Dion mengendap-endap masuk ke dalam ruangan itu.
Ia tahu kalau Tasya sudah menunggunya di dalam sedari tadi.
Dion mengedarkan pandangannya mencari keberadaan Tasya.
Saat melihat ke arah bangku panjang di sisi ruangan, Dion melihat Tasya yang sedang asyik membaca novel.
Dengan berjalan secara perlahan, Dion menghampiri Tasya.
Saat sudah berdiri di samping Tasya, Dion menyodorkan sebuket bunga ke hadapan Tasya.
Sontak hal itu membuat Tasya kaget.
Namun keterkejutan Tasya langsung berubah menjadi sebuah senyuman saat Tasya tahu kalau yang datang adalah Dion.
"Maafin aku, Nat" ucap Dion bersungguh-sungguh.
Tasya hanya mengangguk sambil tersenyum.
Dion memberikan kode agar Tasya menerima bunga yang ia bawa.
Tasya pun segera mengambil bunga itu dari tangan Dion.
"Makasih, Di. Bunganya cantik" Tasya menghirup aroma segar dari bunga pemberian Dion.
"Kamu juga cantik, Nat" puji Dion tulus.
Dan pujian itu seketika membuat wajah Tasya menjadi merona merah.
"Bisakah kamu memanggilku Tasya saja. Aku sungguh tak terbiasa dengan panggilan itu" Tasya sedikit memohon.
Dion hanya terkekeh.
"Sayangnya aku tak bisa. Aku suka memanggilmu begitu" jawab Dion dengan pendapatnya sendiri.
Tasya langsung mencebik karena merasa keberatan dengan panggilan 'Nat' dari Dion. Menurutnya itu terdengar sangat aneh.
"Kamu akan terbiasa" Dion mengelus lembut puncak kepala Tasya.
Tasya mengangguk ragu.
"Jadi, kau ingin bicara apa?" Tanya Tasya selanjutnya. Ia ingat pesan yang dikirimkan Dion padanya pagi tadi.
Bukannya menjawab pertanyaan dari Tasya, Dion malah melangkah semakin dekat ke arah Tasya
Hal itu tentu saja membuat Tasya jadi salah tingkah.
Tasya sedikit mundur ke belakang, namun Dion terus mengikuti langkah Tasya, hingga akhirnya Tasya terpojok dan tidak ada tempat untuk melangkah lagi.
Mata keduanya saling memandang lekat.
Detak jantung Tasya terdengar sudah tak beraturan.
Tasya hanya berharap Dion tak mendengar jantungnya uang berdebar semakin kencang tersebut.
Dion mengulurkan tangannya dan mengelus lembut pipi Tasya.
"Nat, apa kamu pernah jatuh cinta?" Tanya Dion dengan suara lirih nyaris berbisik. Tasya memejamkan matanya untuk menikmati sentuhan lembut tangan Dion di pipinya.
"Entahlah, aku belum pernah merasakan perasaan aneh seperti ini sebelumnya" jawab Tasya berusaha jujur. Ia sendiri tak pernah tahu bagaimana rasanya jatuh cinta.
"Apa yang saat ini kamu rasakan?" Tanya Dion menyelidik. Tatapannya semakin tajam menatap ke dalam mata Tasya.
"Aku merasa nyaman saat berada di dekatmu, aku merasa bahagia saat melihat senyumanmu, aku..." Tasya mengendikkan bahunya.
Entahlah, Tasya bingung harus mengatakan apalagi.
Tatapan mata dari Dion benar benar membuat jantung Tasya berdebar debar tak karuan.
"Dion..." kedua tangan Tasya menahan dada Dion yang entah mengapa terasa semakin mendekat dan memojokkan dirinya.
Saat itulah Dion sadar atas apa yang dia lakukan, dan buru-buru mundur.
Apalagi melihat wajah Tasya yang mendadak menjadi pucat, Dion merasa bersalah lagi kini.
"Maaf, Nat. Apa aku menakutimu?" Dion memegang kedua tangan Tasya dan membimbingnya agar kembali duduk di bangku panjang yang ada di ruangan tersebut.
Tasya berusaha mengatur nafasnya yang memburu.
Entah kenapa saat dekat dengan Dion selain detak jantungnya menjadi lebih cepat, Tasya pun tidak bisa bernafas dengan benar.
"Aku berpikir kalau Kevin menyukaimu. Apa kamu juga menyukainya?" Pertanyaan mendadak dari Dion sungguh di luar dugaan Tasya.
Bukankah mereka tadi sedang membahas perasaan masing-masing?
Kenapa sekarang gantian membahas kak Kevin.
"Aku tidak ada perasaan apapun padanya. Tapi dia memang sering chat aku" Tasya mengeluarkan ponselnya dari tas dan menunjukkan semua chat Kevin pada Dion.
Dion membacanya sebentar, lalu mengembalikan lagi ponsel milik Tasya tersebut.
Ada sedikit rasa lega di hatinya.
"Apa kemarin kamu ketus padaku gara-gara hal ini?" Skakmat.
Tebakan dari Tasya seketika membuat Dion kehilangan kata-kata.
Dion menggaruk kepalanya yang tak gatal mencoba menyembunyikan rasa malunya.
"Apa salahnya? Aku hanya cemburu" Dion membela diri. Wajahnya yang putih bersih mendadak menjadi merona merah.
Tasya berusaha menahan tawanya.
Namun tidak bisa. Tasya tetap saja tertawa.
Ia tak menyangka Dion pencemburu ternyata. Padahal dia dan Dion belum ada status pacaran, tapi Dion udah cemburuan.
Dion membiarkan Tasya tertawa lepas, meskipun ia tahu, Tasya sedang menertawakan dirinya.
"Sudah tertawanya?" Tanya Dion saat Tasya sudah berhenti tertawa.
"Maaf Di, aku gak bermaksud..." gantian Tasya yang merasa bersalah kini karena sudah menertawakan Dion.
"Tidak masalah. Aku suka melihatmu tertawa lepas seperti tadi" ucap Dion tulus.
Sebuah senyuman sudah tersungging di bibirnya sekarang.
Senyuman yang menurut Tasya sungguh manis dan membuatnya terpesona.
"Boleh aku tanya sesuatu?" Tanya Tasya selanjutnya. Ia tak bermaksud mencampuri urusan pribadi Dion. Tapi ia sungguh penasaran dengan satu hal yang kini akan dia tanyakan.
"Iya. Tanya saja" jawab Dion santai.
Ia duduk di sebelah Tasya sekarang.
"Kenapa kamu tidak akur dengan kak Kevin? Bukankah kalian saudara?" tanya Tasya.
Ia berusaha menyusun kata sebaik mungkin dan mempergunakan nada bicara selembut mungkin.
Ia sungguh tak ingin menyinggung perasaan Dion ataupun bersikap menghakimi.
"Ceritanya panjang, aku tidak yakin kau ingin mendengarkannya sampai selesai" jawab Dion sedikit terkekeh.
Tasya hanya mengernyitkan dahi.
"Baiklah jika kamu ingin aku membahasnya. Kemarilah!" Dion melambaikan tangannya agar Tasya lebih mendekat padanya.
Meskipun sedikit ragu, namun Tasya menurut saja.
Begitu Tasya sudah mendekat, Dion segera merangkul dan menarik Tasya ke dalam pelukannya.
"Kami bukan saudara kandung, Nat" ucap Dion lirih. Suaranya sedikit bergetar seakan ada emosi yang tertahan di dalamnya.
Tasya yang kini bersandar di dada Dion bisa mendengarkan detak jantung Dion yang menurut Tasya sedikit cepat.
"Lalu apa masalahnya?" Tasya masih bertanya.
Ia tak pernah se kepo ini terhadap kehidupan orang lain sebelumnya.
Tapi entahlah, tentang hidup Dion, Tasya seperti ingin tahu banyak. Tasya selalu merasa Dion punya beban hidup yang berat yang mungkin perlu ia bagi dengan orang lain.
Dan Tasya ingin menjadi orang istimewa tersebut.
"Mama Wina dan Kevin yang sudah merusak semua kebahagiaan di keluarga kecil kami" ucap Dion sambil menerawang.
Terngiang kembali kejadian tujuh tahun silam saat semua hal itu mulai terkuak,
pertengkaran papa dan mamanya yang hampir setiap hari Dion dengar.
Kecelakaan yang pada akhirnya merenggut nyawa sang mama membuat dunia Dion semakin kelam.
Kebencian di hatinya semakin mendarah daging.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 200 Episodes
Comments
YaNaa Putra Umagap
cieeee, bisik² tetangga....🤣🤣🤣
2021-07-29
0
Nining Shuma
nat n di jadian gk ya???
2020-03-08
3