Amanda masuk kelas dengan hati bahagia. Dia mengeluarkan HP dan memotret ruangan kelasnya kemudian mengirimkan ke WA Nunik.
Baru saja meletakkan tasnya, HP nya bergetar. Sebuah notifikasi pesan masuk dari Nunik muncul di layar HP nya. Amanda segera membaca pesan yang dikirim Nunik. "Keren bingitttt!!!" Balas Nunik di kolom chat disertai emoji-emoji lucu menggemaskan. Amanda tersenyum sendiri.
Yuni dan Helena masuk kelas beriringan. Amanda langsung menatap Helena. Dia merasa lega dewi penolongnya sudah hadir. Helena duduk di bangkunya dengan santai.
"Nahh.. Sudah bener ya simbolnya." Ujar Helena sambil melihat ke lengan baju Amanda. Amanda mengangguk sambil tersenyum. Ibunya sudah memperbaikinya kemarin sore.
"Waduhhh... Aku lupa ngomong ke kak Edo." Helena berkata sambil menutup mulutnya. "Sebentar, aku WA aja deh. Nanti pasti dia baca." Helena buru-buru menyambung kalimatnya ketika melihat Amanda mulai menatapnya dengan serius.
Amanda menarik nafas dengan berat. Dia mengeluarkan surat permohonan maaf yang telah ditulisnya tadi malam dan meletakkan surat itu di samping Helena. Helena melirik surat itu sekilas sambil tetap mengetikkan beberapa pesan di HP nya.
"Tenang aja, nanti waktu istirahat kita temui kak Edo. Dia pasti mau tanda tangani surat itu." Ujar Helena tenang, berusaha meyakinkan Amanda yang terlihat khawatir.
Sebenarnya Amanda merasa nervous sekali, membayangkan hari ini akan bertemu kak Edo. Namun dia tidak ingin terlihat malu-malu seperti dalam mimpi indahnya tadi malam. Dia harus terlihat wajar. Kak Edo tidak boleh tahu tentang perasaannya yang teramat dalam itu.
Bel pertanda masuk telah berbunyi. Semua siswa telah duduk di bangku mereka masing-masing.
Shinta masuk kelas mendahului Ravel dan teman-temannya. Kelas menjadi hening. "Selamat pagi, adik-adik." Ravel memulai pidatonya dengan menyapa semua siswa baru. "Selamat pagi, kak." Semua siswa baru menjawab sapaan Ravel dengan serempak.
"Sesuai dengan informasi yang sudah aku sampaikan kemarin, pagi ini agenda kita adalah perkenalan dengan wali kelas." Ravel berbicara dengan suara lantang. "Wali kelas kalian adalah salah seorang guru kesenian di sekolah ini. Beliau mengampu mata pelajaran seni budaya." Lanjut Ravel masih dengan intonasi suara yang sama. Kemudian Ravel mempersilakan Erin melanjutkan memberi arahan.
"Kami akan koordinasi dengan ibu Suhartini. Diharapkan kalian semua bisa bersikap sopan dan hormat dengan wali kelas." Erin memberi peringatan pada para siswa baru di hadapannya.
"Apakah sudah ada ketua kelas terpilih di kelas ini?" Erin kemudian melempar pertanyaan baru. Dia memandang berkeliling, memperhatikan ekspresi semua siswa. "Kalau belum, segera diputuskan sekarang." Erin memberi instruksi.
"Siapa yang bersedia mencalonkan diri?" Arumi tiba-tiba bertanya dengan suara yang cukup tegas. Kelas masih hening. "Tidak ada?" Ujar Arumi. Dia kemudian melempar pandangan pada Ravel. Ravel mengerti maksud Arumi.
"Kalau tidak ada, aku memberikan penawaran. Kalian yang memilih atau aku yang akan memilih!?" Ravel mulai memberi pilihan.
Para siswa baru menjadi bingung, mereka tidak tahu siapa yang harus mereka pilih karena tidak ada yang mau mencalonkan diri. Semua saling berpandangan. Bingung harus menunjuk siapa. Amanda dan Helena juga celingak-celinguk mencoba menentukan pilihan. Tapi mereka bahkan belum saling kenal sifat dan karakter masing-masing siswa.
Amanda mengingat-ingat di sekolahnya dulu, wali kelas yang akan menentukan pemilihan ketua kelas dan perangkat kelas lainnya. Loh ini kok malah kakak kelas. Amanda berfikir mungkin memang beginilah peraturan di sekolah ini. Kakak kelas sepertinya sangat berpengaruh dan berkuasa.
"OK. Sepertinya kalian setuju jika aku yang akan memilih ketua kelas." Ravel membuat kesimpulannya sendiri. "Vino, mulai hari ini dan seterusnya kamu adalah ketua kelas I-2!!" Ravel telah menentukan pilihannya. Semua siswa baru bertepuk tangan, sebagian tertawa lebar. Mereka merasa pilihan Ravel sangat beralasan.
Yang ditunjuk ingin protes, namun teman sebangkunya menahan Vino untuk berbicara. "Udah, iyakan aja biar cepat." Ucap Ahmad yang duduk di sebelahnya. Vino terpaksa menahan diri. Wajahnya terlihat tidak senang. Ravel tertawa dalam hati melihat ekspresi Vino kali ini.
"Vino, sebagai ketua kelas yang baik, jalankan semua peraturan dengan benar!" Ravel memberi perintah sambil menatap Vino dengan tajam. "Untuk perangkat kelas lainnya, silahkan kalian diskusikan bersama dengan wali kelas. Kita ketemu lagi nanti setelah istirahat." Ujar Ravel lagi sebelum dia meninggalkan kelas.
Mereka berempat keluar dari kelas. Shinta berjalan menuju ruang guru untuk menemui ibu Suhartini, wali kelas I-2. Ketiga temannya berjalan ke arah yang berbeda, menuju ruangan pengurus OSIS.
Kelas I-2 menjadi heboh. Vino tiba-tiba buka suara. "Heiii... Kalian semua dengarkan aku! Aku ga mau jadi ketua kelas ya. Kalian pilih yang lain aja. Aku tidak bersedia!" Vino berkata lantang sambil berjalan hendak keluar kelas.
Helena yang melihat kejadian ini langsung berdiri dan berteriak. "Dasar bodoh! Kamu udah ditunjuk kak Ravel, kok berani melawan sih!!" Dia melotot ke arah Vino sambil berkacak pinggang.
Vino berbalik badan, mencari sosok yang berani membentaknya. "Apa urusanmu, nenek lampir!?" Ujar Vino berang.
Helena merasa akan meledak. Dia ingin melempar sesuatu ke arah Vino. Amanda buru-buru menenangkan Helena. "Udah Helen. Biarin aja dia." Amanda berkata dengan raut wajah panik. Dia khawatir kalau adu mulut ini berlanjut, akan terjadi perang dunia yang baru.
"Berani-beraninya dia menghina aku!" Helena berkata dengan geram. Dia duduk dengan penuh emosi. Amanda tidak tahu kata apa yang sebaiknya dia ucapkan. Akhirnya dia memilih diam.
Tiba-tiba sebuah suara yang lembut terdengar dari depan kelas. "Vino, kamu ikuti aja perintah kak Ravel. Nanti sama-sama kita memilih teman-teman yang lain untuk membantu kamu di kelas ini." Clara menatap Vino dan berkata dengan tegas namun tetap lemah lembut.
Seisi kelas terkesima dengan Clara. Bak seorang dewi yang turun dari kahyangan, Clara membuat semua terpesona. Bahkan Vino yang sudah berdiri di pintu kelas, berhenti sejenak dan menatap makhluk cantik yang baru saja bersuara. Vino mengernyitkan dahinya, namun dia tidak berkata apapun. Dia berlalu keluar dari kelas.
Amanda menelan ludahnya. Cewek cantik selalu bisa menang. "Coba kalau aku yang bicara gitu. Pasti udah dihina juga sama si Vino itu." Batin Amanda dalam hatinya.
Tak berselang lama, seorang wanita paruh baya terlihat berjalan memasuki kelas dengan anggun. Amanda menduga pasti wanita ini adalah wali kelas mereka.
Ibu Suhartini berdiri di samping meja guru sambil meletakkan beberapa buku dengan hati-hati di atas meja. Wanita itu memberikan salam dan beberapa kalimat pembuka sebelum memperkenalkan diri dan meminta semua siswa baru memperkenalkan diri mereka secara bergantian.
Ibu Suhartini duduk di kursinya dengan anggun. Wanita itu memperhatikan dengan seksama setiap muridnya ketika memperkenalkan diri mereka.
"Baik. Terima kasih sudah memperkenalkan diri kalian. Saya berharap kita dapat belajar dengan tenang selama satu semester ke depan." Ucap ibu Suhartini ramah.
"Siapa ketua kelas terpilih di kelas kita?" Ibu Suhartini melemparkan sebuah pertanyaan yang membuat seluruh siswa saling pandang. Sebagian siswa mencoba melirik ke bangku belakang. Mereka baru sadar bahwa sang ketua kelas belum kembali ke kelas.
Ibu Suhartini tersenyum kembali. "Tidak apa-apa. Kalau belum ada, kita bisa memilih ketua kelas sekarang." Ucap ibu Suhartini dengan ekspresi yang ramah seperti sebelumnya.
Seorang siswa perempuan yang duduk tepat di depan meja ibu Suhartini tiba-tiba mengangkat tangannya. "Mohon izin, bu. Kita sudah punya ketua kelas. Tapi dia belum kembali ke kelas." Siswa itu berkata sambil melihat sekilas ke sebuah bangku yang terlihat masih kosong di deretan belakang.
Ibu Suhartini segera memahami situasi. "Oh... Bagus kalau begitu. Kita tunggu saja dia masuk. Siapa namanya?" Ibu Suhartini bertanya pada siswa tadi. "Vino, bu." Jawab siswa tersebut. "OK." Ibu Suhartini mengangguk dan memperhatikan daftar nama yang sudah tertulis rapi di buku absensinya.
Vino tiba-tiba membuka pintu dan masuk begitu saja. Dia terlihat terkejut melihat sudah ada seorang guru di dalam kelas. "Maaf bu. Saya terlambat masuk." Ujar Vino dengan raut wajah yang seolah merasa bersalah.
Amanda mendengus sendiri. "Bisa juga dia merasa sok bersalah. Pintar akting juga anak ini." Ujar Amanda dalam hati.
"Kamu Vino?" Tanya ibu Suhartini tanpa basa-basi. "Iya bu." Jawab Vino. "Ketua kelas harus lebih sopan dan disiplin. Kamu harus menjadi contoh yang baik untuk teman-temanmu." Ibu Suhartini mulai mengeluarkan nasehat pertamanya untuk Vino.
Vino ingin menjawab namun dia akhirnya mengurungkan niatnya. Bagaimanapun dia harus bersikap sopan di depan gurunya. Itu pesan orang tuanya setiap hari. Ya, setiap hari dia harus diingatkan.
Orang tuanya sudah mengancam jika dia membuat masalah di sekolah barunya, semua fasilitas kemewahan yang diberikan akan dicabut. Dia akan dikirim ke kampung untuk membantu kakeknya di kebun keluarga mereka yang luas. Vino sangat tidak suka tinggal di desa. Jadi dia terpaksa menjaga sikapnya kali ini.
"Kembali ke tempat duduk." Perintah ibu Suhartini kepada Vino yang masih berdiri menunduk di depan kelas. Vino segera kembali ke bangkunya. Ahmad menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah laku Vino. Dia sudah paham betul sifat Vino. Mereka sudah berteman sejak awal masuk SMP. Namun baru kali ini mereka sekelas dan duduk sebangku.
"Siapa sekretaris di kelas ini?" Ibu Suhartini bertanya lagi pada siswa-siswa baru itu. Semua siswa kembali saling melempar pandang. "Baik. Silakan ditentukan, boleh dirembukkan bersama. Hari ini harus sudah lengkap semuanya." Ujar ibu Suhartini sambil berjalan menyusuri lorong-lorong di antara meja-meja siswa.
"Kita butuh jam dinding satu untuk ruangan ini." Kata ibu Suhartini. Wanita itu melirik ke Vino. "Vino, kamu ikut saya ke ruang guru." Perintah ibu Suhartini.
Ibu Suhartini kemudian berpamitan pada semua siswa. Wanita itu mengingatkan untuk menjaga keamanan dan kebersihan kelas sebelum beranjak keluar. Vino berjalan dengan ogah-ogahan di belakang ibu Suhartini. Beberapa siswa terlihat menahan tawa mereka.
Helena merasa geli namun dia berusaha tidak tertawa. Dia segera mengalihkan pandangannya pada Amanda. "Kak Edo udah balas WA aku. Kita bisa ketemu dia di kantin utama nanti." Ucap Helena sumringah.
Amanda kembali teringat tugasnya. Jantungnya mulai berdetak lebih cepat. Dia berusaha tenang, namun hatinya malah tambah panik. Dia mencoba bernafas dengan benar. Menenangkan fikiran dan hatinya. Bel istirahat yang berbunyi nyaris membuat jantungnya loncat keluar.
-- Kantin Utama --
Edo dan beberapa temannya duduk santai di kantin utama. Mereka sedang membicarakan mengenai kompetisi basket yang akan mereka ikuti bulan depan.
Suasana kantin utama yang sangat luas menjadi penuh sesak pada saat jam istirahat. Kantin utama dipenuhi oleh para siswa kelas 3 dan kelas 2. Hanya sedikit siswa baru yang makan di kantin utama.
"Edo, kita harus nambah jadwal latihan. Klub basket SMA Nusa tangguh banget." Alfi berkata dengan nada khawatir yang tidak dibuat-buat. "Iya, aku setuju. Aku pernah lihat mereka di kompetisi tahun lalu. Mereka nyaris tak terkalahkan." Gilang menyambung pernyataan Alfi. Teman-temannya yang lain juga sepakat dengan ide Alfi.
Kristin, satu-satunya gadis di antara mereka memberikan ide yang tiba-tiba saja melintas di kepalanya. "Kenapa ga sewa pelatih baru aja?" Ujar Kristin penuh semangat. "Aku kenal seorang pelatih basket profesional. Mungkin bisa join di klub kita." Kristin berkata sambil mengedipkan sebelah matanya.
Edo dan teman-temannya mulai mempertimbangkan ide Kristin. Sepertinya mereka memang butuh pelatih baru yang lebih pro. Pelatih mereka saat ini sebenarnya nyaris magabut alias makan gaji buta. Coach yang dibayar mahal itu hanya memberikan teknik dan trik-trik usang yang sebenarnya sudah dikuasai oleh Edo dan teman-temannya.
Konsentrasi Edo pecah ketika seseorang memanggil namanya. "Kak Edo!" Panggil Helena. Dia berjalan cepat ke arah Edo sambil menarik tangan Amanda. Amanda berjalan tergopoh-gopoh mengimbangi langkah Helena yang cepat. Dia semakin nervous tatkala melihat kak Edo yang keren bersama teman-temannya yang juga melihat ke arah mereka.
"Kak, maaf jadi ganggu nih. Hehehe..." Ujar Helena membuka pembicaraan. "Duduk, Helen." Balas Kristin sambil menggeser kursi di sampingnya untuk Helena. Dia melirik dengan tatapan menilai ke arah Amanda.
Helena segera duduk, dia langsung berbicara kepada Edo. Sementara Amanda bingung sendiri, tidak ada lagi bangku kosong di dekat mereka. Maka dia memutuskan berdiri saja di samping Helena.
"Kak Edo... Ini temanku, Amanda." Ujar Helena memperkenalkan Amanda pada gerombolan siswa senior itu. "Dia dari SMP kak Edo nih. Kebetulan dapat tugas dari kak Ravel untuk minta tanda tangan seniornya. Gitu kan Amanda?" Helena mengklarifikasi kalimatnya ke Amanda. Amanda mengangguk pelan. Dia masih tegang, berusaha menahan degup jantungnya. Dia tidak sedikit pun berani melihat wajah Edo.
"Oh... Kamu dari SMP Pelita Bangsa?" Tanya Edo seolah tak yakin mereka berasal dari sekolah yang sama dulunya. Amanda berusaha melihat ke arah Edo. "Iya kak." Amanda menjawab singkat agar tidak terlihat salah tingkah.
Edo mengernyitkan dahinya. Dia menatap sekilas ke arah Amanda. "Terus?" Ucap Edo dingin. Helena buru-buru mengambil surat di tangan Amanda dan menyerahkan ke Edo. "Tolong ditanda tangani di surat ini, kak. Iya gitu kan Amanda?" Helena bertanya lagi pada Amanda, memastikan bahwa apa yang dikatakannya benar sesuai perintah Ravel.
Edo membuka surat yang terlipat itu. Dia membacanya sekilas. Gilang yang duduk di sebelah Edo ikut melirik ke surat itu. Sontak Gilang tertawa terbahak-bahak.
"Surat apaan ini? Hahaha..." Gilang tidak dapat menahan tawanya. Tawa Gilang yang cukup keras itu membuat teman-temannya yang lain jadi penasaran. Mereka pun membaca isi surat permohonan maaf yang aneh itu. Kristin yang belum melihat isi surat itu langsung mengambil surat yang dipegang oleh Edo. Dia membacanya dengan cepat.
"Apaan ini!?" Ucap Kristin sambil menatap ke Helena dan Amanda. "Gada kerjaan amat si Ravel." Ujar Kristin lagi sambil mengembalikan surat itu ke Edo.
"Lugu sekali junior kamu ya Edo! Hahaha..." Gilang masih tertawa terbahak-bahak. "Tanggung jawab tuh. Kamu kan senior yang baik. Hahaha..." Ujar siswa lain yang duduk di sebelah Gilang. Sontak mereka semua tertawa melihat ekspresi Edo yang mulai terlihat kesal. Kristin nyengir sendiri sambil menikmati gorengan di hadapannya.
Edo sudah kelihatan tidak sabar. "Mana pulpen?" Ujarnya ketus. Amanda buru-buru mengambil pulpen di kantongnya. Untung saja dia tadi tidak lupa menyelipkan pulpen di saku roknya.
Amanda merasa tidak nyaman dengan situasi di sekitarnya. Sambil berdiri kaku dia melihat ekspresi Edo yang sepertinya tidak senang dengan permintaaannya. Amanda kembali mencoba menenangkan hatinya. Dia tidak boleh terlihat gugup.
Edo menanda tangani surat itu dengan cepat dan menyerahkan surat beserta pulpen Amanda pada Helena. Teman-temannya mulai bercelutuk aneh-aneh.
"Ternyata alumni SMP Pelita Bangsa ada yang bego juga ya. Sampe kebalik make simbol. Hahaha..." Ujar Gilang sekenanya. Alfi ikut tertawa sambil menepuk bahu Edo. "Bimbinglah junior mu dengan benar, bro!" Alfi berkata dengan nada menyindir. Mereka semua tertawa kecuali Edo.
Amanda mulai merasa keadaan semakin memburuk. Dia semakin khawatir akan menjadi bahan bully-an kakak-kakak kelasnya ini jika dia berlama-lama lagi di situ. Tidak! Dia tidak ingin di-bully di sini. Di depan orang yang sangat dia kagumi.
Jantungnya masih berdegup kencang. Diam-diam dia mencuri pandang ke arah kak Edo. Hatinya menciut melihat ekspresi kak Edo yang datar. Tidak ada senyuman indah seperti dalam mimpinya tadi malam.
Helena yang baru menyadari bahwa Amanda sudah berdiri cukup lama, mendadak bangun dari duduknya. Dia segera menyerahkan surat itu kembali ke tangan Amanda dan bermaksud pamit pada Edo dan teman-temannya untuk kembali ke kelas.
"Jaga tingkahmu selama di sini. Jangan buat malu alumni!" Edo berkata dengan ketus. Dia menatap Amanda dengan tatapan mengintimidasi.
Amanda kaget setengah mati. Tatapan kak Edo menusuk menghujam jantungnya membuatnya nyaris berhenti berdetak. Namun dia sadar bahwa dia harus berterima kasih. Setidaknya tugas sekaligus hukumannya sudah berhasil dia selesaikan atas bantuan kak Edo. "Baik, kak. Terima kasih bantuannya." Ucap Amanda lirih.
Amanda tertegun sejenak. Apa yang dialaminya dalam mimpi sungguh jauh berbeda dengan realita yang dia hadapi hari ini. Tidak ada senyuman indah, yang ada adalah sikap ketus dari kak Edo. Namun dia tetap bersyukur kak Edo mau membantunya kali ini. Ini sudah lebih dari cukup.
Kristin masih memandangi Amanda. Kali ini dia memperhatikan Amanda dari ujung sepatu hingga ujung rambutnya. Dia seperti sedang menganalisa sesuatu. Amanda yang terlalu gugup dan shock tidak menyadari bahwa penampilannya sedang diperhatikan oleh Kristin.
Helena melirik jam tangannya. Waktu istirahat tinggal 10 menit lagi. Dia sudah mulai merasa lapar dan ingin membeli sesuatu untuk menenangkan perutnya.
"Kakak-kakak semua... Terima kasih waktunya. Kami balik ke kelas dulu ya." Helena mewakili Amanda berpamitan pada mereka. Edo terlihat tidak peduli. Kristin tersenyum pada Helena.
"OK, Helen. Temanmu yang culun ini harus berterima kasih karena kau sudah membantunya hari ini." Ucap Kristin dengan nada sinis. Dia kembali menyeruput coffeemix dingin yang ada di depannya. Helena hanya tersenyum simpul.
Helena mengajak Amanda berjalan menuju sebuah kulkas besar di sebelah rak kue. Dia membeli 2 buah ice cream cone rasa vanilla. Satu untuk dirinya, satu lagi untuk Amanda. Dia tahu sepertinya suasana hati Amanda sedang tidak baik. Wajahnya terlihat agak sedih.
Edo, Alfi dan teman-temannya yang lain sudah melanjutkan kembali obrolan mereka yang tertunda tadi. Kristin bangun sambil membawa segelas coffeemix dingin menuju sebuah meja yang dipenuhi beberapa siswa-siswa senior lainnya. Sepertinya dia ingin berbincang-bincang di sana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 166 Episodes
Comments
🌸EɾNα🌸
ceritanya keren ditunggu up nya Thor 👍
jangan lupa feedback ke ceritaku ya
"Kekasih Simpanan Tuan Muda"
makasih 🥰
2021-02-23
1