Amanda tidak mampu menahan rasa penasarannya. "Kamu kenal cowok itu?" Tanya Amanda.
"Iya, kak Edo. Kami sering nongkrong bareng di cafe depan sekolah. Aku kan dulu sekolah di sebelah." Jawab Helena ringan.
Entah kenapa Amanda merasa panas. Padahal udara di ruangan kelas mereka cukup sejuk. Dua buah AC di ruangan sudah membuat hawa di ruangan sangat nyaman.
Ruangan kelas mulai riuh, semua sibuk mengobrol. Beberapa siswa sudah saling kenal, namun tidak sedikit juga yang baru saja berkenalan pagi ini. Amanda mulai memperhatikan suasana kelas barunya. Tak disangka matanya kemudian tertuju pada seorang gadis di bangku depan. Dia seperti mengenal gadis itu.
"Kayaknya itu tadi temannya Amel dehhh. Siapa ya namanya?" Amanda mencoba mengingat nama gadis itu.
Tadi pagi di lapangan upacara dia tidak benar-benar fokus dengan perkenalan mereka. Dia terlalu panik dan khawatir sehingga lupa nama teman-teman Amel.
Gadis itu kemudian bangkit dari tempat duduknya dan menuju pintu kelas. Dia berdiri di pintu kelas sambil memanggil temannya yang kebetulan lewat di depan kelas. Dia terlihat berbicara santai dan sesekali tertawa lebar.
Amanda heran, mengapa semua siswa baru terlihat bersemangat dan bahagia. Sementara dirinya sendiri merasa tidak bersemangat sama sekali.
"Kamu dari sekolah mana?" Helena tiba-tiba menyapa Amanda kembali.
"Ohh.. Ehhh.. Iya, aku dari SMP Pelita Bangsa." Jawab Amanda agak gelagapan.
"Hahh? Dimana itu ya? Aku kayak pernah denger." Tanya Helena lagi.
"Di belakang kantor Kecamatan Suka Karya.
"Ooo.. Nah, inget aku! Kalau ga salah kak Edo tinggal di daerah sana. Apa dia juga dulu sekolah di situ?" Ujar Helena.
"Kamu kenal kak Edo yang lewat tadi ga? Kamu lihat kan cowok tinggi-tinggi yang tadi lewat di depan kelas kita?" Sambung Helena lagi.
"Ohh ya? Aku ga ingat juga, ada beberapa cowok kan tadi yang lewat. Hehehe..." Ujar Amanda berbohong.
Dia sendiri bingung kenapa dia refleks berbohong. Padahal dia yang tadinya mulai bertanya tentang kak Edo. Untung saja Helena sepertinya tidak menyadari hal itu.
"Oh gitu.. Ya udah gapapa siii.. Ntar kapan-kapan aku kenalin. Mungkin kalian dulunya satu sekolah." Kata Helena.
"Hehehe... Trims Helen." Amanda membalas dengan sopan.
"Jelas saja aku kenal. Bukan cuma satu sekolah, rumah kami juga berdekatan. Hanya beda satu lorong," Amanda merutuk dalam hati.
"Yang aneh itu kamu. Kok bisa kenal dia juga?" Batin Amanda dengan perasaan sedikit kesal.
Entah mengapa Amanda sepertinya kurang suka dengan teman sebangkunya ini. Prasangka buruk sudah lebih dahulu menghantui. Ditambah lagi Helena memang sosok yang kelihatannya agak sembrono.
Namun Amanda juga tidak ingin berprasangka lebih jauh. Dia berusaha tetap ramah dengan Helena. Bagaimana pun juga, Helena sudah menyapanya dengan baik, mengajaknya duduk sebangku, dan bersikap ramah padanya. Dia harus bersyukur dan berterima kasih pada kebaikan Helena.
"ADUH!!" Jerit Helena tiba-tiba. Amanda sontak kaget dari tempat duduknya.
Sebuah penghapus papan tulis terbuat dari plastik mendarat di atas meja mereka. Benda itu sebelumnya mengenai kepala Helena.
"Kamu gapapa Helen?" Amanda bertanya setengah kaget dan segera mengambil penghapus tersebut.
"Darimana ini? Kok tiba-tiba terlempar ke sini?" Amanda berkata dengan nada bingung.
"Sorry.. Sorry.. Ga sengaja." Seorang anak laki-laki bangkit dari bangku paling belakang dan berjalan menuju meja Amanda dan Helena. Dia segera mengambil penghapus dari tangan Amanda.
"Apaan sihhh!? Kamu buta ya? Kenapa lempar penghapus ke kepala aku?" Helena mulai sewot lagi.
"Hmmm.. Sorry, bukan aku. Temanku tadi ga sengaja. Maaf ya.." Ujar anak laki-laki itu sambil bergegas kembali ke bangkunya.
Mata Helena mendelik dan terus memperhatikan siapa yang dimaksud anak laki-laki tadi.
"Ooo.. Kamu lagi rupanya!! Manusia GOBLOK!!" Kini Helena sudah melotot dan suaranya benar-benar besar. Beberapa siswa mulai memperhatikan mereka.
Helena bangun dan berjalan menuju meja cowok-cowok itu dengan gagah berani.
"BRAAAKKKKK!!" Helena mendobrak meja.
"Kau rupanya ya!? Dan temanmu yang minta maaf? Kau betul-betul ga punya etika!" Helena berkata dengan suara lantang.
"Apaan sih nenek lampir? Aku bukan ngelempar kamu, kenapa kamu ke-geer-an banget." Jawab cowok itu santai.
Segerombolan anak laki-laki di sebelahnya mendadak tertawa ngakak.
"Geer KEPALAMU!!!!" Helena terlihat benar-benar berang.
"Dari awal kau memang tidak sopan. Jangan sampai aku buat perhitungan ya sama kalian!" Ancam Helena.
Helena menendang kaki meja dengan serampangan dan balik ke tempat duduknya. Gerombolan anak laki-laki itu melongo melihat tingkah laku Helena.
Helena duduk sambil mendengus kesal. Wajahnya memerah menahan marah. Seperti biasa, Amanda hanya menatap dengan bingung dan tidak tahu harus berkata apa. Dia juga merasa mereka keterlaluan.
Tetapi jika dia yang berada di posisi Helena, dia pasti memilih tidak memperpanjang masalah. Lebih baik diam dan cari aman.
Itu prinsip hidup Amanda sebagai manusia yang kerap kali jadi bahan bully-an di lingkungannya.
Helena melirik Amanda dan berkata, "Si gila itu lagi. Tadi dia buka pintu sembarangan, sekarang melempar barang sembarangan. Dia pikir sekolah ini punya nenek moyangnya kali ya!?"
"Pasti waktu bagi otak dia telat datang. Jadinya kebagian yang ga bagus. Mungkin pun dia ga kebagian." Ujar Helena pedas.
"Lihat aja. Aku pasti akan buat perhitungan dengan si goblok itu." Sambung Helena masih dengan emosi yang memuncak.
"CEKLEKKK!!" Tiba-tiba pintu kelas terbuka.
Suasana kelas mendadak tenang. Beberapa kakak kelas memasuki ruangan. Tiga orang perempuan dan dua orang laki-laki. Mereka semua terlihat keren.
Namun salah satu siswa cowok yang paling tinggi di antara mereka seolah memancarkan cahaya yang berbeda. Ini pangeran atau seorang raja? Begitu pertanyaan yang muncul di benak siswa-siswa baru, khususnya siswa-siswa perempuan.
Amanda terpana. Dilihat dari simbolnya, mereka adalah siswa kelas 2. Amanda kembali teringat akan kesalahan letak simbol di lengan bajunya. Mendadak dia merasa panas dingin lagi.
"Selamat pagi, adik-adik siswa baru. Selamat bergabung di SMA Adhyaksa." Cowok tampan dengan aura pangeran itu berdiri di depan meja guru dan berbicara dengan penuh wibawa. Teman-temannya yang lain berdiri dengan tenang di sebelahnya.
"Apa di kota ini masih ada kerajaan ya?" Amanda mencoba mengingat-ingat sejarah di kotanya.
Dia tersentak kaget ketika mendengar suara sang pangeran... Eh maksudnya sang kakak kelas yang tampan.
"Sebagaimana pengumuman yang telah disampaikan sebelumnya di lapangan upacara tadi pagi, hari ini kita akan mulai melaksanakan kegiatan orientasi sekolah. Kami para pengurus OSIS akan memperkenalkan setiap bagian dari sekolah ini, ruangannya, peraturan yang ada, program belajar, struktur OSIS yang sedang berjalan, dan hal-hal lainnya yang dibutuhkan untuk diketahui oleh semua siswa baru." Kakak kelas tampan itu kembali berpidato dengan mantap.
Semua siswa memperhatikan dengan seksama. Seolah terhipnotis dengan sosok cowok keren yang sedang berbicara di depan mereka.
"OK, kak Andrew. Ada baiknya kita segera memulai kegiatan ini, mengingat padatnya agenda kegiatan orientasi kita selama tiga hari ke depan." Seorang cewek cantik di sebelahnya berbicara dengan lembut.
Terlihat beberapa siswa laki-laki duduk lebih tegak. Mereka sepertinya menambah level konsentrasinya. Entah konsentrasi dalam hal apa, yang jelas beberapa dari mereka memasang wajah yang lebih serius.
Cowok keren nan tampan yang dipanggil Andrew itu tersenyum dan mengangguk. Dia melanjutkan kalimatnya. "Well, perkenalkan aku Andrew. Sekretaris OSIS periode ini. Kakak-kakak ini semuanya adalah pengurus OSIS yang akan membimbing kalian selama masa orientasi. Semoga kita semua bisa bekerja sama dengan baik demi kelancaran kegiatan orientasi ini. Terima kasih." Andrew menutup pidatonya.
Salah satu cewek cantik lainnya memberikan tepuk tangan diikuti teman-temannya dan semua siswa baru yang ada di dalam kelas.
Andrew kemudian berbicara sekilas dengan teman-temannya, dia pun kemudian pamit dan meninggalkan kelas I-2.
Terlihat beberapa siswa perempuan di pojok depan berbisik-bisik sambil senyum-senyum.
Helena melirik Amanda. "Banyak yang kesemsem tuhhh sama kak Andrew. Hihihi..." Helena berkata setengah berbisik.
"Hahaha.. Iya, kak Andrew itu keren sekali." Balas Amanda.
"Keren ya sekolah ini, sekretaris OSIS nya cowok. Biasanya dimana-mana yang jadi sekretaris pasti cewek tuhhh..." Komentar Amanda.
"Iya, kali ini emang unik sihhh. Tapi OSIS SMA Adhyaksa dari dulu mahhh udah famous. Apalagi kali ini, ketos, wakil, dan sekretarisnya super duper keren." Ujar Helena bangga.
Apa yang dikatakan Helena memang ada benarnya. Amanda tidak habis fikir bahwa sekretaris OSIS di sini adalah seorang cowok yang super keren, kelihatan pintar, dan sepertinya berdarah campuran.
Postur tinggi, kulit putih, rambut agak kecokelatan, bentuk wajah yang nyaris sempurna, dia bahkan terlihat lebih tampan dari sang ketua OSIS.
"Kenapa bukan dia aja yang jadi ketos ya?" Batin Amanda dalam hati.
Tapi Amanda masih bertanya-tanya dalam hati, bagaimana lagi sosok wakil ketua OSIS mereka. Dia sudah mengenal ketua dan sekretaris yang ternyata keduanya adalah laki-laki. Dia jadi penasaran tentang si wakil ketua yang katanya juga keren.
Sepertinya syarat utama pengurus OSIS di sini adalah kece. Begitu kesimpulan yang berhasil Amanda dapatkan berdasarkan data dari survey lapangan hari ini.
Lamunan Amanda tiba-tiba menguap entah kemana ketika suara dingin seorang cowok memecah keheningan kelas.
"OK, adik-adik. Perkenalkan aku Ravel. Apakah kalian semua sudah saling kenal satu sama lain di kelas ini? Minimal kalian sudah saling tahu nama masing-masing." Satu-satunya cowok yang tersisa di antara kakak kelas itu buka suara.
"Belum semuanya, kak." Beberapa siswa baru mencoba menjawab.
"Sebagai teman seperjuangan, kalian harus saling kenal. Aku beri kalian waktu 15 menit untuk berkenalan, dimulai dari sekarang!" Ravel mulai memberi perintah.
Dia melirik ke jam tangannya kemudian tersenyum ke arah teman-temannya yang lain.
Kelas kembali menjadi riuh ramai. Semua siswa mulai bertanya nama teman-teman di sebelahnya. Amanda bertanya nama teman-teman di bangku depan dan belakangnya, dia berusaha mengingat-ingat nama mereka.
"Bangun! Move! Kalian harus tahu nama semua teman kalian. Bukan yang hanya di dekat kalian." Ravel kembali memberi perintah.
"Waktu kalian tersisa 5 menit lagi. Pastikan kalian sudah mengingat semuanya!" Sambung Ravel dengan tatapan tegas ke arah adik-adik kelasnya.
Mendadak suasana kelas menjadi horror. Seisi kelas mendadak panik. Ada siswa yang mencoba menuliskan nama temannya. Segala upaya dikerahkan oleh siswa-siswa baru itu. Tanpa sengaja Amanda berpapasan dengan teman Amel.
"Errrr.. Nama kamu siapa ya? Maaf aku lupa." Ujar Amanda dengan nada bersalah.
"Hahaha.. Santuyyy aja Amanda, aku Yuni." Jawab gadis itu sambil berjalan cepat untuk mencari teman lain yang belum diketahui namanya.
"STOP!!!" Ravel bersuara dengan lantang.
"Semuanya kembali ke tempat duduk." Perintah Ravel.
Semua siswa baru segera mengikuti perintah Ravel. Tidak ada yang berani melawan. Aura seram Ravel cukup mengintimidasi kelas itu. Semua siswa baru sudah duduk kembali sambil berusaha menghafal nama-nama yang telah mereka ketahui.
Amanda dan Helena buru-buru balik ke bangku mereka. Dengan situasi hati yang dag dig dug, mereka mencoba mengingat nama-nama yang telah dikumpulkan dalam memory otak mereka yang sederhana.
Semua siswa baru memiliki feeling yang sama. Khawatir jika ujian kehidupan mereka yang pertama di sekolah ini akan dimulai beberapa menit lagi.
Ravel memandang berkeliling, tatapannya yang tajam seolah menghujam jantung semua siswa baru di kelas itu. Dia juga sangat keren. Tapi auranya seperti pembunuh berdarah dingin.
Sehingga nyaris semua semua siswa baru di ruangan itu tidak ada yang berani melihat ke arah Ravel.
Amanda membayangkan jika saja wajah Ravel dicat seperti badut, dia mungkin akan lebih seram dari Joker. Hiiiiiiyyy.. Amanda bergidik ngeri sendiri dengan imajinasinya.
Kalau ada sosok tampan, tenang dan berwibawa seperti kak Andrew, kamu tidak perlu repot-repot jelalatan melihat sosok keren namun sedingin kak Ravel. Itu terlalu beresiko, guys.
Ravel menoleh pada ketiga temannya dan memberi tanda yang hanya diketahui oleh mereka saja. Ketiga gadis itu mengangguk mengerti dan segera berjalan ke lorong di antara deretan meja-meja siswa baru.
"Aku yakin kalian sudah cukup mengenal satu sama lain." Ucap Ravel.
"Kakak-kakak kelas kalian yang cantik ini akan membuktikannya." Ravel berkata dengan nada tegas dan senyum jahilnya.
Seketika suasana di kelas menjadi semakin horror. Aura intimidasi Ravel terlalu kuat bagi siswa-siswa baru itu. Suhu ruangan seolah semakin dingin, khususnya ketika ketiga kakak kelas mereka yang cantik berjalan menyusuri lorong-lorong di antara bangku-bangku siswa. Mereka laksana dewi perang yang sedang mencari musuh berbahaya.
Amanda merasa semakin ciut di bangkunya. Dia berdo'a dalam hati semoga dia selamat dan berharap waktu berjalan lebih cepat. Dia ingin segera keluar dari kelas ini dan bernafas lega. Oksigen di ruangan ini sepertinya terbatas sejak kak Andrew meninggalkan kelas.
----------
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 166 Episodes
Comments
Alivaaaa
bikin ingat masa masa sekolah dulu 😥😥
2021-04-25
1
Anggra
menarik 🥰🥰🥰
2021-04-11
1
Dee Wulandari
Aku mampir thor.. ceritanya bikin kangen sekolah😭 aku jadi inget awal masuk SMA ketemu kakel yg random ada baik ada jail ada usil pokoknya bener² random.. tapi baru jalanin setengah tahun kelas sepuluh eh udah suruh belajar dari rumah sampe sekarang mau kelas dua belas😭 Duh jadi curhat gpp ya thor😭😄
2021-03-17
9