Vino memandangi buku catatannya dengan kesal. Sampai hari ketiga ini dia belum berhasil mengumpulkan semua tanda tangan pengurus OSIS. Padahal kegiatan orientasi sekolah akan ditutup nanti siang. Itu artinya deadline bagi Vino semakin dekat.
"Vino, kamu bareng papa atau diantar pak Anto?" Papa Vino bertanya pada putera semata wayangnya.
"Papa duluan aja." Ujar Vino uring-uringan. Papanya hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah laku Vino.
Papa Vino sarapan dengan cepat dan bergegas menuju mobilnya yang telah disiapkan oleh pak Anto. Sambil menoleh ke arah Vino, papanya mengeluarkan ultimatum seperti biasa.
"Jangan buat masalah di sekolah ya!" Ujar papa Vino yang dibalas dengan tatapan jengah khas anaknya.
"Vino, kamu sudah SMA loh. Bersikaplah lebih sopan!" Mama Vino yang sedari tadi memperhatikan sikap acuh tak acuh anaknya akhirnya angkat suara.
Vino adalah anak kedua sekaligus anak laki-laki satu-satunya di keluarganya. Papanya adalah direktur utama sebuah perusahaan tekstil terbesar di kota itu. Mamanya adalah seorang dokter spesialis bedah jantung di sebuah rumah sakit pemerintah.
Kakaknya adalah seorang gadis cantik yang sedang menempuh pendidikan dokter di salah satu universitas ternama di Australia.
Sedangkan dirinya adalah anak bungsu yang terancam mengelola kebun teh kakeknya di desa.
Vino menatap hidangan di hadapannya. Dia merasa tidak selera untuk sarapan. Namun tatapan menusuk nan kejam dari kedua bola mata mamanya berhasil membuat dia menghabiskan sarapannya dalam waktu singkat.
Vino telah selesai berpakaian dan bergegas menuju ke teras. Dia berpamitan pada mamanya yang sedang merapikan bunga anggrek di taman depan rumah.
Pak Anto sudah stand by di dalam mobil. Satu mobil lagi keluar dari pekarangan rumah mewah tersebut.
-- SMA Adhyaksa --
Vino turun dari mobilnya dan bergegas berjalan melewati gerbang masuk sekolah. Dia menghentikan langkahnya ketika melihat ketua OSIS sedang berbicara dengan Andrew di depan taman.
Dia sedang mempertimbangkan apakah sebaiknya menemui mereka sekarang atau nanti saja.
Vino malas ribet. Akhirnya dia memutuskan berjalan mendekati mereka berdua.
"Kak, aku butuh tanda tangan kakak berdua." Ujar Vino tanpa basa-basi.
Irgi, sang ketua OSIS menatap Vino dengan tatapan waspada. Sementara Andrew berusaha terlihat tenang.
"Untuk keperluan apa kamu minta tanda tangan kami?" Tanya Andrew dengan suaranya yang tegas namun tetap lembut.
"Aku dapat tugas dari kak Ravel." Ucap Vino sambil menyerahkan buku catatannya pada Andrew.
Andrew membuka buku catatan tersebut dan melihat bagan struktur kepengurusan OSIS telah dibuat dengan rapi oleh Vino.
Andrew langsung memahami maksud dan tujuan Ravel memberikan tugas tersebut untuk Vino.
Dia segera membubuhi tanda tangannya pada kolom di bagian atas bagan yang sudah tertera namanya dan mengembalikan buku catatan itu pada Vino.
"Terima kasih, kak." Ujar Vino singkat.
Dia melirik Irgi, sang ketua OSIS. Irgi berdiri tegak, masih dengan posisi mendekap kedua tangannya di dadanya. Dia memandangi Vino dari ujung sepatu hingga ujung rambutnya.
Vino sebenarnya merasa kesal melihat cara Irgi menatapnya. Namun dia berusaha memperlihatkan ekspresi tenang agar Irgi bersedia menanda tangani buku catatannya.
Jika Irgi sudah selesai menanda tangani buku catatannya, maka tugasnya menjadi lebih mudah. Dia hanya perlu mencari dua buah tanda tangan lagi.
Dia tahu ini tak akan mudah. Namun dia juga bosan berbasa-basi hari ini. Kemarin dia mampu menghadapi kak Satria, wakil ketua OSIS yang kabarnya jago taekwondo itu. Seharusnya Irgi juga tidak sulit untuk ditaklukkan.
Sebenarnya bukan sebuah prestasi jika Vino berhasil mendapatkan tanda tangan wakil ketos yang macho itu. Dia hanya beruntung, kemarin banyak siswa yang antri minta tanda tangan Satria.
Satria saat itu sedang dalam kondisi mood terbaiknya. Dia berbaik hati menyuruh mereka mengumpulkan semua buku yang harus ditanda tangani pada satu orang siswa sebagai perwakilan.
Percayalah, itu adalah sebuah keberuntungan bagi Vino dan siswa-siswa baru lainnya.
Vino berharap hari ini dia juga akan mendapat keberuntungan lagi. Tapi sepertinya Irgi tidak dalam kondisi mood yang baik. Ditambah lagi dengan cara pendekatan Vino yang straight to the point.
Vino mulai jengah, sifat dasarnya yang sulit bersabar itu membuat dia tidak bisa menunggu lama tanpa kepastian.
"Kak Irgi, tolong ditanda tangani." Vino berkata dengan nada memohon.
Sungguh Vino merasa kesal dengan dirinya sendiri, merasa harga dirinya yang sangat tinggi itu tercoreng karena memohon pada Irgi.
Ah tapi sudahlah... Dia harus bergerak cepat. Waktunya singkat. Bel tanda masuk kelas juga sudah berbunyi. Mereka harus kembali ke kelas masing-masing.
"Jelaskan padaku alasan mengapa aku harus menanda tangani buku itu. Temui lagi aku nanti." Irgi mengeluarkan perintahnya sekaligus tantangan bagi Vino.
Andrew hanya tersenyum lebar penuh arti. Mereka berdua meninggalkan Vino yang merasa otaknya mulai mendidih.
"Cihhh...!!! Sombong bener anak manusia itu!" Gerutu Vino.
"Tinggal tanda tangan aja kok susah!!" Dia masih ngomel-ngomel sambil berjalan menuju kelasnya.
Vino masuk kelas dengan wajah kusut. Pagi-pagi dia sudah bad mood. Teman-teman sekelasnya memperhatikan dia dengan wajah penasaran. Mereka bertanya-tanya dalam hati apa lagi yang telah terjadi pagi ini pada ketua kelas mereka yang songong itu.
"Lo kenapa lagi?" Tanya Ahmad penasaran.
"Congkak bener itu si ketos!" Ujar Vino emosi. Dia menghentakkan tubuhnya di bangku.
"Apa susahnya sih dia tanda tangani ini!!" Vino menggerutu sambil mencampakkan buku tulisnya di atas meja mereka.
"Hahaha... Mampus lo!" Ledek Ahmad sambil tertawa terbahak-bahak.
"Makanya lo jangan buat masalah sama senior! Ingat pasal senior, boss! Hahaha..." Sambung Ahmad masih dengan tawanya yang belum bisa dia hentikan.
Vino menatap Ahmad sambil mendengus kesal. Ahmad adalah satu-satunya teman yang paling dia segani. Bahkan jika Ahmad meledek separah apapun, Vino seringkali malas membalasnya.
Itu semua bukan tanpa alasan. Vino berhutang budi dan berhutang nyawa pada Ahmad.
Tahun lalu, Ahmad dan ajudan bapaknya pernah menyelamatkan Vino dari serangan beberapa perampok pada suatu malam yang mengerikan.
Ahmad sendiri adalah anak dari seorang polisi dengan pangkat yang sudah tinggi. Hampir genap dua tahun bapaknya Ahmad menjabat kapolda di kota ini.
Sejak kejadian penyelamatan itu, hubungan pertemanan mereka semakin dekat. Keluarga Vino sangat berterima kasih kepada Ahmad dan keluarganya.
Sedangkan Vino, sejak kejadian itu mendapat hukuman larangan keluyuran malam hari tanpa seizin papanya.
Sepertinya hidup Vino memang didekasikan untuk menjalani berbagai hukuman dan ancaman dari papanya.
Untung saja mamanya tidak pernah mengancam dia untuk membedah jantungnya setiap kali dia membuat masalah baru.
Vino bangkit dari bangkunya dan berjalan keluar kelas menuju toilet. Dia merasa perutnya agak mules pagi ini. Dia tidak peduli nanti siapa yang akan masuk ke kelasnya. Sifat masa bodoh sudah tertanam kuat di sanubarinya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 166 Episodes
Comments
Heni Yusnita
makin penasaran dgn eps² selanjutnya 🤔
2021-03-03
1