Di kamarnya Anin terus saja bolak-balik, sangkin bingungnya dia tidak menghiraukan panggilan telepon dari mamanya.
"Hmmm, iya-iya!! Cuma itu jalan satu-satunya. Aku harus melihat rekaman cctv malam itu terlebih dahulu, setelah itu baru akan aku pikirkan apa yang harus aku lakukan!!" gumamnya dalam hati.
Saat Anin bersiap siap hendak pergi, dia terkejut saat melihat 10 panggilan tidak terjawab dari mamanya. Anin kemudian menelepon mamanya.
"Assalamualaikum ada apa, Ma? Maaf Anin baru saja mandi," ujarnya berbohong kepada mamanya.
"Waalaikumsalam sayang, kamu dari mana aja? Cepatlah kemari ke Rumah Sakit YS. Papamu masuk rumah sakit lagi," ujar mamanya dengan suara yang berat. Tersirat kesedihan yang mendalam yang sulit untuk di ungkapkan.
"Baik, Ma, Anin segera kesana"
Lalu Anin mengakhiri panggilan teleponnya dan segera bergegas menuju rumah sakit yang di maksud oleh mamanya.
...................................................
Di kamar Rafa ...
(Bel berbunyi).
"Masukklah Mark"
Mark adalah orang kepercayaan Rafa, yang menjadi tangan kanan Rafa. Mark memiliki kepribadian yang lebih dingin dari Rafa dan terkenal sangat kejam apalagi kalau menyangkut soal keamanan sang Tuan.
"Ada apa Tuan, apa yang harus saya lakukan?" pria itu bertanya kepada Rafa.
"Ada yang harus kamu lakukan, dan saya ingin sore ini semuanya sudah bisa selesai secepatnya. Saya ingin rekaman cctv tadi malam, dan saya ingin kamu menemukan siapa gadis yang keluar dari kamar saya tadi malam. "Maksud Tuan??"
Rafa akhirnya menceritakan semuanya ...
"Saya tidak tahu kenapa gadis itu bisa masuk ke kamar saya dan bagaimana bisa dia masuk kesini. Sedangkan, dia tidak punya akses untuk masuk ke kamar ini??"
"Sepertinya saya dijebak, saya ingin semua informasi dan rekamanan cctv itu sore ini juga, saya tidak punya banyak waktu, karena sore ini saya harus kembali ke Singapura menemui Chaty," perintahnya kepada Mark.
"Baik Tuan, saya permisi." Mark kemudian pergi meninggalkan Rafa untuk menuntaskan perintah yang Tuannya itu berikan.
....................................
"Aduh Pak, lama sekali ya? Kenapa macet sekali sih? Pak Man, apa kita tidak bisa menggunakan jalur lain??" ujarnya kepada Pak Man, pria paruh baya yang sudah mengabdikan dirinya kepada keluarga Anin sejak Anin berusia 5 tahun.
"Maaf Non, kita tidak punya pilihan lain. Jam segini pasti semua jalanan macet, ditambah lagi ada demo di depan sana, Non. Mungkin lebih baik kita tetap berada di jalur ini."
Pak Man berusaha menenangkan Anin yang dari tadi terlihat gelisah.
"Baiklah pak!!" ujar Anin sambil menatap keluar dengan pandangan yang tidak bisa di artikan.
"Papa tidak boleh kenapa-kenapa. Anin sayang papa," gumamnya dalam hati sambil meneteskan airmata.
Anin tau, tidak banyak waktu yang bisa mereka habiskan bersama. Karena orangtua Anin selalu saja sibuk dengan kerjaan, dan itulah yang menyebabkan Anin selalu menghabiskan waktunya bersama teman-teman nya dengan clubbing dan mabuk-mabukan.
Setiap harinya Anin hanya tinggal berenam di istana miliknya dengan Bi Inah baby sitternya dari kecil dan yang selalu menjaganya tiap hari. Pak Man supir pribadi Anin dari Anin masih berusia 5 tahun. Mang Deni, tukang kebun dirumah Anin. Dan 2 orang security, Kang Beno dan Kang Joko. Hanya mereka berlimalah yang selalu dekat dengan Anin sejak Anin masih kecil.
Bi Inah sudah seperti mama bagi Anin. Karena dengan Bi Inah, Anin bisa menceritakan apa saja. Bahkan rahasia yang tidak pernah Anin ceritakan kepada mamanya, Anin bisa ceritakan kepada Bi Inah.
Sedangkan untuk urusan makanan, orangtua Anin mempercayakan urusan itu kepada koki kepercayaan dari hotelnya. Yang selalu datang pagi hari kemudian pulang pada malam hari.
*
Anin berlari menuju kamar tempat papanya di rawat sesampainya di rumah sakit. Anin melihat mamanya yang duduk di sebuah kursi tepat di depan kamar papanya di rawat dengan tatapan kosong.
" Maa ..."
Anin memeluk mamanya erat, tersirat kerinduan yang sangat mendalam dari Anin. Ya sudah sebulan lebih Anin tidak bertemu dengan mama papanya, dikarenakan mama papanya harus pergi ke Singapura untuk menyelesaikan urusan bisnis disana.
Anin menangis sesenggukan, melihat papanya yang terbaring sakit. Rindunya yang teramat dalam tidak bisa di ungkapkannya karena kondisi papanya yang belum juga sadarkan diri.
"Ma ... papa kenapa lagi?? Ini sudah kali kelima dalam dua bulan ini papa masuk rumah sakit. Papa sebenarnya kenapa, Ma??"
Anin terus saja bertanya kepada mamanya, karena dia merasa ada sesuatu yang mamanya sembunyikan darinya.
"Anin sayang, maafin mama dan papa yang tidak pernah ada waktu buat Anin. Maafin mama ya, sayang ..." ujarnya sambil memeluk Anin.
"Anin tidak apa-apa kok, Ma. Anin ngerti dengan semua kesibukan mama papa. Anin tau kok, mama sama papa melakukan ini semua untuk Anin. I'm okay, Mom. Don't worry ..." ujar Anin memeluk mamanya sambil menangis.
"Mama jangan nangis lagi, mama gak usah pikirkan Anin. Sekarang yang harus kita pikirkan adalah kesehatan papa, dan mama harus ceritakan semuanya sama Anin. Semua kebenaran yang mama sembunyikan selama ini," ujar Anin kepada mamanya.
Anin mengajak mamanya duduk, menggenggam erat tangan mamanya. Berusaha menguatkan kalau semuanya pasti baik-baik saja.
"Aninnn ... Mama bingung harus mulai darimana sayang. Udah terlalu banyak rahasia yang mama simpan dari kamu," ujarnya sambil menggenggam tangan Anin.
"Sebenarnya papamu sudah lama sakit sayang. Mama Papa bolak-balik ke Singapura dengan alasan pekerjaan, bukan itu alasan sebenarnya..." ujarnya berderai airmata, sambil menggenggam erat tangan putrinya.
"Papamu, terkena kanker hati stadium akhir sayang."
Seperti di sambar petir, Anin terdiam. Dia tidak percaya dengan apa yang barusan dikatakan oleh mamanya. Anin berharap semua itu adalah kebohongan.
"Jangan becanda, Ma!! Anin tau mama lagi berbohongkan biar Anin jadi anak yang baik," jawab Anin tidak percaya kalau papanya mengidap sakit yang mematikan.
"Anin janji akan jadi anak yang baik Mama. Anin juga janji mulai sekarang Anin akan belajar meneruskan bisnis papa. Anin akan melakukan semua yang papa mau, Ma. Tapi, tolong bilang sama Anin kalau mama sedang berbohong. Papa cuma sakit biasa aja kan, Ma??"
Tangisnya pecah memenuhi lorong yang tadinya sepi kini berubah mulai rame karena mereka penasaran dengan apa yang terjadi. Karena sebagian keluarga pasien yang tadinya sedang berada di ruangan masing- masing. Kini satu persatu keluar mencari sumber suara yang lumayan keras yang barusan mereka dengar.
Dipeluknya Anin dengan sangat erat. Dia berusaha menenangkan putrinya. Dia tau, pasti berat bagi Anin menerima kenyataan ini, karena dia tau semuanya serba mendadak.
"Maaa, terus bagaimana keadaan papa sekarang? Apa yang harus Anin lakukan supaya papa mau bangun dan berbicara dengan Anin.."
Kembali tangisnya pecah, dia teringat terakhir kalinya dia bertemu dengan papanya. Mereka hanya beradu mulut, dan sejak peristiwa itu, Anin dan papanya tidak pernah mengobrol sama sekali.
******
Sebulan yang lalu ...
"Anin, kemari!!! Papa mau berbicara denganmu!!"
"Apalagi sih, Pa. Anin sibuk!! Teman-teman Anin sudah menunggu Anin diluar, kalau papa mau ngomong tunggu nanti malam aja," bantahnya sambil berlalu meninggalkan papanya.
"Aninnnnnnnn!!!!" bentaknya kepada Anin karena tidak menghiraukan perintahnya.
"Berhenti!! Kalau kamu keluar dari rumah ini selangkah saja, jangan harap kamu bisa masuk lagi kerumah ini!!"
Tuan Atmaja membentak putrinya itu dengan sangat kuat.
"Oke!!! Kalau itu yang papa mau. Anin gak akan balik lagi kerumah ini sampai kapanpun. Anin juga udah terbiasa tinggal di luar rumah, Anin juga gak bakal mau balik lagi kerumah ini. Tiap hari yang Anin jumpai cuma Bi Inah, Pak Man dan yang lainnya. Sedangkan kalian ?? kalian gak pernah ada di rumah ini!! Kalian hanya sibuk dan sibuk dengan kerja kalian!!" ucap Anin sambil berteriak.
"Percuma juga Anin tinggal disini. Anin juga tidak mau tinggal di rumah sebesar ini, tapi seperti rumah hantu!! ucapnya lagi sambil menangis.
"Kalau kalian mau hapus Anin dari daftar keluarga kalian, Anin juga gak apa-apa!! Anin lebih baik tidak punya orangtua daripada punya orangtua hanya di atas kertas!!!" teriaknya kepada papanya.
Praaaaang!!
Tanpa sadar papanya melemparkan gelas yang ada di atas meja mengenai dinding tepat di sebelah Anin.
Anin kaget. "Jahaaat!! Kalian jahat!!" Kemudian Anin berlalu pergi meninggalkan papanya sambil menangis.
...............
(Bersambung)
Hi, Readers jangan lupa vote, kritik dan sarannya ya untuk referensi saya dalam melanjutkan novel saya ini.
Terimakasih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments