Tasya ternganga melihat makanan yang dipesan oleh Silvi.
Salsa sepertinya menangkap keheranan di wajah teman barunya itu.
"Gak usah kaget, Sya. Silvi memang rakus. Makan gak cukup satu porsi" ucap Salsa sambil cengengesan.
Vina dan Tasya pun terkekeh.
Berbeda dengan Silvi yang langsung berubah manyun.
"Plis deh, aku kan masih dalam masa pertumbuhan" Silvi membela diri.
Sontak ketiga temannya itu langsung tertawa terbahak-bahak.
Tasya melanjutkan menyantap siomay pesanannya.
Pun dengan ketiga temannya, mereka makan dengan lahap.
"Gaes, lihat deh!
Bagas makin ganteng aja" Vina kegirangan menunjuk meja yang berisi sekelompok siswa laki-laki yang sepertinya baru saja masuk ke kantin.
Silvi hanya memutar bola matanya.
Tasya melihat ke arah meja yang ditunjuk oleh Vina.
"Dan Julian masih jadi yang paling cupu diantara tim basket" sambung Silvi sedikit sinis.
"Julian ketua kelas kita?" Tanya Tasya.
Ia memang baru berkenalan dengan teman sekelasnya, jadi belum terlalu hafal nama-nama mereka.
"Yup, gue heran. Itu Dion pas milih Julian jadi anggota tim basketnya sambil merem apa ya" Silvi tertawa terbahak-bahak.
"Penampilan boleh cupu Sil, tapi lihat dong kemampuannya." Salsa memberi pembelaan. Silvi hanya mencibir.
Tasya hanya menyimak obrolan ketiga temannya.
Dia murid baru disini, jadi tentu saja masih asing dengan murid-murid lainnya.
"Sya, rumah loe dimana?" Tanya Vina selanjutnya
"Di perum Sejahtera" jawab Tasya
"Wah searah tu. Kita bertiga tinggal di perum Bintang, ntar pulang bareng kita aja gimana?" Vina memberi penawaran.
"Biasa pulang naik apa emang Sya?" Tanya Salsa menimpali.
"Tadi berangkat dianter Mama, nanti pulang kata mama suruh naik angkot aja. Mama belum pulang kerja soalnya" jelas Tasya
"Nah kebetulan. Udah bareng kita aja. Kan searah juga. Sekalian biar kita tahu rumah loe" saran Silvi.
Tasya hanya menggaruk kepalanya. Merasa tidak enak dan takut merepotkan teman barunya.
"Ngrepotin kalian gak?" Tanya Tasya ragu
"Yaelah, enggak lah Sya, kita kan teman" jawab Silvi santai.
Tasya pun hanya mengangguk mengiyakan.
'Semoga mereka memang teman yang baik' harap Tasya dalam hati.
*****
Namanya Dion.
Anak laki-laki yang keras kepala dan selalu menentang papanya.
Dion menjadi keras kepala karena merasa hidupnya selalu teraniaya.
Semua berawal sejak beberapa tahun yang lalu,
Kala itu, Rian dan Devi yang merupakan orang tua dari Dion hidup bahagia.
Apalagi sejak hadirnya Dion di tengah keluarga kecil mereka, makin lengkaplah kebahagiaan itu.
Namun semua kebahagiaan itu terusik beberapa tahun berikutnya.
Saat itu usia Dion sepuluh tahun.
Dion sudah cukup mengerti saat mama dan papanya terlibat pertengkaran hebat.
Ternyata dibalik kebahagiaan keluarga kecilnya, ada sesuatu yang disembunyikan oleh Rian.
Secara diam-diam, Rian memiliki istri simpanan.
Devi yang tahu hal itu langsung murka dan minta berpisah. Tapi Rian menolaknya dan bersikukuh mempertahankan rumah tangga mereka.
Satu tahun kemudian, mama Devi meninggal dalam sebuah kecelakaan.
Dion benar-benar terpukul atas kepergian sang mama.
Apalagi saat papanya membawa pulang wanita lain, Dion semakin membenci papanya.
Tapi Dion juga tidak bisa keluar dari rumah itu.
Dion masih butuh biaya hidup dan biaya untuk pendidikannya.
Meskipun mama Wina menyayangi Dion, namun Dion sudah terlanjur membencinya sejak awal.
Dion pulang kerumah itu hanya sebagai formalitas.
Dion jarang berbicara ataupun mengobrol dengan mama Wina maupun papanya.
Bahkan Dion tak pernah akur dengan saudara tirinya, Kevin.
Dion membenci Kevin sama seperti dia membenci mama Wina.
Dion membenci hidupnya.
*****
Dion melemparkan bola ditangannya ke sembarang arah.
Hatinya selalu dipenuhi kebencian. Dion tak tahu sampai kapan akan begini.
Samar-samar Dion mendengar tantenya yang sepertinya sedang mengobrol dengan tetangga sebelah.
Dion memang sering menghabiskan waktunya di rumah tante Desi yang merupakan adik kandung dari mama Devi.
Tante Desi sudah lama menikah tapi belum dikaruniai anak, makanya dia senang saat Dion berkunjung atau menginap di rumahnya.
Tante Desi sudah menganggap Dion seperti anaknya.
Pun sebaliknya, Dion selalu bisa melihat sosok sang mama dalam diri tante Desi.
"Jadi kamu sekolah di Tunas Bangsa juga, Sya?" Tante Desi menyapa Tasya yang baru pulang dari sekolah.
"Iya, Tante" Jawab Tasya.
Tante Desi adalah tetangga Tasya.
Sejak baru pindah kesini, tante Desi langsung mengantarkan kue sebagai tanda perkenalan. Dan Tasya serta mama Sarla langsung akrab sama Tante Desi.
"Mama kamu belum pulang ya, ayo makan dulu di rumah Tante" ajak tante Desi.
Kali ini Tasya sungguh merasa sungkan.
Ia akan menolaknya saja mungkin.
"Tasya makan dirumah aja tante" tolak Tasya halus.
"Eh kamu kenal Dion ya berarti. Dia satu sekolah sama kamu" tanya tante Desi lagi.
Pagar pembatas rumah keduanya memang tidak terlalu tinggi, jadi mereka bisa leluasa mengobrol dari halaman rumah masing masing.
"Hah? Dion yang mana, Tan?" Tanya Tasya bingung
Dia baru beberapa hari masuk sekolah. Jadi wajar kalau dia belum tahu banyak mengenai murid murid di sekolahnya.
Kebanyakan yang Tasya kenal hanya teman satu kelasnya.
"Bentar tante panggilin,
Dion!" Tante Desi nampak memanggil seseorang yang ada di salam rumahnya.
Tasya tidak tahu kalau ada orang lain di rumah tante Desi.
Seorang cowok berperawakan tinggi keluar dari dalam rumah tante Desi.
Kulitnya putih bersih, rambutnya hitam, badannya kekar dan berisi, mengenakan kaos warna putih yang tampak pas di badannya.
Tasya sungguh terpesona dengan penampilan cowok di depannya itu
"Ada apa sih, Tan?" Tanya cowok itu sedikit malas.
"Sini deh!
Kamu kenal sama Tasya gak?
Dia satu sekolah sama kamu" Tante Desi menarik cowok itu agar mendekat dan berkenalan dengan Tasya.
Cowok itu memandang Tasya sekilas lalu berkata dengan santai
"Dion gak kenal" ujarnya santai.
Dion sudah akan berbalik dan masuk kembali ke dalam rumah. Namun tante Desi mencegahnya.
"Iya makanya kenalan dulu." Ucap tante Desi bersemangat.
"Sya, kenalin ini Dion keponakan tante. Dia satu sekolah sama kamu" tante Desi menepuk tangan Dion sedikit keras memberi kode agar anak itu mengulurkan tangan pada Tasya sebagai tanda perkenalan.
Dion hanya menurut dan mengulurkan tangannya dengan sedikit malas ke arah Tasya.
"Dion" ucap Dion
"Tasya" balas Tasya sambil menyambut uluran tangan dari Dion.
Cukup lama keduanya berjabat tangan dan saling memandang.
Tasya yang terlebih dahulu melepaskan tangannya dari Dion.
Wajahnya menunduk karena menahan malu.
Dion hanya tersenyum tipis, sebelum akhirnya berlalu meninggalkan dua wanita itu.
"Beda kelas mungkin ya Sya, makanya gak kenal" ucap tante Desi selanjutnya.
Tasya hanya mengangguk.
"Ia tan, sepertinya begitu.
Mmm Tasya masuk dulu tant" Tasya akhirnya memutuskan untuk berpamitan.
Pipinya masih saja merona merah karena bertatapan dengan Dion barusan.
"Ya sudah kalau begitu. Tante juga mau masuk" akhirnya kedua wanita itupun masuk ke dalam rumah masing-masing.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 200 Episodes
Comments
Rose_Ni
masih santai ne alurny...lanjut baca
2021-11-26
1
Fatma Ningsih
semangat Thor
2021-10-16
0
Kustri
lanjut dl
2020-11-24
0