat saja keadaan mereka," ujar Satria lagi sembari menunjuk ke arah Vino dan siswa baru di sampingnya.
Irgi kembali duduk di kursinya dan menghela nafas panjang.
"Iya, kau benar. Kontak fisik lagi." Irgi berkata dengan suara berat.
"Ini bisa jadi kasus yang panjang... Dan nama baik sekolah ini bisa terancam." Sambung Irgi dengan nada putus asa.
Irgi mengambil smartphone yang tergeletak di atas mejanya. Dia segera menghubungi Andrew dan Wulan. Mereka harus melaksanakan rapat dadakan sekarang juga.
Satria terlihat geram. Dia mencoba menahan emosinya agar tetap bisa berfikir logis. Sementara Vino sibuk menggerutu dalam hatinya.
"Senior-senior bedebah!" Dia memaki-maki dalam hati.
"Bawa mereka ke ruang BK! Laporkan apa yang kau lihat tadi!" Perintah Irgi pada Satria.
"Tunggu arahan berikutnya dari pak Suwanto." Sambung Irgi.
"OK." Satria menjawab singkat dan segera mengajak Vino dan siswa baru itu ke ruang BK. Sebuah ruangan keramat yang ternyata harus dikunjungi lebih cepat oleh Vino.
Tanpa buku catatan, tanpa tanda tangan ketos. Namun cukup dengan tanda kekerasan di wajahnya dan di beberapa bagian tubuhnya telah sukses mengantarkan Vino ke depan pintu gerbang ruangan BK.
Vino masih mendengus kesal, dia benar-benar tidak membayangkan harus masuk BK secepat ini. Dia berusaha menjadi siswa baru yang baik.
Bayangan amarah papanya nanti di rumah membuatnya merasa semakin ngilu di sekujur tubuhnya.
"Aduh, bisa mati aku disembelih kalau hal ini diketahui papa!" Vino merutuk di dalam hati.
Vino melirik siswa di sampingnya yang juga menjadi korban pemukulan kakak kelas. Cowok itu terlihat sudah lebih tenang meskipun sesekali dia meringis pelan.
Vino merasa sedikit lucu melihat wajah cowok itu yang memar dan terluka. Sebenarnya wajahnya cukup tampan, tapi jadi bonyok gitu malah membuat lucu.
"Apa mungkin kakak kelas bedebah itu iri melihat wajah dia yang tampan ya?!" Vino berprasangka sendiri.
"Ah... Apa urusanku?! Aku jadi terlibat bentrokan di antara mereka gara-gara si bodoh ini!" Vino membatin sambil melirik sinis ke arah siswa di sebelahnya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 166 Episodes
Comments
Alivaaaa
kasihan Vino
2021-04-25
1