"Ma? Mama melamun?" Kevin menepuk-nepuk bahu mama Wina. Membuyarkan lamunan mama Wina tentang masalalunya.
"Eh, iya. Kamu udah pulang Vin?" Jawab mama Wina gelagapan.
Kevin duduk di sebelah mamanya.
"Mama ngelamunin apa lagi?" Tanya Kevin sedikit khawatir.
"Enggak. Kamu masuk gih, ganti baju trus makan" mama Wina mencoba mengalihkan pembicaraan.
Kevin hanya mendengus.
Mamanya memang sering terlihat melamun belakangan ini.
Beberapa kali Kevin memergokinya.
Kevin memandang wajah wanita paruh baya yang telah melahirkannya itu.
Sedikit menua tapi tetap terlihat cantik.
Bagi Kevin mamanya adalah wanita paling cantik di dunia.
Mamanya juga adalah wanita paling kuat dan tegar menurut Kevin.
"Yaudah, Kevin masuk dulu ma" Kevin beranjak dari tempat duduknya.
Mama Wina hanya mengangguk.
"Jangan melamun lagi, Ma" pesan Kevin pada sang mama.
Kali ini mama Wina sedikit terkekeh.
"Iya, Vin" ucap mama Wina.
Kevin pun masuk dan naik ke lantai dua menuju ke kamarnya.
*****
Tasya masih bersandar di dada Dion.
Cukup lama Dion bercerita dan Tasya masih setia mendengarkan.
Cerita versi Dion tentang Kevin dan mama Wina.
Di akhir cerita, Dion menarik nafas panjang mencoba meredam emosinya.
Ia mendadak ingat pada mama Devi dan hatinya terasa sesak sekarang.
Tasya mengangkat kepalanya dari dada Dion.
Memandang lekat wajah Dion.
Dapat Tasya lihat ada kristal bening yang menggenang di sudut mata Dion.
"Apa kau ingin menangis sekarang?" Tanya Tasya lirih.
Dion hanya menggeleng.
Namun yang Dion rasakan hatinya memang sesak dan dia ingin menangis.
Tasya mengelus lembut pipi Dion. Jarinya mengusap kristal bening yang kini telah jatuh di pipi Dion.
"Menangislah Di, jika memang kamu ingin menangis." Ucap Tasya lembut.
Entah mengapa hatinya ikut sesak mendengar cerita Dion barusan.
"Enggak, Nat. Aku gak akan menangis.
Seenggaknya aku tidak akan menangis di depanmu" kata Dion sedikit terkekeh.
Dion memegang tangan Tasya dan mengusapnya dengan lembut.
"Makasih ya sudah mau dengerin cerita aku" ucap Dion dengan tulus.
Sebelumnya Dion tak pernah mau membagi cerita kehidupannya dengan siapapun.
Tapi saat bersama Tasya, cerita itu mengalir begitu saja.
Dion selalu merasa nyaman saat berada di dekat Tasya.
"Aku senang, kau mau membaginya denganku" Tasya berkata dengan tulus dan bersungguh sungguh.
"Bagaimana denganmu? Kau tidak ingin membagi kisah hidupmu yang sempurna itu kepadaku?" Dion sudah bisa tersenyum sekarang.
Tasya mengernyitkan kedua alisnya.
Lalu tertawa secara canggung.
"Kadang yang terlihat tak benar benar seperti yang terlihat" kata Tasya selanjutnya.
Raut kebingungan langsung nampak jelas di wajah Dion.
"Aku tak mengerti" hanya itu yang bisa Dion katakan.
Tasya menarik nafas panjang
"Aku tak pernah tahu siapa kedua orang tuaku.
Kata ibu Ranti, aku di temukan di depan panti saat masih bayi.
Aku dibesarkan di panti asuhan.
Saat usiaku delapan tahun, mama Sarla mengadopsiku dan membawaku tinggal bersamanya.
Sampai sekarang" cerita Tasya panjang lebar.
Dion sempat ternganga tak percaya.
Tasya yang selalu terlihat tegar dan ceria, ternyata punya kisah hidup yang lebih rumit dari dirinya.
"Aku tak ingin menutupi apapun darimu, Di" lanjut Tasya.
"Maafkan aku," Dion kini merasa bersalah karena telah membuat gadis di depannya ini bersedih dan mengingat lagi kisah hidupnya yang kelam.
"Enggak. Kamu gak perlu minta maaf. Aku sudah menerima takdir hidupku yang seperti ini. Setidaknya aku beruntung karena mama Sarla menyayangiku seperti putrinya sendiri.
Hanya kadang muncul pertanyaan dalam hati kecil aku, apa salahku sampai kedua orang tuaku membuangku dan tidak mau merawatku" bulir bulir bening air mata jatuh tanpa permisi di kedua pipi Tasya.
Dion memeluk Tasya erat sambil menyeka air mata yang jatuh di pipi gadis itu.
"Kamu gak akan sendirian lagi, Nat. Aku akan jagain kamu, oke.
Aku akan selalu ada jika kamu butuh teman untuk berbagi. Jangan kamu pikul semuanya sendirian" kata-kata lembut dari Dion sungguh membuat Tasya semakin terharu.
Ia tak dapat lagi berkata-kata.
Tasya semakin erat memeluk Dion.
Suasana menjadi hening. Tangisan Tasya sudah reda.
Ponsel Tasya berdering. Buru-buru Tasya mengeluarkannya dari dalam tas.
"Mama" gumam Tasya lirih. Ia segera mengangkat telpon dari mama Sarla.
"Iya Ma" jawab Tasya
"Sya, udah sore kenapa belum pulang?" Suara mama Sarla di seberang sana terdengar khawatir.
"Iya, ma. Maaf tadi Tasya lupa ngasih tahu kalau Tasya ada kegiatan sore di sekolah" ucap Tasya berbohong.
"Oh gitu. Trus pulang jam berapa? Biar mama jemput ya?" Tawar sang mama.
Sejenak Tasya melihat ke arah Dion yang memberinya kode bahwa Dion yang akan mengantar Tasya pulang.
"Gak usah, ma. Ini Tasya udah mau pulang bareng temen kok" jawab Tasya.
"Yaudah. Hati-hati di jalan. Mama tunggu di rumah" pesan mama Sarla.
"Iya, Ma" jawab Tasya sebelum mengakhiri panggilan dari sang mama.
"Pulang yuk, Di," ajak Tasya pada Dion.
Dion hanya mengangguk.
Ia sedikit merapikan rambut Tasya yang berantakan. Tasya hanya tersenyum sedikit malu.
Mereka berdua keluar dari ruangan tersebut. Suasana sekolah sudah sepi karena memang hari sudah beranjak sore.
"Kita ke lapangan bentar ya" pinta Dion.
Tasya hanya mengangguk.
Keduanya berjalan menyusuri koridor sekolah menuju arah lapangan basket.
Terlihat teman-teman Dion yang masih berlatih sambil bersenda gurau di tengah lapangan.
Melihat kedatangan Tasya dan Dion, mereka sejenak menghentikan aktivitas mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 200 Episodes
Comments
Mol Mol
moga aja cerita kedpannya mkin seru,,
2020-06-01
0