Episode 16

Rafa masih bingung dengan sikap Anin yang tidak pernah berubah, dingin dan selalu menatapnya dengan penuh kebencian.

"Kenapa dia selalu menatapku begitu? Apa bocah tadi adalah anaknya? Terus kapan dia menikah?" Rafa kebingungan, bertanya-tanya dalam hatinya tentang sikap Anin dan siapa bocah itu sebenarnya.

........................

Mia berjalan menuju lobi, tapi tak menemukan Anin dan Rafin disana.

"Huh, kemana ya mereka? Apa sudah pulang? Tapi Anin tidak bilang kalau mereka pulang?" ucap Mia lalu mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Anin.

"Kamu dimana, Nin? Aku cari-cari tadi kok tidak ada?" tanya mia penasaran kepada Anin.

"Maaf, Mi. Tadi aku pulang duluan. Ini lagi di jalan. Mia?? Kenapa kamu tidak bilang kalau Rafa ada di Indonesia?" Anin menjawab rasa penasaran Mia dengan sebuah pertanyaan juga.

"Kalian sudah bertemu?? Tadinya aku mau kasih tahu sama kamu, Nin. Maafkan aku tidak bilang langsung dari tadi. Bos aku keburu manggil aku dan aku jadi lupa. Rafa baru balik hari ini sama seperti kamu, Nin. Dan aku juga tidak tau kalau kamu bakal balik ke Indonesia hari ini juga. Maafkan aku, ya??" jelas Mia meminta maaf kepada sahabatnya itu.

"Tidak apa-apa, Mia. Kamu tidak salah kenapa harus minta maaf?? aku juga tidak bisa lari selamanya dari kenyataan yang harus aku hadapi. Tenang aja, aku baik-baik saja!!" jawab Anin berusaha membuat sahabatnya itu tenang.

"Baiklah, Nin. Nanti aku usahakan balik cepat, ya?? Kita harus banyak mengobrol malam ini. Kamu harus jelaskan ke aku tentang cowok yang sekarang lagi dekat sama kamu itu" canda Mia membuat Anin tersipu malu.

"Apasih?? Sudah ya? Aku tutup dulu. Byee!!" Anin tersenyum lalu mengakhiri panggilan teleponnya.

*******

Di dalam mobil nya sepanjang perjalanan, Rafa terus memikirkan Anin.

"Siapa anak itu? Kapan Anin menikah? Setelah cukup lama aku baru bertemu dengannya lagi, tapi dia sudah jadi milik orang," ucap Rafa dengan wajah sedih. Di keluarkan nya ponsel miliknya lalu dia mulai berselancar di akun media sosial milik Anin.

"Hmmm, tidak ada postingan apapun. Selama ini darimana saja dia?" gumam Rafa dalam hati.

Rafa Akhirnya menghubungi Mark untuk menuntaskan rasa penasarannya.

"Anin sudah balik ke Indonesia. Coba kamu cari tau sekarang dia tinggal dimana dan satu hal lagi, coba cari tau ada seorang anak yang tadi ada bersamanya. saya ingin tau dia anak siapa, kabari saya secepatnya!!" perintah Rafa tidak sabaran lalu mengakhiri panggilan teleponnya.

"Jangan pergi lagi, aku hanya ingin menjagamu ..." ucap Rafa dalam hati sambil memandang foto Anin.

*****

Sesampainya di rumah, Anin tersenyum melihat Rafin yang tertidur pulas.

"Duh, dasar anak mami. Di dalam mobil saja bisa tidur" ucap Anin begitu melihat Rafin tertidur di dalam mobil.

Di gendongnya Rafin kedalam rumah, di tidurkannya Rafin di dalam kamar. Lalu Anin pun pergi ke dapur menyiapkan makan siang untuk Rafin.

Setengah jam waktu berlalu, Anin pun selesai memasak makanan kesukaan Rafin, ada ayam goreng dan mie goreng.

"Akhirnya mami bisa masakin makanan kesukaanmu, Nak" ucap Anin tersenyum puas dengan hasil masakannya.

Anin merebahkan badannya di kasur. Dia mengingat kembali pertemuan nya dengan Rafa tadi. Banyak hal yang membuatnya berpikir, kenapa dia masih saja membenci pria itu. 5 tahun tidak bisa menghilangkan rasa benci itu, walaupun Anin tau sebagian besar kesalahan juga terletak pada Anin karena tidak memberitahu Rafa. Anin hanya tidak siap menerima kenyataan kalau Rafa akan menolaknya saat itu.

Anin tersadar dari lamunannya, di lihatnya ada panggilan masuk dari "Ibu".

"Iya, Bu?? Ibu sudah dimana? Pulang siang tidak? Kalau tidak pulang, biar Anin bawakan makan siang Ibu ke toko ya?" Ucap Anin bahagia saat menjawab panggilan dari seseorang bernama Ibu itu, yang tak lain adalah Bi Inah. Anin sudah menganggap Bi Inah sebagai ibunya sejak 5tahun yang lalu. Dan Anin sangat menyayangi wanita itu.

"Ibu tidak bisa pulang siang, sayang. Toko Ibu lagi rame-ramenya. Kamu tidak usah bawain makanan kesini. Ibu nanti membeli makan saja. Nanti sore Ibu pulang cepat. Ibu kangen sekali sama kamu, Nak. Kamu istirahat aja ya sekarang" jawab Bi inah kepada Anin dengan lembutnya.

"Baiklah kalau begitu, Bu!! Anin tunggu ya sama Rafin" ucap Anin lalu mematikan sambungan teleponnya.

"Coba kalau Ibu tidak ada, apa jadinya Anin tanpa kalian" ucap Anin sambil memandangi sebuah foto di dinding ruangan itu.

Anin melirik jam dinding di ruangan itu.

"Astaga udah jam 2 ternyata dan Rafin belum bangun juga. Aku harus segera membangunkannya, dia bisa telat makan siang" ucap Anin lalu buru-buru pergi ke kamarnya.

Anin membawa Rafin ke meja makan dan menyuapi nya. Jam sudah menunjukkan pukul 3 sore. Selesai makan siang, Rafin lanjut menonton film kartun kesayangannya. Anin merasakan lelah di sekujur tubuhnya. Akhirnya dia pun tertidur di sofa tepat di sebelah Rafin.

*

Selesai makan malam bersama, Anin, Bi Inah, Mia dan suaminya dan tak lupa Rafin, menghabiskan malam mereka dengan mengobrol dan saling bercanda.

"Apakah kali ini kamu akan tinggal disini terus, apa balik ke Paris lagi, Nin?" tanya Teguh penasaran dengan kepulangan Anin kali ini.

"Aku juga tidak tau, Mas. Anin juga bingung tinggal disini apa balik? Lagian, kalau Anin tinggal disana juga mau ngapain mas. Sepertinya, lebih enak kerja disini aja" ucap Anin dengan sedikit kebingungan. Anin bingung milih tinggal disini apa balik kesana.

"Anin juga mau lanjutin kuliah yang Anin mau, Mas. Anin udah tekadkan dalam diri Anin, kalau Anin harus jadi dokter" tambah Anin lagi dengan raut muka serius.

"Tadi Mia bilang, kamu sudah ketemu Rafa? Kamu baik-baik saja kan??" tanya Teguh penasaran lalu melihat perubahan di wajah Anin.

Anin menunduk, entah apa yang dia rasakan sekarang. Semuanya campur aduk. Ada hal yang seharusnya Anin ceritakan kepada Rafa. Tapi entah kenapa, pasti akan sulit untuk di ungkapkan.

"Aku baik-baik saja!! Aku hanya perlu waktu untuk bisa menerima ini semua mas," jawab Anin lalu memandang wajah Rafin.

Bi Inah yang bisa melihat kesedihan yang terpancar dari wajah Anin pun terdiam. Di dekati nya Anin, lalu Bi Inah menggenggam tangannya.

"Nak, mungkin sudah saatnya kita memberitahukan semuanya kepada Tuan Rafa. Apapun nanti hasilnya, Rafin dan kamu masih ada kami. Jangan takut, Nak. Bukan maksud Ibu untuk membuka luka lamamu. Tapi ini adalah untuk kebaikan ... " kalimat Bi Inah pun terpotong ketika dia melihat sebuah panggilan masuk dari "Tuan Rafa".

Anin yang melihat nya pun terdiam, entah kenapa tiap kali berhubungan dengan yang namanya Rafa, selalu muncul kebencian dari dalam hati Anin.

"Jangan di angkat, Bu!! Anin mohon" pinta Anin kepada Bi Inah dengan wajah memelas.

Bi inah terdiam, mengiyakan permintaan Anin. Kemudian melanjutkan kalimatnya.

"Kamu tau, Nak?? Selama kamu pergi, Tuan Rafa selalu berusaha mencari tau dimana keberadaan mu. Dia selalu menghubungi Ibu, karena dia pasti tau kalau ibu sedang berbohong. Begitu juga dengan Mia dan temanmu yang lain. Ibu tau, Rafa selalu mengikuti Ibu kemana pun Ibu pergi. Dia yakin kita semua pasti sedang menyembunyikan keberadaan mu ..." Bi Inah berusaha memberi penjelasan kepada Anin supaya Anin bisa berpikir lebih jernih mana yang terbaik buat dia.

"Ibu yakin, Rafa tidak seperti Rafa 5 tahun lalu. Walaupun dia tidak tau cerita yang sebenarnya, dari cara dia berusaha menemukanmu, Ibu yakin dia orang yang bertanggung jawab dan sepertinya dia menyukaimu." tambah Bi Inah lagi.

Mia yang daritadi hanya menyimakpun, akhirnya ikut bicara.

"Ibu benar, Nin, Rafa juga memperlakukan aku dan yang lain bukan seperti orang lain. Dia tau, sebelum kamu pergi, hanya aku dan Ibu yang selalu ada buat kamu,bkarena itu dia selalu bersikap baik sama aku dan Ibu. Aku juga tidak mengerti kenapa dia bersikap begitu. Aku cuma menerka saja, mungkin dia suka sama kamu, Nin ", jelas Mia kepada Anin.

"Dan ini mungkin jalan yang Tuhan tunjukkin kepada kamu, lewat ini kamu bisa berterus terang tentang kejadian 5 tahun lalu. Dan jelasin sama dia kalau Rafin itu adalah anaknya" tambah Mia lagi, kemudian mendekati Anin yang daritadi hanya tertunduk sedih. Di peluknya Anin, Mia tau, ini bukanlah masalah sepele walau kelihatannya begitu.

Anin menangis dalam pelukan Mia. Bi Inah pun ikut menangis. Anin yang selama ini kuat, tegar dan tidak pernah menangis lagi, akhirnya menangis merasa keberuntungan tidak pernah berpihak kepadanya. Bi Inah pun merasa tidak berdaya, tidak bisa berbuat apapun untuk membantu Anin.

"Bu, Mii, aku hanya belum siap kalau nantinya dia tidak akan menerima keberadaan Rafin dan aku. Aku takut kalau dia pikir aku hanya mengarang cerita, setelah sekian lama aku menghilang. Aku tidak mau, nantinya dia mikir kalau aku hanya mengincar harta dan uangnya dengan menjual cerita tentang Rafin. Tidakkah kalian ingat, apa yang dia lakukan 5 tahun lalu?? Menutup mulut kita dengan uang, dan tidak melakukan pertanggung jawaban apapun?" jelas Anin kembali mengingat kejadian 5 tahun lalu.

"Buk, sayang, kasih waktu buat Anin untuk mempersiapkan ini. Ini memang tidak semudah yang kita pikir. Kita akan mencari jalan keluar bersama-sama. Andaipun Tuan Rafa tidak menerima Rafin sebagai anaknya, kamu tau kan, Nin?? aku dan mia siap jadi orangtua buat Rafin." ucap Teguh lalu tersenyum kepada Anin.

•••••••••••

Hi Readers mohon kebaikan hati buat kelanjutan novel saya ini. Saya hanya pemula, memohon kritik lewat coment dan jangan lupa votenya.

Terimakasih. 😉😉

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!