Ide Gila Kakak Kelas

Salah satu di antara ketiga gadis cantik itu tiba-tiba menghentikan langkahnya. Dia berbalik menuju bangku di depan.

Ternyata Yuni menjadi target pertama mereka. Beruntung bagi Yuni, dia masih ingat dan bisa menyebutkan nama temannya yang ditunjuk oleh kakak kelasnya dengan benar.

Ketiga kakak kelas itu melanjutkan kembali aktivitas mereka, mencari-cari siswa mana yang potensial untuk ditanya.

"Hai adik cantik, siapa nama temanmu yang di belakang itu?" Salah satu dari tiga gadis cantik itu berhenti di samping sebuah meja dan bertanya pada seorang siswa baru yang berparas elok.

Dia kemudian menunjuk seorang siswa laki-laki yang duduk di bangku belakang.

Siswa baru yang cantik itu terlihat resah, sepertinya dia belum tahu namanya. Dia terdiam cukup lama, berusaha mengingat nama siswa yang dimaksud kakak kelasnya.

"BRAAAKKKK!!!" Gadis itu memukul meja di hadapan siswa baru itu.

Siswa baru itu terlonjak kaget. Wajahnya yang cantik mulai terlihat ketakutan.

"Siapa namamu, huhhh!? Kau cantik, tapi sepertinya kupingmu tidak sehat." Ucap gadis itu dengan nada menghina.

"Dia berani mengabaikanmu ya Rin. Lancang sekali anak baru ini." Ucap seorang gadis yang dari tadi berdiri di sebelahnya.

"Maaf kak... Saya tidak ingat namanya..." Siswa baru yang cantik itu berusaha menjawab dengan sopan. Wajahnya terlihat semakin ketakutan.

Kelas masih saja hening. Tidak ada yang berani berbicara, bahkan untuk berbisik pun mereka segan. Semua pandangan tertuju pada siswa baru yang sedang dikelilingi oleh ketiga kakak kelas itu. Mereka semua benar-benar cantik.

Semua siswa penasaran, menunggu apa yang selanjutnya akan terjadi di ruangan ini. Seperti ada persaingan tersembunyi di antara para gadis cantik tersebut.

Amanda terheran-heran, mengapa dia sedari tadi tidak menyadari kehadiran teman sekelasnya yang cantik itu. Kalau diperhatikan dengan seksama, sepertinya memang gadis itu yang paling cantik di kelas ini. Dia bahkan terlihat lebih cantik daripada ketiga kakak kelas mereka.

Wajahnya yang oriental mengingatkan Amanda akan drama Korea yang pernah sekilas dilihatnya. Tapi dia lupa siapa nama aktris Korea itu.

Maklum, Amanda bukanlah fans drakor. Dia hanya sekilas menonton ketika sedang bermain di rumah temannya minggu lalu.

"Kak Ravel, apa hukuman bagi anak baru yang tidak menjalankan perintahmu dengan baik?" Gadis yang bernama Erin itu bertanya dan melirik ke arah Ravel yang sedang berdiri setengah bersandar di dekat pintu.

"Terserah kalian." Jawab Ravel enteng.

"Siapa namamu?" Erin bertanya dengan nada mengintimidasi.

"Iiii... Iya kak. Na.. Nama saya Clara." Siswa baru itu menjawab dengan terbata-bata.

Erin melirik kedua temannya, mereka kemudian membuat kesepakatan bahwa Clara akan mendapat hukuman.

"Hukuman bagimu adalah mendapatkan tanda tangan guru matematika yang paling killer di sekolah ini." Ujar Erin dengan lantang.

"Sebelum istirahat siang, kau sudah harus menyerahkan tugasmu padaku. Jika tidak, tugasmu akan bertambah. PAHAM?!!" Erin berkata dengan nada penuh ancaman.

"Ba... Baik kak..." Jawab Clara dengan frustrasi. Dia bahkan belum mengenal satu guru pun di sekolah ini, bagaimana dia bisa menemukan guru yang dikatakan killer itu.

Konyol sekali kalau dia harus menginterogasi setiap guru untuk mengetahui mana yang paling killer.

Namun tiba-tiba Clara ingat seseorang yang akan bisa membantunya. Dia akan segera menemui penolongnya di jam istirahat nanti. Dia pun merasa sedikit lega.

Ketiga gadis itu kemudian beranjak dari bangku Clara, berjalan menyusuri lorong untuk mencari mangsa selanjutnya.

Amanda mulai dag dig dug, khawatir kalau target berikutnya adalah dirinya.

"Ya Tuhan... Tolong aku, semoga mereka ga milih aku." Amanda berdo'a dalam hati.

Dia juga khawatir tidak bisa menjawab, karena dia belum sempat menanyakan apalagi mengingat semua nama teman sekelasnya.

Kapasitas memory di otaknya hari ini tidak bisa bekerja maksimal. Kepalanya masih terasa pusing.

Langkah ketiga gadis cantik itu semakin mendekat ke arah meja Helena dan Amanda. Helena terlihat agak risih. Mereka bertiga terus berjalan sampai ke bangku paling belakang. Helena dan Amanda menghembuskan nafas dengan lega.

"Coba tanyakan padanya, siapa nama temannya yang baru saja mendapat hukuman tadi." Tiba-tiba Ravel memberi perintah dan menunjuk seorang siswa laki-laki yang duduk di bangku belakang, tak jauh dari tempat ketiga gadis tadi berdiri.

"Aku lihat dia sepertinya sibuk sendiri di belakang." Ujar Ravel dengan tegas dan aura mengintimidasi.

"Siapa namamu, dik?" Gadis cantik bernama Shinta yang berdiri di sebelah Erin bertanya padanya.

"Vino." Siswa baru itu menjawab dengan santai.

"OK, Vino. Kau tahu kan siapa nama temanmu yang cantik itu?" Ucap Shinta sambil tetap memandangi wajah Vino.

"Clara." Jawab Vino masih santai.

"Nice! Lalu apa kesalahan dia dan apa hukuman yang kami berikan?" Shinta menambah level pertanyaan karena mulai tidak senang melihat gaya cuek siswa baru itu.

"Dia ga bisa jawab pertanyaan kalian." Ujar Vino cuek.

"Hukumannya?" Shinta terus bertanya dengan gaya menginterogasi.

Vino mengernyitkan dahinya, terlihat dia seperti sedang berusaha mengingat sesuatu. Agak lama dia terdiam, membuat Erin ikut gemas.

"Heyyy... Jawab cepat!" Erin akhirnya bersuara.

"Seloww kak, aku lagi coba ingat-ingat." Vino menjawab dengan nada masih sama cueknya seperti tadi.

Ketiga kakak kelas cantik itu spontan kaget dengan reaksi Vino yang terlalu cuek. Arumi melirik ke arah Shinta dan Erin. Dari tadi hanya dia yang belum bersuara. Jadi kali ini dia merasa perlu turun tangan.

"Hehhh.. Kalau kamu ga bisa jawab, mendingan ngaku. Ga usah belagu!" Arumi mulai menghardik Vino.

Vino melihat ke arah Arumi dengan tatapan jengah. "Suka-suka kalian lah." Jawab Vino dengan nada malas.

"Ooo.. Hebat sekali. Ada yang sok jagoan di kelas ini." Arumi berkata sambil bertepuk tangan sendiri.

"Kak Ravel, apa hukuman yang pantas untuk siswa baru yang melawan dan tidak sopan?" Arumi menunggu respon dari Ravel dengan wajah tidak sabar.

"Sudah kuduga dia ga nyambung!" Jawab Ravel.

"Kau sepertinya butuh banyak bimbingan." Sambung Ravel sambil berjalan ke arah bangku Vino.

Setiap langkah kaki Ravel seolah menurunkan suhu di ruangan kelas tersebut. Amanda bertanya-tanya dalam hati apakah ada remote AC di sepatu kakak kelasnya itu, atau mungkin dia yang baperan sendiri karena terlalu ketakutan.

"Kumpulkan tanda tangan semua pengurus OSIS, serahkan padaku secepatnya! Selama masa orientasi ini, semuanya harus sudah terkumpul!" Ravel berkata dengan tegas.

"Jika ada satu saja tanda tangan yang tidak lengkap, itu artinya kau perlu bertemu dengan guru BK." Ravel berdiri dengan santai di depan Vino.

Namun wajahnya yang keren terlihat tidak bersahabat. Dia menatap tajam ke arah Vino yang mulai salah tingkah. Ketiga kakak kelas yang cantik itu tersenyum sinis melihat reaksi Vino.

Seisi kelas pun berusaha menahan tawa mereka. Pemandangan yang lucu sekali melihat tingkah polah Vino dari tadi yang memang seperti mencari masalah sendiri.

Tetapi tentu saja tidak akan ada satu orang siswa pun yang berani tertawa atau mengeluarkan suara. Itu sama saja seperti berguling-guling di kandang singa.

Amanda dan Helena saling bertatapan. "Vino rupanya nama si goblok itu." Bisik Helena.

"Iya, hukumannya ga mudah sih menurutku." Balas Amanda setengah berbisik sambil melirik ke bangku belakang, ke arah Ravel dan ketiga gadis cantik di sebelahnya.

"Dia pantas menerimanya. Manusia goblok plus ga sopan." Bisik Helena dengan sinis dan sepelan yang dia bisa. Bahkan Amanda hampir saja tidak bisa mendengar apa yang dikatakan Helena.

Vino duduk dengan santai dan tak bergeming. Entah apa yang ada di dalam fikirannya, tidak ada seorang pun yang tahu.

Ravel sudah berjalan kembali menuju ke depan kelas. Erin dan teman-temannya ikut berjalan di belakang Ravel. Mereka terlihat seperti pangeran dan puteri-puteri kerajaan yang anggun.

Tiba-tiba langkah Shinta terhenti, tepat di samping meja Helena dan Amanda.

"Ehhh.. Kamu! Simbolnya kok kebalik?" Shinta bertanya dan menunjuk ke arah lengan baju Amanda.

Amanda shock berat dan merasakan dirinya seperti akan meriang. Akhirnya ada juga yang menyadari kesalahannya. Habis lah dia hari ini, fikirnya dengan perasaan ngeri.

Arumi, Erin, dan Ravel ikut melihat ke arah yang ditunjuk Shinta. Helena yang sedari tadi duduk di samping Amanda tertegun sendiri. Bahkan dia tidak menyadari hal itu, padahal posisinya begitu dekat dengan Amanda.

"Gara-gara si goblok itu, aku jadi emosi jiwa terus dari tadi. Jadi ga ngelihat kesalahan temanku sendiri." Batin Helena dengan rasa menyesal.

Ravel kemudian bergegas mengitari ruangan kelas, memeriksa semua seragam siswa. Tapi tidak ada yang salah, fix hanya Amanda yang berbeda.

Ravel menatap Amanda dengan tajam.

"Apakah kamu tidak mengetahui atau kamu sengaja meyepelekan peraturan seragam di sini?" Tanya Ravel dengan wajah datar.

"Maaf kak... Saya benar-benar tidak tahu." Jawab Amanda dengan suara yang hampir tidak terdengar.

Dia bahkan mendadak kehilangan tenaga untuk berkata-kata. Bayangan buruk akan menjadi bahan bully-an berputar-putar di kepalanya.

"Apatis banget kamu," ujar Shinta.

"Kenapa ga nanya sama teman-temanmu?" Cecar Shinta lagi.

"Ma... Maaf kak, teman-teman saya tidak ada yang sekolah di sini." Amanda berkata sambil menunduk.

Dia berusaha keras menenangkan jantungnya, yang bekerja di luar kebiasaan.

"Lho? Emangnya kamu dari sekolah mana?" Erin ikut bertanya karena merasa heran.

"SMP Pelita Bangsa." Jawab Amanda singkat.

Erin memandangi wajah teman-temannya. Arumi angkat bahu.

"Aku juga ga tahu." Shinta menjawab untuk merespon tatapan Erin.

"Dari mana katanya tadi?" Ravel kembali nimbrung.

"Pelita Bangsa." Jawab Erin singkat, masih menatap ke arah Amanda.

Amanda mulai memasang wajah bersalah dan menyesal, berharap kakak-kakak kelasnya ini tidak memberikan hukuman yang aneh-aneh untuk dirinya. Berharap mereka akan iba dan memberi hukuman yang ringan.

Amanda sadar dia memang bersalah dan dia tidak ingin memperbesar masalah itu. Dia benar-benar tidak ingin menjadi bahan bully-an lagi. Tidak lagi di sekolah ini. Itu cukup di masa lalu.

"Kau yakin tidak ada alumni Pelita Bangsa selain dirimu yang sekolah di sini?" Ravel bertanya layaknya seorang petugas kepolisian khusus yang sedang menginterogasi terpidana kasus narkoba.

Ravel tersenyum sinis. Sepertinya dia mengetahui sesuatu.

Amanda menjadi gelagapan. "Apa maksudnya dia bertanya begitu?" Batin Amanda.

"Sepertinya begitu, kak..." Jawab Amanda dengan nada putus asa.

"Hmmmm... Baiklah... Tapi aku tidak yakin. Jadi tugasmu adalah menemukan siswa di sini yang dulu sekolah di SMP Pelita Bangsa. Temukan sebanyak mungkin!" Perintah Ravel pada Amanda.

"Tuliskan surat permohonan maaf karena telah melanggar peraturan sekolah ini. Pastikan di surat itu terdapat tanda tangan kamu dan satunya lagi adalah tanda tangan temanmu yang dulu sekolah di SMP Pelita Bangsa!" Ravel mengucapkan perintahnya dengan tegas dan jelas.

"Serahkan padaku secepatnya! Dan pastikan besok pagi, kesalahanmu sudah diperbaiki. Pakai seragam yang benar!" Ravel melanjutkan kata-katanya sambil menunjuk ke arah lengan baju Amanda.

Sebenarnya dia sangat ingin menambah hukuman bagi Amanda, namun melihat wajah Amanda yang polos dan memelas itu rasanya hukumannya sudah cukup.

"Ba... Baik kak..." Amanda menjawab singkat.

Dia tidak berani mengatakan apapun lagi. Jangankan untuk bernegosiasi, menjawab saja rasanya sudah sangat berat.

Ravel langsung berbalik dan berjalan kembali ke depan kelas, diikuti oleh ketiga gadis cantik itu.

Mereka masih terlihat seperti sedang melakukan razia, mencari-cari kesalahan sekecil apapun yang bisa mereka temukan.

Kerongkongan Amanda sudah terasa tercekat sejak tadi. Amanda butuh minuman untuk menenangkan tenggorokannya. Namun dia hanya duduk mematung, tidak berani bergerak sama sekali.

Dia khawatir, satu gerakan saja dapat mengakibatkan hukumannya bertambah gila. Ini sudah cukup gila, mencari alumni sekolahnya di sini.

Jelas-jelas sepengetahuan dia, tidak ada alumni SMP Pelita Bangsa yang sekolah di sini kecuali kak Edo dan dirinya.

Dia melirik jam tangannya. "Huhhh... Syukurlahh... Sebentar lagi jam istirahat." Amanda berkata dalam hati. Dia benar-benar berharap bel tanda istirahat segera berbunyi.

Sepuluh menit lagi terasa begitu lama bagi semua siswa baru yang ada di kelas itu.

Ravel menyadari sebentar lagi bel akan berbunyi.

"OK, kami akan meninggalkan kelas. Kita akan bertemu kembali setelah jam istirahat berakhir," ujar Ravel.

"Jangan ada yang terlambat masuk kelas!" Sambung Ravel lagi.

Keempat kakak kelas itu akhirnya keluar dari ruangan. Semua siswa baru bernafas dengan lega. Setidaknya lega untuk sementara waktu.

"Mana ada... Selain kak Edo. Kayaknya cuma aku yang sekolah di sini." Amanda berfikir keras.

Tetapi mungkin saja dia ketinggalan informasi. Dalam hati kecilnya dia berharap keliru, dia berharap akan ada siswa lain selain kak Edo. Itu akan lebih mudah bagi Amanda.

Amanda bertekad dia akan secepatnya mencari informasi tentang hal ini dari teman-teman dekatnya. Mereka pasti bisa membantu.

"Semoga saja ada alumni yang lain, jadi aku tidak perlu repot-repot menjumpai kak Edo dan memintanya untuk menanda tangani surat konyol itu," Amanda berkata dalam hati.

"Tengsin bener aku nanti..." Bayangan rasa malu yang teramat besar melintasi fikiran Amanda.

Sejak pertama Amanda mengenal kak Edo, mereka tidak pernah bertegur sapa atau sekedar berbicara. Amanda hanya berani menatapnya dari kejauhan. Mengagumi dalam diam.

Bahkan teman-teman terdekat Amanda juga tidak ada seorang pun yang tahu akan hal ini. Amanda menutupi perasaannya dari siapa pun. Dia sadar sekali bahwa dia dan kak Edo bukanlah pasangan serasi. Sebagai atlet basket sekolah, Kak Edo cukup populer di sekolahnya dulu.

Sementara dirinya, hanya angin berhembus di padang pasir yang gersang. Ada namun tak terlihat bagi kak Edo.

----------

 

Terpopuler

Comments

RN

RN

5 like 5 rate favorite hadir feedback totok pembangkit saling dukung

2021-07-01

1

lihat semua
Episodes
1 SMA Terfavorit
2 Hari Pertama
3 Masa Orientasi
4 Sekretaris OSIS yang Tampan
5 Ide Gila Kakak Kelas
6 Salam dari Author
7 Bertemu di Kantin Sekolah
8 Bantuan Helena
9 Cowok di Halte
10 Mimpi Indah
11 Tak Ingin Di-bully
12 Pesona Sang Dewi Bulan
13 Wakil Ketos
14 Berdua di Halte
15 Vino vs Ketos (1)
16 Vino vs Ketos (2)
17 Vino vs Ketos (3)
18 Kasus!
19 Playing Victim
20 Author Menyapa
21 Salah Siapa?
22 Mendadak Viral
23 Bersama Andrew
24 Ketika Doni Kepo
25 Pertolongan Pertama
26 Bad Mood
27 Cemburu
28 Keberuntungan Vino
29 Mendung Berarti Hujan
30 Rahasia Cinta Edo
31 Senyuman Itu
32 I Hate Math!
33 Perih...
34 Demi Cinta
35 Pertaruhan Hidup dan Mati
36 Tuan Muda Anthony
37 Ikatan Hati
38 Malam yang Meresahkan
39 Bukan Kencan Impian
40 Wejangan Mama Vino
41 PR Tambahan
42 Pendaftaran Kegiatan Ekskul
43 Helena Menyontek
44 Patah Hati
45 Tuan Muda Sedang Bucin
46 Firasat Nyonya Wishnu
47 Bahagia dalam Berbagi
48 Sendu
49 Duka Dua Dara
50 Selalu Denganku!
51 Author Menyapa
52 Cowok Keren
53 Kamu Milikku!
54 Rasa yang Tak Biasa
55 Di Perpustakaan
56 Deg-degan
57 Adegan dalam Mobil
58 Setiap Hari Merindu
59 Dia Ramah Sekali
60 Kelaparan
61 Sahabat Lama
62 Persiapan Penyambutan Tamu Penting
63 Senyummu Mengalihkan Duniaku
64 Pesta Makan Malam
65 Harus Selalu Berdua
66 Integritas!
67 Sekretaris Tampan Tuan Muda
68 Mulai Perhatian
69 Cemas
70 Siapa Dia?
71 Agresif
72 Pacar!?
73 Rencana Nyonya Wishnu
74 Pertemuan Tiga Pria Tampan
75 Kesal
76 Kosong
77 Aku Akan Selalu Menemanimu
78 Amanda Galau
79 Sampai Terbawa Mimpi
80 Laki-laki Sejati
81 Malu-malu
82 Obsesi Windy
83 Penasaran
84 Akhir Pekan
85 Malam Minggu
86 Pameran Karya Ilmiah
87 Dua Cowok Keren di Aula
88 Handsome Driver
89 Panas
90 Gara-gara Essay
91 Amanda Bingung
92 Author Menyapa
93 E-mail yang Mengejutkan
94 Menemani Amanda
95 Keputusan Tuan Wishnu
96 Ryan Mulai Viral
97 Kecurigaan Tuan Muda
98 Curhatan yang Menyebalkan
99 Jepang (1)
100 Jepang (2)
101 Jepang (3)
102 Jepang (4)
103 Jepang (5)
104 Gadis yang Mengesankan
105 Belajar di Villa
106 Di Dalam Mobil Mewah Tuan Muda
107 Sederhana
108 Ketahuan Mencontek
109 Hukuman untuk Helena
110 Cewek Matre
111 Bucin di Perpustakaan
112 Bau-bau Perjodohan
113 Gangguan dari Windy
114 Coaching Essay
115 Bertamu di Rumah Amanda
116 Tak Dianggap
117 Mangga dan Diskusi
118 Laporan Tuan Alfred
119 Anak Nongkrong
120 Si Ketua Kelas
121 Ketua Kelas Bersatu
122 Ryan Curhat
123 Teguh Kembali
124 Mulai Dekat
125 Api Asmara Tuan Muda
126 Tiba-tiba Pusing
127 PMS
128 Percakapan yang Aneh
129 Pengumuman dari Vino
130 Persiapan Pensi
131 Teguh Galau
132 Lulus Ujian
133 Bermula dari Rasa Nyaman
134 Menggantikan Papa
135 Apakah Ini Pertanda?
136 Tes Wawancara
137 Mendengar Pembicaraan Rahasia
138 Vino Lagi Sensi
139 Ada Orang Gila!
140 Sehari Tanpamu
141 Kekhawatiran Tuan Robby
142 Windy Kecewa
143 Meeting Pertama Tuan Muda
144 Rencana Tuan Muda
145 Kabar yang Ditunggu Windy
146 Gara-gara Payung
147 Si Tampan di Tengah Hujan
148 Penyelewengan
149 Menjelang Pensi
150 Brokenheart
151 Tuan Wishnu Kembali
152 Gombal!
153 Windy Kecewa
154 Sang Pemenang
155 Ada yang Berbeda
156 Pensi
157 My First Kiss!
158 Ada Apa dengan Ryan?
159 Ketemu di Toko Buku
160 Ikut ke Yayasan
161 Mengharu-biru
162 Mengantar Amanda Pulang
163 Janji dengan Ryan
164 Bersama Ryan
165 Diantar Pulang oleh Ryan
166 Dia Bukan Gadis Biasa!
Episodes

Updated 166 Episodes

1
SMA Terfavorit
2
Hari Pertama
3
Masa Orientasi
4
Sekretaris OSIS yang Tampan
5
Ide Gila Kakak Kelas
6
Salam dari Author
7
Bertemu di Kantin Sekolah
8
Bantuan Helena
9
Cowok di Halte
10
Mimpi Indah
11
Tak Ingin Di-bully
12
Pesona Sang Dewi Bulan
13
Wakil Ketos
14
Berdua di Halte
15
Vino vs Ketos (1)
16
Vino vs Ketos (2)
17
Vino vs Ketos (3)
18
Kasus!
19
Playing Victim
20
Author Menyapa
21
Salah Siapa?
22
Mendadak Viral
23
Bersama Andrew
24
Ketika Doni Kepo
25
Pertolongan Pertama
26
Bad Mood
27
Cemburu
28
Keberuntungan Vino
29
Mendung Berarti Hujan
30
Rahasia Cinta Edo
31
Senyuman Itu
32
I Hate Math!
33
Perih...
34
Demi Cinta
35
Pertaruhan Hidup dan Mati
36
Tuan Muda Anthony
37
Ikatan Hati
38
Malam yang Meresahkan
39
Bukan Kencan Impian
40
Wejangan Mama Vino
41
PR Tambahan
42
Pendaftaran Kegiatan Ekskul
43
Helena Menyontek
44
Patah Hati
45
Tuan Muda Sedang Bucin
46
Firasat Nyonya Wishnu
47
Bahagia dalam Berbagi
48
Sendu
49
Duka Dua Dara
50
Selalu Denganku!
51
Author Menyapa
52
Cowok Keren
53
Kamu Milikku!
54
Rasa yang Tak Biasa
55
Di Perpustakaan
56
Deg-degan
57
Adegan dalam Mobil
58
Setiap Hari Merindu
59
Dia Ramah Sekali
60
Kelaparan
61
Sahabat Lama
62
Persiapan Penyambutan Tamu Penting
63
Senyummu Mengalihkan Duniaku
64
Pesta Makan Malam
65
Harus Selalu Berdua
66
Integritas!
67
Sekretaris Tampan Tuan Muda
68
Mulai Perhatian
69
Cemas
70
Siapa Dia?
71
Agresif
72
Pacar!?
73
Rencana Nyonya Wishnu
74
Pertemuan Tiga Pria Tampan
75
Kesal
76
Kosong
77
Aku Akan Selalu Menemanimu
78
Amanda Galau
79
Sampai Terbawa Mimpi
80
Laki-laki Sejati
81
Malu-malu
82
Obsesi Windy
83
Penasaran
84
Akhir Pekan
85
Malam Minggu
86
Pameran Karya Ilmiah
87
Dua Cowok Keren di Aula
88
Handsome Driver
89
Panas
90
Gara-gara Essay
91
Amanda Bingung
92
Author Menyapa
93
E-mail yang Mengejutkan
94
Menemani Amanda
95
Keputusan Tuan Wishnu
96
Ryan Mulai Viral
97
Kecurigaan Tuan Muda
98
Curhatan yang Menyebalkan
99
Jepang (1)
100
Jepang (2)
101
Jepang (3)
102
Jepang (4)
103
Jepang (5)
104
Gadis yang Mengesankan
105
Belajar di Villa
106
Di Dalam Mobil Mewah Tuan Muda
107
Sederhana
108
Ketahuan Mencontek
109
Hukuman untuk Helena
110
Cewek Matre
111
Bucin di Perpustakaan
112
Bau-bau Perjodohan
113
Gangguan dari Windy
114
Coaching Essay
115
Bertamu di Rumah Amanda
116
Tak Dianggap
117
Mangga dan Diskusi
118
Laporan Tuan Alfred
119
Anak Nongkrong
120
Si Ketua Kelas
121
Ketua Kelas Bersatu
122
Ryan Curhat
123
Teguh Kembali
124
Mulai Dekat
125
Api Asmara Tuan Muda
126
Tiba-tiba Pusing
127
PMS
128
Percakapan yang Aneh
129
Pengumuman dari Vino
130
Persiapan Pensi
131
Teguh Galau
132
Lulus Ujian
133
Bermula dari Rasa Nyaman
134
Menggantikan Papa
135
Apakah Ini Pertanda?
136
Tes Wawancara
137
Mendengar Pembicaraan Rahasia
138
Vino Lagi Sensi
139
Ada Orang Gila!
140
Sehari Tanpamu
141
Kekhawatiran Tuan Robby
142
Windy Kecewa
143
Meeting Pertama Tuan Muda
144
Rencana Tuan Muda
145
Kabar yang Ditunggu Windy
146
Gara-gara Payung
147
Si Tampan di Tengah Hujan
148
Penyelewengan
149
Menjelang Pensi
150
Brokenheart
151
Tuan Wishnu Kembali
152
Gombal!
153
Windy Kecewa
154
Sang Pemenang
155
Ada yang Berbeda
156
Pensi
157
My First Kiss!
158
Ada Apa dengan Ryan?
159
Ketemu di Toko Buku
160
Ikut ke Yayasan
161
Mengharu-biru
162
Mengantar Amanda Pulang
163
Janji dengan Ryan
164
Bersama Ryan
165
Diantar Pulang oleh Ryan
166
Dia Bukan Gadis Biasa!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!