Ternyata SMA Adhyaksa benar-benar luas. Ada 5 kelas yang mendapat giliran familiarisasi siang ini. Dimulai dari kelas I-1 sampai dengan kelas I-5.
Semua siswa baru di kelas-kelas tersebut mengeluh di dalam hati masing-masing. Sebagian besar dari mereka sudah mengalami nyeri di telapak kakinya akibat terlalu lama berjalan dan berdiri.
Amanda salah satu di antara para siswa yang terlihat tenang-tenang saja. Kebiasaannya berjalan kaki kemana-mana membuat dia tidak merasakan kegiatan familiarisasi ini sebagai suatu beban. Amanda bahkan sangat menikmatinya.
Setiap kelas diatur sedemikian rupa agar dapat mengunjungi semua ruangan dalam waktu yang sudah ditentukan. Masing-masing pengurus OSIS di setiap kelas menuntun para siswa baru dengan gesit sehingga agenda familiarisasi berjalan lancar.
Masing-masing kelas mengunjungi semua ruangan secara bergiliran. Amanda sangat kagum dengan semua yang dilihatnya. Begini jauh lebih baik daripada berada di dalam kelas dengan perasaan tertekan takut di-bully. Begitu fikiran yang terlintas di benak Amanda.
Namun berbeda bagi Helena. Dia terlihat bosan sekali dan bolak-balik mengeluh, berharap kegiatan ini segera berakhir. Tumitnya sudah mulai tidak nyaman.
Tentu saja ada seseorang yang kelihatan paling tersiksa dengan kegiatan ini. Dia adalah Vino, sang ketua kelas I-2. Wajahnya terlihat sangat tidak bersahabat. Bagaimana tidak, Ravel terus memberikan tugas dan tanggung jawab khusus pada Vino. Tentu saja diikuti ancaman-ancaman yang membuat Vino semakin jengkel.
Amanda sesekali melirik wajah Vino. Dia tertawa geli dalam hatinya melihat ekspresi Vino yang sepertinya sudah benar-benar berada di ujung kesabarannya. "Hihihih... Tinggal nunggu granat meledak ini kayaknya." Amanda berkata dalam hati sambil nyengir sendiri.
"Napa kamu nyengir gitu?" Helena yang sejak tadi memperhatikan ekspresi Amanda akhirnya bertanya juga. "Lihat muka si Vino." Bisik Amanda di kuping Helena. Helena menoleh ke arah Vino, sontak mereka berdua tertawa kecil.
Amanda menutup mulutnya agar suara tawanya bisa berhenti. Helena masih tertawa sendiri, namun dia berusaha mengecilkan volume tawanya ke level terendah agar tidak menarik perhatian.
Vino terlihat mendengus pelan ketika Ravel berbalik badan dan keluar dari ruang perpustakaan. Ya, para siswa kelas I-2 saat ini sedang mengunjungi perpustakaan sekolah. Ruangan perpustakaan ini sangat luas, sama luasnya dengan ruangan kantin utama yang terletak tepat di bawahnya. Perpustakaan terletak di lantai dua, sedangkan kantin utama berada di lantai satu.
Perpustakaan ini dilengkapi dengan sistem katalog online didukung dengan koneksi wi-fi yang bagus. Sehingga memudahkan setiap siswa untuk menemukan buku yang dibutuhkan dari puluhan rak besar yang berjejer rapi di ruangan tersebut.
Amanda sangat antusias menyimak penjelasan pustakawan yang bertugas di situ. Ada banyak PC yang bisa digunakan siswa untuk menyusuri katalog online perpustakaan sekaligus browsing buku-buku lainnya yang tersedia di internet. Amanda suka sekali membaca. Apapun jenis bukunya, apapun topiknya, akan dilahap habis oleh Amanda.
"Nyaman sekali di sini. Bersih, rapi, dan tenang. Aku bakalan sering ke sini nih..." Ujar Amanda dalam hati.
Ravel sedang berjalan kembali ke arah perpustakaan bersama seorang cowok bertubuh tinggi tegap dengan dada bidang yang cukup menarik perhatian. Wajahnya juga terbilang tampan. Beberapa cewek melirik dengan penuh minat. Helena adalah salah satu diantara mereka.
Ketika tiba di dekat pintu masuk perpustakaan, cowok macho itu melihat sejenak ke arah para siswa baru yang berada di dalam ruangan perpustakaan. Dia dan Ravel masuk sebentar dan terlihat berbicara dengan pustakawan.
Entah apa yang mereka bicarakan, Amanda tidak tahu. Dia melihat dari jarak yang cukup jauh. Dia menjadi penasaran. "Siapa lagi itu? Ganteng banget." Gumam Amanda dalam hati. Mau tak mau, matanya terus mengikuti kemana arah gerakan Ravel dan cowok macho itu.
Tidak berapa lama kemudian, cowok bertubuh tegap itu berjalan cepat dan keluar dari perpustakaan. Ravel kembali pada tugasnya. Dia menjelaskan secara singkat peraturan selama berada di perpustakaan.
"OK, ini ruangan terakhir yang kita kunjungi. Selanjutnya kalian boleh kembali ke kelas." Ravel memberi instruksi lagi dengan suaranya yang khas. Datar, dingin, namun tegas.
Shinta dan Arumi menuntun seluruh siswa kelas I-2 berjalan kembali ke kelas mereka. Ravel dan Erin tinggal di perpustakaan. Mereka sepertinya berbicara serius dengan pustakawan.
Amanda dan teman-teman sekelasnya berpapasan dengan kak Wulan dan cowok tampan bertubuh tegap yang tadi mereka lihat di perpustakaan. Mereka berdua terlihat memasuki kelas II-3. Sepertinya mereka cukup akrab. Serasi sekali. Cewek cantik yang anggun dan cowok macho.
"Kak Ravel benar-benar punya banyak saingan berat." Gumam Amanda sambil terus menatap mereka dengan kagum. Helena juga memperhatikan sepasang kakak kelasnya yang menawan itu. Dia segera merogoh sakunya dan mengambil smartphone kesayangannya. Terlihat dia mengetikkan sesuatu dengan cepat.
Setelah turun dari lantai dua, semua siswa baru kelas I-2 masuk ke dalam kelas dengan tertib. Tanpa sengaja Amanda melihat sebuah jam dinding besar telah terpasang di dinding. "Yessss... Sebentar lagi bisa pulang." Ujar Amanda dalam hati dengan perasaan bahagia. "Ehh... Kapan jam itu ada di situ ya?" Amanda mencoba mengingat-ingat, sepertinya ada yang luput dari pengamatannya hari ini.
Amanda terus memandangi jam di dinding, seolah menghitung pergerakan jarum jam tersebut. Tentu bukan hanya Amanda saja, hampir semua siswa baru melakukan hal yang sama. Kini sudah tidak perlu repot-repot lagi mencuri-curi pandang pada jam tangan mereka.
Kehadiran jam dinding baru tersebut sangat membantu memudahkan siswa-siswa baru menghitung waktu mereka di dalam kelas. Perhitungan yang tentunya disertai do'a agar jarum jam bergerak lebih cepat lagi.
Ravel dan tiga temannya sudah kembali mengambil posisi di kelas I-2. "Vino, bagaimana dengan tugasmu?" Tanya Ravel dengan suaranya yang khas.
"Belum semuanya, kak." Jawab Vino singkat. Ravel terlihat menyeringai. "OK. Besok batas terakhir. Jika tidak selesai juga, kamu tentu tahu bagaimana kelanjutannya." Ancam Ravel dengan wajah serius.
Vino berusaha terlihat santai. Dia sebenarnya tidak peduli dengan ancaman Ravel. "Bodo amat." Gerutu Vino dengan suara pelan. Ahmad yang duduk di sebelahnya menyikutnya, memberi kode agar dia diam saja. Vino mendengus lagi.
"Tugas kamu mana?" Tiba-tiba Erin menghampiri Amanda. Amanda mengeluarkan surat dengan cepat dari tasnya dan menyerahkan pada Erin. "Bagus." Ucap Erin ketika membaca surat itu dan memberikannya pada Ravel. Ravel membacanya sekilas.
"Sudah tahu kan yang mana seniormu?" Ujar Ravel dengan nada menyindir. Pertanyaan Ravel itu seolah mengandung sejuta makna. "Sudah, kak." Amanda menjawab sambil menganggukkan kepalanya.
Bel tanda pulang sudah berbunyi. Semua siswa merapikan peralatan belajar mereka. Ravel dan ketiga temannya sudah meninggalkan kelas I-2.
Helena buru-buru mengambil kembali smartphone-nya. Dia membaca beberapa pesan masuk. "Hahaha... Ternyata kakak kelas kita yang macho tadi adalah wakil ketos." Ujar Helena sambil tertawa.
"Maksudmu yang di perpustakaan tadi?" Amanda memastikan informasi yang dia terima. Helena mengangguk mantap. "Dan kak Wulan itu bendahara OSIS periode ini." Sambung Helena. Dia masih sibuk mengetikkan beberapa pesan di WA group.
"Wowww... Ckckckck..." Amanda berdecak kagum. Dia heran bagaimana sebenarnya proses seleksi pengurus OSIS di sekolah ini. Kenapa semuanya sangat mempesona.
Namun Amanda memutuskan tidak mau ambil pusing dengan hal itu. Toh yang jelas dia tidak berminat menjadi pengurus OSIS, juga tidak berminat dengan segudang cowok keren pengurus OSIS di sekolah ini.
Bagi Amanda sosok kak Edo tetap yang paling keren di hatinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 166 Episodes
Comments
Alivaaaa
waaaaooowww nyaman sekali ruangannya
2021-04-25
1
Anggra
kerennn🥰🥰🥰🥰
2021-04-11
2
Hafiz Ghany
visual pemeran dong Thor 👍👍👍
2021-04-10
2