"KRIIIINGGGGG!!!" Suara alarm dari smartphone menggelegar pagi ini. Nada alarm-nya klasik banget yahhh. Tapi bagi seorang putri tidur seperti Amanda, hanya pilihan nada itu yang ampuh untuk mengembalikan dirinya ke alam nyata.
Bukan tidak pernah dia mencoba mengganti nada alarm-nya, dia pernah mengganti dengan nada lagu kesukaannya yang tersimpan di MP3, hasilnya dia tertidur lebih pulas sampai pagi. Menggunakan pilihan nada alarm lainnya, juga ga ngefek sama sekali.
Ada teori yang mengatakan bahwa nada alarm yang asing tidak akan membuat tubuh merespon dengan cepat. Sepertinya teori itu bekerja dengan sempurna dalam urusan tidur sang putri tidur sejati, Amanda.
"Ya ampun! Udah pagi aja." Amanda menggerutu dalam hati.
Amanda menggeliat lagi di bawah selimutnya, mencoba mengumpulkan seluruh jiwanya yang seolah terbang kemana-mana tadi malam.
Tidur larut malam memang sudah menjadi kebiasaan lama bagi Amanda. Tapi tadi malam, dia benar-benar resah dan tidak bisa tidur hingga jam 3 pagi.
Ini benar-benar prestasi bagi putri tidur sejati seperti Amanda. Dia biasanya selalu bisa tertidur, seberat apapun masalah yang sedang dihadapi. Kali ini berbeda, gaesss!
Dia tidak ingat jam berapa persisnya dia benar-benar tertidur, yang dia ingat adalah terakhir kali dia melirik layar smartphone-nya, tertera pukul 03.00. Dia telah mengatur agar alarm berbunyi pada pukul 06.00 dan alarm itu sungguh setia, berbunyi tepat pada waktu yang telah diatur tuannya.
Amanda seolah masih enggan untuk bangkit dari tempat tidurnya. Kepalanya terasa sakit, begitu juga dengan kedua matanya. Terasa perih sekali.
"Amanda! Amanda! Bangun, nak. Ini sudah jam 6 lewat. Jangan sampai kalian telat." Suara ibu terdengar dari luar kamar.
Amanda pun bangkit dari tempat tidur, dengan langkah gontai berjalan keluar dari kamar. Ketika melewati dapur, Amanda melihat sekilas pada ibunya yang sedang sibuk menyiapkan hidangan untuk sarapan mereka.
"Bagaimana ini? Sepertinya aku tidak nafsu makan," Amanda mulai merasa semakin lesu.
"Tapi aku harus sarapan, biar ga pingsan di lapangan." Amanda berkata dalam hati sambil menahan rasa galaunya antara akan sarapan atau tidak.
Membayangkan pengalaman pingsan yang pernah beberapa kali dia alami, membuat pilihannya jatuh kepada tekad untuk sarapan pagi ini.
Amanda pun bergegas menuju kamar mandi dan bersiap-siap. Walaupun berat hatinya untuk memulai hari ini, dia juga tidak ingin menorehkan sejarah baru dalam hidupnya sebagai seorang siswa baru yang terlambat atau pingsan di lapangan pada hari pertama masuk sekolah.
Itu akan sangat memalukan.
Memang benar, hal-hal konyol saat ini bisa membuatmu viral secara dadakan. Namun itu bukan tujuan utama Amanda berada di sekolah barunya.
Kau mungkin tidak bisa terkenal dengan berbagai kelebihan positif di dirimu, tapi setidaknya tidak perlu terkenal dengan reputasi memalukan yang tak akan lekang oleh waktu.
Begitu pemikiran Amanda di pagi hari yang serasa mentari tidak ada lagi di bumi.
Pengalaman hidup Amanda sebagai korban bully-an di pergaulannya saat masih sekolah dasar benar-benar masih tersimpan rapat di memory khusus dalam syaraf-syaraf halus otaknya.
Selesai mandi dan berpakaian lengkap, Amanda segera menuju meja makan. Ayah, ibu, dan adik-adiknya telah siap juga untuk menyantap hidangan pagi ini.
Magdalena dan Mutiara terlihat sangat bersemangat. Mereka ingin secepatnya tiba di sekolah agar dapat memilih bangku yang paling strategis menurut mereka. Keduanya masih duduk di bangku sekolah dasar. Magdalena tahun ini naik kelas 6 dan Mutiara naik kelas 3.
Memandangi adik-adiknya, Amanda seolah ingin kembali ke sekolahnya dulu. Bukan berada di SMA. Tetapi apa daya, bukankah setiap manusia akan terus bertumbuh dan dewasa.
Kau tidak mungkin menua di bangku SMP kan?
"Huffffttt.." Amanda menghela nafas berat sebelum mulai menyantap sarapannya.
Oksigen di dapur pagi ini seolah sedikit sekali tersedia bagi Amanda. Disabotase oleh kedua adiknya yang terlihat sangat semangat dan gembira.
*SMA Adhyaksa*
"DEG! DEG! DEG!" Jantung Amanda benar-benar sudah morning sport hari ini. Sejak di jalan menuju ke sekolah adik-adiknya, dia sudah tidak mampu menenangkan detak jantungnya sendiri.
Amanda adalah yang terakhir diantar oleh ayahnya karena lokasi sekolah barunya ini terletak paling jauh dari rumah.
Ya, Amanda diantar karena ini adalah hari pertamanya. Sesungguhnya ayahnya pun khawatir akan keadaan puteri sulungnya pagi ini. Raut wajah Amanda jelas sekali tidak terlihat ceria.
Amanda sudah tiba di depan gerbang sekolah. Rasanya dia tidak sadar kapan dia melangkah hingga sudah melihat pamflet nama sekolah tepat di hadapannya.
Ini adalah kali ketiga dia ke sekolah. Sebelumnya dia sudah pernah ke ruang guru sekolah itu untuk mengukur seragam sekolah dan mengambilnya seminggu kemudian. Tapi hari ini suasananya berbeda sekali. Sangat ramai dan membuatnya merasa semakin canggung.
"OK. Aku di sini," ujarnya dalam hati.
"Santailah sedikit, Amanda. Ini sekolah, bukan medan perang. All is well." Dia terus menenangkan hatinya sambil mengatur pernafasan.
Seingat dia, terakhir kali dia nervous begini ketika menghadapi ujian akhir kelulusan di SMP beberapa bulan yang lalu. Ternyata setelah lulus, ujian kehidupan baginya lebih parah lagi.
"Ya Tuhan, tolong aku." Amanda berkata lirih di dalam hati.
Siswa-siswa dengan seragam putih abu-abu sudah terlihat berkumpul di halaman sekolah. Amanda semakin bingung dia harus kemana dan berdiri di mana, tidak ada teman, tidak ada kenalan, tidak ada saudara. Tidak ada siapa-siapa! Bukankah ini konyol sekali?
Pernahkah kau merasa sepi di tengah keramaian? Well, Amanda mulai mengerti bagaimana rasanya. Rasa mindernya meningkat dua kali lipat.
"Hai..." Sapa seorang gadis yang berdiri di sebelahnya. Amanda menoleh, memastikan bahwa dirinya yang disapa.
"Ohh.. Iya, hai." Amanda mencoba membalas sapaan sambil tersenyum. Dia memaksa dirinya tersenyum tentu saja karena gadis itu tersenyum ramah.
"Anak baru juga ya?" Tanya gadis itu. "Dari sekolah mana sebelumnya?" Gadis itu masih bertanya dengan ramah.
"Ohh.. Iya, aku dari SMP Pelita Bangsa," jawab Amanda. "Kamu dari sekolah mana?" Amanda balik bertanya.
"Dari sebelah," ujar gadis itu. "SMP Adhyaksa." Sambil menunjuk bangunan tinggi di sebelah kanan pagar sekolah mereka.
"Kenalin, aku Amel." Ujar gadis itu sambil mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Amanda.
Amanda menyalami tangan Amel dan menyebut namanya sendiri, "Amanda."
SMA Adhyaksa ini sebenarnya terdiri dari satu komplek elite yang luas. Di sebelahnya berdiri bangunan SMP Adhyaksa, dan di belakang SMP itu berdiri SD Adhyaksa. Semuanya berada dalam satu komplek, namun dibatasi pagar sekolah masing-masing.
Satpam dan petugas keamanan selalu standby di pos gerbang masuk dan gerbang keluar sekolah. Ini membuat situasi di setiap sekolah selalu aman dan anak-anak juga tidak bisa bolos tentunya, kecuali dengan metode khusus.
"Kita ke sana yukkk. Sepertinya itu kumpulan anak kelas 1, ada temanku di sana." Amel berkata sambil menunjuk ke arah sekumpulan anak gadis yang sedang ngobrol santai.
Amanda pun mengikuti langkah Amel. Setidaknya saat ini dia sudah sedikit merasa lega karena sudah ada teman yang mengajaknya bicara.
"Sepertinya dia baik." Amanda berkata dalam hati sambil berdoa agar hari pertamanya di sekolah akan baik-baik saja.
"Heyyy, Mel. Sini-sini, ikutan gabung," seorang gadis di kerumunan itu memanggil Amel.
"Semoga kita semua sekelas lagi ya!" Ujar gadis itu sambil melirik ke arah Amanda.
"Teman baru nih, Mel?" Tanya gadis itu.
"Haha.. Iya, kita tadi baru berkenalan." Amel menjawab ringan.
"Amanda, kenalin nih teman-temanku." Ujar Amel sambil tersenyum ke arah Amanda.
Amanda berusaha tersenyum ceria dan kemudian menyalami mereka satu per satu.
Amanda mulai merasa bahagia, sepertinya ini permulaan yang baik. Setidaknya dia sudah tidak lagi sendirian dan terlihat bodoh seperti bayangannya selama ini.
"Semoga saja aku tidak menjadi bahan bully-an di lapangan ini." Amanda berharap-harap cemas dalam hati.
Kelompok gadis itu masih sibuk mengobrol dan sesekali mereka tertawa sambil menahan suara agar tidak mencolok sekali.
Amanda terkadang ikut tertawa melihat gelagat mereka. Tiba-tiba matanya tertuju pada lengan kemeja sebelah kiri mereka.
"DEG!!!" Jantung Amanda seperti berhenti bekerja sejenak.
"Kok di sebelah kiri?" Pikir Amanda.
"Bukan di sebelah kanan ya?! Mati aku!" Amanda merutuk di dalam hati.
Dia baru menyadari itu sekarang, ibunya terbalik menjahit simbol sekolahnya.
Memang tidak sepenuhnya salah ibunya. Dia sendiri yang mengatakan pada ibunya letak simbol itu adalah di lengan baju sebelah kanan. Seperti pada seragam SMP dulu.
Amanda mulai menyesali mengapa saat mengambil seragam dan simbol, dia tidak menanyakan terlebih dahulu ke pihak sekolah mengenai hal itu. Huhh, penyesalan selalu datang belakangan. Jelas, karena kalau di depan namanya pendaftaran.
"Waduuhhh.. Bagaimana ini??" Amanda mulai agak panik.
Baru saja dia merasa aman, tiba-tiba sebuah alasan untuk menjadikannya sebagai bahan bully-an muncul begitu saja.
----------
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 166 Episodes
Comments
👑Ria_rr🍁
aku berdebar menanti next chapter
2023-01-23
1
Hanum Anindya
penasaran tentang kisah Amanda
2023-01-23
1
范妮·廉姆
menarik ya! aku mau ikuti kisahnya
2022-12-14
1