Hari sudah semakin sore ketika Amanda terbangun dari tidurnya. Setelah menyelesaikan makan siangnya, dia tertidur pulas selama hampir 3 jam.
Amanda bangun dengan badan dan perasaan yang lebih segar. Dia segera mandi dan bersiap-siap menuju rumah temannya di gang belakang rumah. Banyak hal yang ingin dia ceritakan pada teman-temannya.
Amanda sudah selesai berkemas, dia buru-buru pamit pada ibunya dan mengambil sepeda Magdalena yang diparkir di samping dapur. Dia mengayuh sepeda dengan santai. Tak berselang lama, dia tiba di rumah teman dekatnya, Nunik.
"Nik...!!! Ooo Nik...!!!" Amanda memanggil dari depan pintu rumah Nunik. Tidak terdengar sahutan dari dalam rumah. Amanda celingak-celinguk, dia kemudian memutuskan untuk memeriksa di belakang rumah. Biasanya Nunik sibuk di belakang jika dia tidak mendengar panggilan teman-temannya.
"Ehhh... Kebetulan. Ngerujak kita yukkk." Ujar Nunik sambil membawa beberapa buah mangga ke dapur. Amanda ikut masuk ke dapur. Kebetulan sekali, bisa nongkrong sekaligus rujak party.
Nunik mengambil smartphone-nya di atas meja dan menghubungi Tiwi dan Vera. "Wik, di rumahmu masih ada jambu kan? Bawa kemari ya beppp.. Kita ngerujak." Ucap Nunik santai. Dia kemudian mengirimkan pesan melalui WA ke Vera, mengajak Vera bergabung bersama mereka di rumahnya.
"Wowww... Mantullll... Ada mangga, ada jambu." Ucap Amanda kegirangan. "Gimana-gimana? Sekolahmu pasti keren banget yahhh? Lihat dong fotonya." Nunik bertanya dengan penuh semangat.
"Ya ampun... Aku lupa foto lohhh.. Seharian tadi HP ku di dalam tas terus." Amanda menepuk jidatnya sendiri. Dia benar-benar lupa mendokumentasikan semuanya. Dia terlalu khawatir di-bully, jadi dia fokus untuk berhati-hati sehingga lupa foto sana foto sini.
"Jiahhhh... Payah kamu!" Ujar Nunik jengkel. "Ehhh... Tau kan si Tasya yang sok cantik itu, pacarnya si Dewa. Dia sekelas denganku. Iiiihhh... Ngeselin banget tu anak. Sok akrab dia. Biasanya juga congkak ga ketulungan." Nunik mulai membuka topik ghibahan pertama.
Nunik kemudian mengajak Amanda duduk di bawah pohon mangga di belakang rumahnya. Angin sore bertiup semilir, menyibak rambut Amanda yang lembut. Cuaca sore ini sangat bersahabat.
Amanda bermaksud menyambung ghibah ketika tiba-tiba Tiwi datang dengan motor barunya. "Wahhhh... Motor baru ni yeeee...!!" Teriak Nunik bersemangat. "Hahaha... Iya, biar gampang ke sekolah." Jawab Tiwi dengan sumringah.
"Sekolah deket aja, pake motor segala." Ujar Amanda. "Hellooowww... Kita mah udh SMA guys... Masa iya naik angkot terus. Hahaha..." Jawab Tiwi sekenanya. "Besok pagi aku jemput ya Nik. Barengan kita ke sekolah." Ujar Tiwi pada Nunik yang langsung mendapat respon baik. "Siapppp, ndan!" Mereka pun tertawa lebar. Ya, Nunik dan Tiwi satu sekolah lagi, namun kali ini mereka tidak sekelas.
"Kamu ga barengan kak Edo besok pagi?" Nunik bertanya pada Amanda dengan nada menyindir. Tiwi tertawa terkekeh-kekeh. Amanda menyadari dirinya akan di-bully. Dia berusaha terlihat wajar. "Ga. Aku diantar barengan adik-adikku." Amanda menjawab dengan nada datar.
"Kalau kamu barengan kak Edo, pasti gempar satu sekolah. Hahaha..." Tiwi ikut menimpali. "Ho-ohhh... Secara cowok sekeren dia. Dan cuma kalian berdua yang mewakili sekolah kita ya. Hebat!!" Sambung Nunik dengan nada kagum yang tidak dibuat-buat. Amanda hanya melengos. Semua orang tahu bahwa kak Edo memang keren. Tidak seperti dirinya, hanya gadis sederhana yang pede masuk sekolah istana.
"Ehhh... Gimana sih dia di sekolah? Pasti dia sangat terkenal ya?" Tiba-tiba Nunik bertanya serius pada Amanda. Amanda menjadi gelagapan. "Hehehe... Ga tau juga ya. Aku kan baru sehari di sekolah. Belum ketemu kak Edo juga." Amanda mulai mencari alasan yang masuk akal. Dia memang pintar berbohong kalau sudah berurusan dengan kak Edo.
Tiwi melanjutkan memotong jambu yang dibawanya. "Heiiii... Udah dicuci belum itu? Main motong aja kamu!" Nunik melotot ke arah Tiwi. "Diiihhh... Sombong bener ini teman akrab si Tasya. Udah aku cuci tadi sebelum aku bawa kemari." Ujar Tiwi sambil menyindir Nunik.
Amanda tertawa melihat tingkah laku teman-temannya. Dia tahu betul bahwa Nunik dan Tasya bagaikan minyak Bimoli dan air mineral Aqua. Mereka tidak bisa bersatu, walaupun ditempatkan di dalam satu wadah. Entah bagaimana kini mereka harus sekelas dan sepertinya Tasya yang terkenal congkak itu berusaha mendekati Nunik. Padahal mereka sudah bermusuhan sejak di bangku SD.
"Akrab matamu!" Ujar Nunik kesal. "Si Vera mana? Kok belum nyampe?" Tanya Nunik pada Tiwi. "Oh iya... Aku lupa. Dia ke tempat pamannya. Katanya nanti malam baru pulang." Jawab Tiwi. "Oalaaahh... Ya udah, kita bertiga aja nih jadinya." Ujar Nunik dengan nada kecewa. Dia melirik HP nya, tidak ada notifikasi balasan pesan dari Vera. Mereka pun terus bercengkerama sambil makan rujak sederhana.
Dari satu topik ke topik selanjutnya. Begitu banyak gossip yang mereka bahas hari ini. Begitulah kalau cewek-cewek sudah berkumpul. Apa saja bisa menjadi bahan cerita.
Namun Amanda menyembunyikan ceritanya. Dia tidak ingin teman-temannya tahu bahwa hari ini dia mendapat hukuman dari kakak kelasnya. Dia hanya bercerita mengenai situasi sekolahnya. Nunik dan Tiwi tidak bisa menyembunyikan kekaguman mereka.
"Pasti banyak cowok keren di sana. Tajir-tajir lagi." Ucap Tiwi. "Iya, dari dulu SMA Adhyaksa itu sudah terkenal. Gudangnya cowok keren dan cewek cantik." Nunik menimpali dengan antusias. "Iya. Aku jadi minder. Tapi mau gimana lagi. Aku pasrah. Daripada ayahku marah-marah." Ujar Amanda lesu. Dia terlihat sedih. Nunik dan Tiwi saling terdiam.
"Sabar ya Amanda. Kami ga bermaksud apa-apa..." Nunik berkata dengan nada merasa bersalah. "Semangatttt sobat. Kamu kan pintar, kamu beruntung loh bisa sekolah di sana. Manfaatkan kesempatan itu baik-baik." Tiwi berusaha menyemangati.
"Siapa tahu kamu nanti bisa dapat cowo keren, ya ga Wik!?" Ujar Nunik sambil mengedipkan sebelah matanya dengan nakal ke arah Amanda. Amanda hanya tersenyum tipis. Tiwi menepuk bahu Amanda. "Kalau ada yang keren, kenalin ke aku satu yaa..." Tiwi berkata sambil nyengir. Sontak Nunik tertawa ngakak. Amanda hanya geleng-geleng kepala. Mereka berdua tahu Tiwi sudah punya pacar.
Senja mulai menyapa. Langit terlihat mulai remang-remang. Rujak sudah habis disantap. Saatnya mereka bubar barisan. Amanda dan Tiwi pamit pulang dari rumah Nunik. Tiwi pulang dengan motor barunya. Amanda mendayung lagi sepedanya dengan santai. Nunik hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kedua temannya yang sangat berbeda itu. "Aku pasti tertekan bener kalau jadi Amanda." Nunik berkata dalam hatinya. Dia merasa kasihan dengan Amanda.
-- Kamar Amanda --
Amanda meremas lagi kertas A4 ketiga yang sudah ditulisnya. "Diihhh... Salah-salah terus!" Gerutu Amanda.
"Kakak udah dikasih PR ya!?" Magdalena tiba-tiba bertanya. Dari tadi dia memperhatikan kakaknya di meja belajar. Dia heran melihat kakaknya sibuk sekali menulis malam ini.
"Iya... Begitulah kalau udah SMA. Banyak sekali PR." Ucap Amanda sok tahu. Dia tidak mungkin menjelaskan bahwa dia sedang mengerjakan tugas sebagai hukumannya. Gengsi dong! Beruntung Magdalena tidak terlalu peduli. Dia meninggalkan kakaknya dan menonton TV bersama Mutiara di ruang depan.
Akhirnya surat konyol itu selesai. Dia sudah membubuhkan tanda tangannya. Besok pagi tinggal meminta kak Edo menanda tangani surat itu.
Bulu kuduknya meremang ketika membayangkan bagaimana caranya dia meminta bantuan kak Edo besok pagi. Dia pasti akan terlihat seperti manusia bodoh. Selama ini dia tidak pernah berbicara langsung dengan kak Edo. Dia selalu mengamati kak Edo dari kejauhan, dengan jarak yang aman.
"Semoga Helena benar-benar akan membantuku." Amanda berkata dengan pelan. Dia berdo'a di dalam hatinya semoga besok semuanya akan baik-baik saja.
Malam semakin larut. Amanda mulai merasa mengantuk. Dia pun mengikuti adik-adiknya yang sudah lebih dahulu tertidur. Besok pasti aman, Amanda masih berusaha menenangkan hatinya agar bisa tertidur pulas.
"Udah beres kan surat bodoh itu?" Ujar Helena tidak sabar. "Iya, udah nih." Jawab Amanda sambil menyodorkan surat yang sudah dibuatnya. "Yuk kita ke kantin. Aku udah janjian sama kak Edo." Sambung Helena. Dia menarik tangan Amanda. Mereka bergegas menuju ke kantin. Kak Edo terlihat sedang ngobrol santai dengan seorang siswa laki-laki. Mereka adalah teman sekelas.
Helena bergegas mendekati kak Edo. "Kak, ini temanku yang aku ceritakan tadi." Ujar Helena pada kak Edo.
Edo memperhatikan Amanda. Dia merasa pernah melihat Amanda, tapi tidak tahu dimana. Amanda menjadi salah tingkah. Keringat dingin mulai terasa mengalir di dahinya.
"Ooh... Kamu dari SMP Pelita Bangsa juga?" Edo mulai bertanya. Suaranya yang berat dan dalam terdengar begitu merdu di telinga Amanda.
"Iya kak." Jawab Amanda singkat. Kerongkongannya terasa tercekat lagi. "Bantuin dong kak, kasihan si Amanda. Kak Ravel itu kejam sekali." Ujar Helena. Dia mulai mengeluarkan aksi memohonnya.
"Hahaha... Berani sekali si Ravel." Edo berkata sambil tertawa dan melirik temannya. Temannya pun ikut tertawa. "Mana suratnya?" Edo kembali bertanya pada Amanda.
Amanda buru-buru menyerahkan surat permohonan maaf yang sangat konyol itu pada kak Edo. Dia nyaris gemetar ketika menyerahkan surat yang sudah terlipat rapi. Edo segera membuka surat itu. Helena membantu menunjukkan bagian mana yang harus ditanda tangani.
Edo melipat kembali surat tersebut dan mengembalikannya pada Amanda. "Kalau Ravel mengganggu lagi, katakan saja padaku." Ucap Edo dengan suara yang begitu berwibawa. Dia tersenyum pada Amanda.
"Ba... Baik kak. Terima kasih." Balas Amanda dengan hati yang berdebar-debar. Untuk pertama kali dalam hidupnya, kak Edo berbicara langsung dengannya dan tersenyum begitu indah. Bahkan ucapan kak Edo tadi seolah-olah mengartikan akan selalu melindunginya. Amanda menunduk malu-malu, dia merasa wajahnya mulai panas. Pipinya yang putih menjadi merona, bersemu merah. Semua terasa indah.
"Kak... Kak Amanda! Udah jam 6 kak!" Teriak Mutiara di sampingnya. "Bangun kak, nanti kita telat!" Ujar Mutiara lagi sambil menggoyang bahu Amanda. Mutiara melanjutkan berpakaian ketika melihat kakaknya sudah membuka matanya.
Amanda kaget bukan kepalang. Refleks dia terbangun dan terduduk di atas ranjangnya. Dia tidak menyadari alarm di HP nya pagi ini. Dia memandangi jam dinding di kamarnya. Amanda buru-buru ke kamar mandi dan bersiap-siap. "Sial... Sampe kebawa mimpi!" Ujar Amanda dalam hati sambil memandangi wajahnya di cermin. Tapi dia masih deg-degan... Wajahnya kembali merona.
Amanda merapikan rambutnya dan bergegas ke meja makan untuk ikut sarapan. Ayahnya telah menghidupkan mobil Toyota tua dan bersiap-siap untuk mengantar mereka ke sekolah.
Sepanjang jalan Amanda berdo'a semoga mimpi indahnya akan menjadi kenyataan. Namun dia tidak ingin terlihat malu-malu begitu. Dia mulai mempersiapkan diri agar nanti bisa bersikap lebih tenang ketika berhadapan dengan kak Edo.
Senyuman indah kak Edo tadi malam telah membuat udara pagi ini terasa begitu hangat bagi Amanda. Dia terlihat begitu bersemangat. Berbeda sekali dengan ekspresinya kemarin pagi.
Ayahnya secara diam-diam memperhatikan ekspresi puteri sulungnya dengan hati yang lega. Do'a untuk kesuksesan semua puterinya lagi-lagi dipanjatkan dengan tulus oleh ayah Amanda pagi ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 166 Episodes
Comments
Suri Hadassa
Buka Hati menorehkan 10 like buatmu Thor, Semangat 💪💪
Ditunggu feedbacknya ya 😊🙏
2021-05-09
1
Heni Yusnita
Bimoli dan Aqua
ya ya ya ya ya
2021-02-23
1