Di tengah rasa panik yang mulai melanda, Amanda dikagetkan dengan bunyi microphone di halaman.
"Tes.. Tes.. Tes.. 1, 2, 3.. Tes!" Suara nyaring seorang laki-laki membuat keadaan di halaman sekolah mendadak menjadi lebih tenang.
Semakin tenang suasana di halaman sekolah, semakin tidak tenang suasana hati Amanda. Dia menjadi semakin grogi, ingin menutupi lengan bajunya. Namun itu tidak mungkin.
Halaman sekolah mulai terlihat dipenuhi para siswa, baik siswa baru maupun siswa lama. Semua siswa diperintahkan untuk berbaris dengan rapi. Siswa-siswa kelas 1 berbaris di sisi kanan, kemudian dilanjutkan oleh barisan siswa-siswa kelas 2, dan terakhir di sisi paling kiri adalah barisan siswa-siswa paling senior (siswa-siswa kelas 3).
Upacara Senin pagi siap untuk dimulai. Sound system sudah beres. Para petugas upacara terpilih telah berdiri pada posisi mereka masing-masing. Mereka semua adalah siswa kelas 2.
Amanda mengetahui itu dari warna simbol sekolah yang mereka kenakan di bagian lengan bajunya.
Teringat kembali akan simbol yang salah tempat, Amanda bergidik ngeri. Namun melihat Amel dan teman-temannya belum menyadari kesalahannya, Amanda berusaha terlihat tenang.
Amanda celingak-celinguk melihat ke arah barisan para siswa kelas 3.
"Seharusnya dia ada di sana." Gumam Amanda dalam hati.
Amanda tidak ingin terlihat terlalu mencolok dalam memperhatikan barisan seniornya, dia kembali menatap lurus ke depan, ke arah podium upacara.
"Amanda, kamu tahu ketua OSIS kita sekarang ini yang mana?" Tiba-tiba Amel bertanya dan membuat Amanda kaget setengah mati.
Dia sedang sibuk dengan fikirannya sendiri dan mencari-cari seseorang yang sangat dia kagumi. Sehingga pertanyaan Amel itu membuat dia shock.
Sebenarnya Amanda tidak peduli dengan ketua OSIS. Baginya itu tidak penting untuk diketahui. Ada orang lain yang lebih penting untuk Amanda. Dia ingin melihatnya di sini, di halaman sekolah ini. Tak peduli dengan sang ketua OSIS.
Tetapi mengingat keramahan dan kebaikan Amel, dia tidak tega mengabaikan pertanyaan teman barunya itu. Amanda pun menjawab dengan sopan. "Aku belum tahu. Yang mana ya orangnya?"
"Itu.. Yang sedang bicara dengan guru di pojok sana. Di depan bagian sebelah kiri." Amel menjawab setengah berbisik agar tidak didengar oleh teman-temannya yang lain.
Amanda melihat ke arah yang dimaksud Amel. Dia menangkap sosok keren nun jauh di hadapannya sana. Kelihatan cukup berwibawa.
"Dia layak jadi ketua OSIS," batin Amanda.
"Cakep, berwibawa, dan kelihatan cukup pintar." Amanda menilai dalam hati.
"Gimana? Keren kan?" Ujar Amel sambil cengar-cengir.
"Iya." Jawab Amanda sambil tertawa kecil.
Amel seakan ingin berbicara lagi ketika tiba-tiba seorang guru menghimbau melalui microphone agar semua siswa berdiri tegak dan bersikap tenang karena upacara akan segera dimulai.
Halaman sekolah menjadi hening. Upacara berjalan khidmat. Kepala sekolah memberikan kata sambutan dan berbagai wejangan bagi para siswa baru agar dapat belajar sebaik-baiknya sehingga menjadi orang-orang sukses di masa depan.
Amanda mulai merasa bosan. Sejak kecil dia memang tidak suka mengikuti kegiatan upacara. Dia merasa letih berdiri terlalu lama, apalagi kepalanya masih terasa sedikit pusing. Efek dari tidurnya yang kurang selama ini. Amanda begitu lega ketika akhirnya upacara pagi ini selesai.
Para siswa sudah mulai berdiri dengan posisi lebih santai. Namun mereka belum dibolehkan meninggalkan halaman sekolah karena akan ada pengarahan untuk kegiatan orientasi sekolah bagi para siswa baru.
"PENGUMUMAN!" Sebuah suara kembali terdengar dari microphone.
"Diharapkan kepada seluruh siswa kelas 2 dan kelas 3 untuk dapat meninggalkan lapangan upacara dan segera menuju kelas masing-masing. Daftar nama telah tersedia di setiap kelas. Dan kepada semua siswa kelas 1 tetap berada di lapangan upacara untuk mengikuti kegiatan orientasi selanjutnya. Terima kasih."
Seorang guru terlihat turun dari podium dan berjalan menuju beberapa orang siswa senior, salah satu di antara mereka adalah ketua OSIS yang tadi disebutkan Amel.
Amanda melihat dari kejauhan, memperhatikan setiap siswa yang mulai bubar dari barisan masing-masing. Misi utama Amanda tentu saja ingin melihat seseorang. Sejak tadi pagi dia belum melihat batang hidungnya.
"Apa aku salah ya? Jangan-jangan dia ga sekolah di sini," gumam Amanda dalam hati.
"Tapi udah bener dehhh.. Seragam yang biasa dia pake dulu memang seragam sekolah ini. Atau jangan-jangan dia udah pindah sekolah?" Amanda bertanya-tanya sendiri.
Rasa-rasanya Amanda sudah memperhatikan semua barisan yang sudah mulai bubar, tapi seseorang yang ingin dia lihat belum juga kelihatan. Dia masih serius menatap ke depan sampai Amel dan teman-temannya mengejutkan dirinya hingga dia kaget beneran.
"Ya ampun, kaget aku." Kata Amanda.
"Hahaha.. Mau terus di sini atau ikut kita gabung ke barisan sana?" Ujar salah satu dari teman Amel.
"Kita udah disuruh geser dari tadi lohhh.. Kamu kok ga gerak-gerak?" Amel menimpali.
"Atau mau jadi monumen baru di halaman sekolah ini?" Teman Amel yang lain ikut nimbrung. Mereka pun cekikikan rame-rame.
"Kalian mau kemana? Aku ikut aja dehhh..." Amanda menjawab sambil cengengesan.
Toh dia juga tidak tahu harus bagaimana, jadi sepertinya lebih aman mengikuti gerombolan teman barunya ini. Setidaknya rame-rame lebih baik daripada sendirian. Sebuah filosofi bijak, bukan!?
Mereka pun akhirnya bergerak menuju ke tengah halaman, tepat di depan podium. Kini hanya barisan kelas 1 saja yang tersisa di halaman sekolah yang digunakan sekaligus untuk lapangan upacara itu.
Terlihat ketua OSIS naik ke podium. Dia mulai menyampaikan kata-kata sambutan sekaligus membuka kegiatan orientasi sekolah. Para guru juga hanya tersisa 2 orang di samping podium, sementara guru-guru lainnya juga sudah bubar sejak tadi. Kedua guru tersebut terlihat seperti sedang memberikan arahan ke pengurus OSIS.
Tak lama kemudian, mereka juga meninggalkan lapangan upacara. Kini di lapangan upacara hanya ada ketua OSIS, pengurus OSIS, dan siswa-siswa baru.
Semua siswa baru kemudian diperintahkan untuk bubar dan meninggalkan lapangan upacara. Mereka kemudian diarahkan menuju ke kelas-kelas di lantai satu. Lantai dua dan lantai tiga adalah kelas para siswa senior.
Di pintu kelas telah ditempel daftar nama masing-masing siswa. Semua siswa diberi waktu 20 menit untuk masuk ke kelas mereka.
Jika tidak berhasil menemukan kelasnya sampai habis batas waktu yang ditentukan, maka para siswa tersebut harus melaporkan diri ke pengurus OSIS.
Kedengaran normal. Tapi percayalah.. Itu akan menjadi awal dari masalah..
Ratusan siswa langsung bergerak cepat. Ada 11 kelas, 11 pintu yang harus dicek. Untung saja pintu kelas semuanya kokoh, tidak ambruk menghadapi kepanikan siswa-siswa baru itu.
Ada yang beruntung, bisa langsung menemukan kelasnya. Sebagian siswa menelpon teman-temannya memberitahukan lokasi kelas mereka yang sudah lebih dahulu ditemukan. Ada yang mulai berlari-lari dengan frustrasi. Banyak yang bertabrakan. Ada yang hampir menangis. Ada yang tertawa. Ada yang ekspresinya aneh tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata.
Sungguh beragam ekspresi siswa-siswa baru itu. Namun ekspresi para siswa senior dari lantai dua dan tiga nyaris sama. Tertawa terpingkal-pingkal dari balkon kelas mereka.
Hiburan pagi di sekolah baru saja dimulai.
Amanda merasa super lega ketika melihat namanya tertera di kelas I-2. Ya, kelas 1 di deretan kedua. Dia melirik ke Amel yang terlihat panik karena belum menemukan namanya di dua kelas yang sudah mereka lewati.
"Aku ke sana ya, nanti aku samperin waktu istirahat." Ujar Amel dan segera berlari ke kelas berikutnya.
Bahkan Amanda belum sempat menjawab, Amel sudah hilang dari pandangan. Dia menyelinap cepat di antara kerumunan yang penuh kepanikan.
Amanda dengan susah payah menerobos barisan siswa yang panik dan dia hampir saja terjatuh di depan pintu kelas yang tiba-tiba terbuka.
"Dasar bodoh. Siapa sih ini, buka pintu ga pake ngomong dulu." Amanda mengumpat dalam hati.
"Woyyyy.. PAKE OTAK DONG BOSSS, buka pintu kok ngasal aja!! Kalau ada yang jatuh gimana!?" Seorang gadis di belakang Amanda berteriak marah.
Amanda menoleh ke belakang. Dilihatnya seorang cowok berjalan ke arah gadis itu.
"Dasar bego. Bukannya berterima kasih, kamu kok malah sewot! Kalau ga dibuka, gimana kita bisa masuk?" Cowok itu menjawab dengan nada tinggi.
"Kau yang bego!" Gadis itu mendengus kesal dan segera mencari tempat duduk di pojok ruangan diikuti pandangan sinis cowok tadi.
Amanda masih shock, belum apa-apa dia sudah merasa ada aura yang tidak nyaman di kelas ini. Dia melihat ke semua penjuru ruangan, sudah mulai hampir penuh. Dia mulai bingung, harus duduk di mana agar aman dan selamat dunia-akhirat.
Tiba-tiba gadis tadi melambai ke arah Amanda.
"Heyyy.. Ke sini aja, di sebelah ku kosong nih!" Gadis itu berteriak ke arah Amanda.
"Waduhhh.. Gimana ini?" Amanda bimbang dalam hati.
"Tapi sepertinya dekat pojokan cukup aman. Ga pojok-pojok amat juga. Ga terlalu mencolok." Pikir Amanda dan dia segera menuju ke bangku yang dimaksud gadis itu.
"Kamu lihat cowok gila itu? Dia pasti ga diajarin etika di rumahnya." Gadis itu berkata pada Amanda dengan wajah masih kesal.
"Emmm.. Iya ya.." Amanda menjawab singkat.
"Kenalin, aku Amanda." Ujar Amanda sambil mengulurkan tangannya.
Dia mencoba mengalihkan topik pembicaraan. Gadis itu menjabat tangannya.
"Aku Helena. Panggil Helen aja." Jawab gadis itu sambil tersenyum. Wajahnya sudah lebih ramah.
Mereka duduk sebangku di bagian pojok kanan kelas. Tidak terlalu pojok sih, nomor tiga dari belakang. Duduk terlalu pojok apalagi di belakang bisa sangat berbahaya di momen-momen begini. Begitu hasil analisa Amanda berdasarkan pengalamannya di sekolahnya dulu.
Suasana di depan kelas mereka sudah mulai tenang. Semua siswa di kelas itu sudah masuk dan duduk di bangku masing-masing. Amanda melirik jam tangannya, tersisa sekitar 10 menit lagi.
Kelihatannya sudah banyak siswa yang menemukan kelasnya, terlihat dari situasi lantai satu yang sudah tidak terlalu ribut seperti tadi.
Tiba-tiba Amanda melihat sebuah siluet yang dikenalnya lewat dengan cepat di depan kelas. Amanda melihat ke jendela, jantungnya berdegup kencang.
"Ahhh.. Itu dia!" Jeritnya dalam hati.
"Benar kan, dia memang ada di sini." Hatinya mendadak berbunga-bunga.
Sungguh menyenangkan bisa bertemu dia setiap hari di sekolah ini. Pasti menyenangkan. Hari-hari akan indah. Amanda tersenyum-senyum sendiri.
"Ehhh.. Itu kak Edo yaa? Nanti aku samperin dehhh.." Ujar Helena sambil ikut melirik ke jendela.
"DEG!" Amanda kaget, bagaimana bisa gadis ini tahu nama kak Edo.
Bukankah mereka sama-sama siswa baru? Apa mungkin gadis ini siswa yang tinggal kelas? Bagaimana ceritanya dia bisa kenal dengan kak Edo? Mereka ada hubungan apa?
Amanda mulai menerka-nerka dan berprasangka.
----------
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 166 Episodes
Comments
VLav
waahh baca ini bikin nostalgia zaman sekolah 🥰
salam dari keluarga besar arsgaf
2023-01-24
1
👑Ria_rr🍁
mau deh balik remaja, eeh tapi aku masih remaja masa kini 🤭
2023-01-23
1
Risfa
mangatt ka
2023-01-23
1