“ Aning, maafkan aku, aku sudah lancang mencium kamu.. “ Intipalla menunduk, kelihatan sekali pemuda
itu seperti merasa bersalah.
Aku sendiri, sama sekali tak ada perasaan marah sedikitpun dalam hatiku untuknya, yang ada malah perasaan senang tak karuan, rasa malu, dan sejuta rasa lain yang entah apa namanya, yang pasti, bukan rasa marah. Aku menggelengkan kepalaku.
“ Kamu tak marah padaku ? aku senang sekali.... “ dia lalu menggenggam tanganku, dan aku hanya pasrah saja, lalu dia menuntunku masuk kedalam lorong.
“ Aku sedih, kita sepertinya tak akan bertemu lagi, Ning. “ Intipalla menatapku, dibawah cahaya obor-obor emas.
“ Sudahlah Inti, mungkin ini takdir kita berdua yang harus kita jalani, “ aku mencoba untuk berfilsafat, sekedar menenangkan Intipalla, dan mungkin juga menenangkan rasa resah dihatiku, sebab aku juga merasa sedih, karena berpikir tak akan bertemu dengan pemuda itu lagi.
“ Tapi, aku ingin bersama denganmu, berada dekat denganmu, tapi aku bingung, kita begitu berbeda... “ dia menunduk, ada rasa putus asa dalam suaranya.
“ Aku juga sedih, Inti. Tapi aku tak bisa kembali lagi ke Kota kalian, itu hanya akan membuatku kena hukuman, dan dipenjara lagi, “ kami berdua seperti sedang terperangkap dalam sebuah kurungan yang tak kelihatan.
“ Siapa bilang kamu tak bisa kembali ? sekarang kamu bisa kembali kapan saja kau inginkan, itupun kalau
kamu masih mau kembali lagi untuk mengunjungi kami disini ! “ ucapan Intipalla mengagetkan aku.
Kupikir, setelah insiden yang membuatku dijadikan tawanan oleh Sapa Inca, mereka sudah pasti tak mengijinkan aku untuk memasuki Kota yang Hilang lagi.
“ Memangnya, Sapa Inca mengijinkan aku kembali lagi ke Kota kalian ? “ tanyaku. Intipalla hanya menganggukkan kepalanya.
“ Kenapa aku diperbolehkan untuk kembali lagi kesini ? padahal, aku bisa saja menjadi ancaman bagi kalian, maksudku...jika ada orang lain yang mengikuti aku masuk kedalam lembah, dan mengetahui keberadaan kalian, bukankah itu sangat berbahaya ? “ aku heran dengan keputusan Sapa Inca yang tak lagi melarang aku masuk ke dalam Kota yang Hilang.
“ Siapapun yang keluar-masuk dari dan ke tempat ini, merupakan ancaman, bukan hanya kamu. Aku, Annamaya, para pengintai, dan siapapun yang masuk dan keluar adalah ancaman, sebab bisa saja mereka atau aku sendiri dilihat orang dunia luar, yang kemudian ikut masuk kedalam sini, karena itulah, yang akan melindungi kami adalah sikap hati-hati dari semua orang yang tahu jalan keluar-masuk Kota kami. Jadi, asal kamu berhati-hati, dan yakin tak ada yang mengikutimu, kamu boleh-boleh saja masuk lagi dan mengunjungi kami disini ! “ tutur Intipalla panjang lebar.
Tak terasa, kami sudah tiba diujung lorong, nampak Annamaya dengan santai menunggu kami, sambil duduk
diatas sebuah bangku yang terbuat dari batu di samping pintu masuk. Setelah Intipalla keluar untuk memastikan bahwa tidak ada orang diluar sana, aku dan Annamaya mengikutinya.
“ Kami hanya mengantarmu sampai disini saja, ya ? “ Intipalla memegang bahuku, aku mengangguk
mengiyakan. Saat aku berbalik untuk berjalan kearah perkemahan, Annamaya memegang lenganku,
“ Aning, kalau Arya sudah bisa mengingatku, maukah kau menyampaikan salamku untuk dia ? Bilang padanya, kalau takdir menentukan, aku ingin bertemu dengannya lagi ! “ bisik gadis itu. Aku mengangguk, lalu berjalan meninggalkan kedua sahabatku itu.
“ ANING !! darimana kamu ? ya Tuhan..... Mama kira kamu jatuh kedalam jurang, atau sudah dimangsa oleh binatang buas !! “ Mama langsung menghambur memelukku, begitu aku tiba di perkemahan. Semua orang sepertinya sangat shock dan juga lega melihatku kembali.
“ Aning, kamu itu sebenarnya pergi kemana ? Mama kamu sudah mau turun untuk meminta Polisi Peru
mencari kamu, tahu tidak ?! “ Papa setengah membentakku, tapi kutahu dia sebenarnya lega melihatku kembali dengan utuh. Semua orang mulai mengerumuniku, dan menanyakan aku berbagai macam pertanyaan.
“ Aku....sebenarnya aku tersesat dalam hutan, saat tengah berjalan-jalan. Aku mengikuti seekor burung
yang sangat indah, dan tanpa sadar aku sudah turun ke jurang, dan tak tahu lagi jalan untuk naik. Aku lalu menunggu hari kembali siang, untuk bisa mencari jalan naik dari jurang yang tadinya kulewati, akhirnya aku berhasil juga menemukan jalan naik, “ dustaku.
Kuharap kebohonganku itu bisa meyakinkan mereka. Kulihat Arya menatapku, lalu mengedipkan sebelah matanya.
“ Kamu kelihatan bersih untuk orang yang naik dari dalam jurang, Ning ! “ Om Erold buka suara, dia
menatapku dengan pandangan penuh kecurigaan.
“ Ada banyak pegangan, dan lagipula jalannya bebatuan, jadi tak membuatku terlalu kotor ! “ kuputuskan untuk menyudahi percakapan.
“ Ning, kamu kalau jalan-jalan, ajak Arya, ya ? Mama takut sekali saat kamu tak pulang tadi malam. Mama jadi tak bisa tidur semalaman ! “ rupanya Mama masih belum puas mengomeli aku juga.
Sebenarnya aku kasihan juga padanya, karena aku tahu betapa dia sangat mengkhawatirkan aku saat aku tak pulang tanpa dia tahu aku ada dimana.
“ Aning minta maaf ya, Ma ? Aning janji nanti kalau kemana-mana, Aning ajak Arya.. “ aku mencoba menenangkan hatinya. Akhirnya Mama menganggukkan kepalanya, lalu berlalu dari hadapanku.
“ Kak, gimana kabarnya Annamaya ? “ suara Arya mengagetkan aku.
Si otak udang itu akhirnya ingat juga.
“ Ssstt.... kamu bisa pelan-pelan ngomongnya, nggak sih ?! “ kadang aku berharap, adikku itu ada didekatku dalam keadaan tertentu, tapi ada juga hari dimana aku sangat tak suka jika dia berada dekat denganku, terutama hari disaat otak udangnya kambuh.
Kutarik tangannya, menjauh dari orang-orang banyak.
“ Kamu sekarang ingat lagi, Ya ? “ tanyaku. Arya mengangguk.
“ Kenapa kamu nggak bilang sama Mama dan Papa aku ada dimana, kalau kamu tahu aku sebenarnya ada
dimana ? “ anak itu kadang suka membuatku surpris.
“ Kalau aku bilang Kakak ada dimana, ketahuan dong lembah rahasianya, ‘Kak Aning gimana, sih ?! “ Arya setengah membentakku. Otaknya itu kadang isinya bagus juga.
“ Eh, Annamaya kabarnya bagaimana ? “ Arya menatapku ingin tahu. Kumat deh, penyakit playboy anak itu.
“ Bukannya nanya’in kabar kakaknya gimana, malah nanya kabar Annamaya.. “ godaku.
“ Aku tahu Kak Aning bakal baik-baik saja, tapi Annamaya, dia akan dijadikan kurban tak lama lagi... “ pandangan adikku itu menerawang jauh. Aku jadi kasihan padanya.
“ Nggak lagi, Ya. Ada perkembangan baru ! “ Arya terlonjak mendengar ucapanku, wajahnya berubah gembira.
“ Annamaya nggak jadi untuk di korbankan pada peneguhan Sapa Inca ?! Wah...aku senang sekali, kasihan banget kalau dia harus jadi korban, apa mereka tidak tahu, kalau membunuh orang itu dilarang ? “ ujarnya antusias, mau tak mau membuatku tersenyum juga.
“ Dia tak jadi untuk dikorbankan pada peneguhan Sapa Inca nanti, karena sekarang dia adalah calon istrinya Sapa Inca ! “ kata-kataku seketika membuat Arya terdiam. Mukanya berubah dari gembira, menjadi kurang gembira, kemudian sedih.
“ Kamu nggak usah sedih, Annamaya bilang padaku, dia suka sama kamu. Kamu pilih mana, dia jadi dikorbankan atau dia menjadi istri Intipalla ? “ dua kata terakhir itu entah mengapa membuat hatiku seperti ditusuk-tusuk oleh jarum mesin jahit.
“ Aku pilih nggak dua-duanya ! heran deh, anak masih kecil gitu sudah mau dikawinin, dasar memang suku aneh, tidak tahu sopan santun !! “ suara anak itu sudah mulai meninggi, pertanda dia marah, tapi juga membuatku khawatir percakapan kami didengar.
“ Marah sih marah, tapi suaramu dikecilin dikit volumenya, Ya ! “ bentakku tertahan. Dia seperti tersadar, lalu membekap mulutnya sendiri.
“ Sorry Kak, emosi gitu lho.... “ dasar Arya !
“ Sekarang, aku mau istirahat, kamu cari kesibukan sana ! “ potongku cepat-cepat melihat Arya seperti mau bertanya lagi. Aku sebenarnya ingin bicara sama Mama. Arya seperti bunga yang kurang air, langsung loyo.
Mama rupanya sedang istirahat dalam tendanya. Segera kubangunkan Mama yang tengah asyik tertidur
dalam sleeping bag-nya. Meskipun siang hari, udara memang diatas sini sangat dingin, apalagi jika badan tidak bergerak atau melakukan suatu aktifitas, udara dingin lebih terasa menusuk hingga ke tulang.
“ Ma, Aning mau ngomong sama Mama.. “ kugoyang-goyang badan Mama, sejenak dia menatapku, lalu berguling
kekiri, tidur lagi.
“ Ma.....ada kecoak !! “ seruku, dan sudah kuduga, dalam hitungan ketiga, Mama meloncat keluar dari dalam sleeping bag yang tak terkunci.
“ Mana kecoaknya !!...... “ teriak Mama. Dia memang paling takut sama kecoak. Aku tertawa geli
melihat muka Mama yang langsung pucat-pasi.
“ Aning !! kamu lagi kurang kerjaan, ya ? “ tanpa peringatan terlebih dahulu, Mama langsung menjewer kupingku. Sakit sekali rasanya.
“Ma....sakit....lepasin, dong ! Aning ,kan, cuma mau ngomong sama Mama... “ pintaku, telinga kananku mulai terasa berdenyut-denyut.
“ Kalau cuma mau ngomong, kenapa pakai acara teriak ada kecoak ? “ Mama masih marah.
“ Abisnya...Aning sudah bilang mau ngomong, tapi Mama tidur lagi, “ rungutku.
“ Ya sudah ! sekarang kamu mau ngomong apa kamu ? “ ku longokkan kepalaku keluar, untuk memastikan
bahwa tidak ada orang disekitar situ yang bisa mendengar percakapanku yang sangat berbahaya dengan Mama.
“ Kamu itu kenapa, sih ? seperti agen rahasia saja ! “
“ Aning cuma mau memastikan, bahwa tak ada orang yang bisa mencuri dengar percakapan kita ini, Ma. Sebab, ini adalah percakapan yang sangat berbahaya bila diketahui oleh orang-orang yang rakus dan tamak. “
“ Kamu ini sakit ya, Ning ? coba Mama cek dahimu, panas apa nggak... “ Mama jadi seperti Papa, menganggapku mulai gila. Tapi tak kuacuhkan dia. Aku lalu merogoh kantong celanaku, dan mengangsurkan benda berkilauan ke dalam tangan Mama.
“ Ini apa, Ning ? “ tanya Mama sambil mengamati benda itu.
“ Ini adalah sebuah bros bangsa Inca, yang biasa dipakai oleh Ratu mereka ! “ Mama menatapku terkejut.
“ Kamu menemukannya dimana, Ning ? Papa pasti senang melihat temuan kamu ini, kita bilang dia, yuk!! “
“ Ma....Aning ngomong sama Mama, karena Aning nggak mau Papa jadi tahu, gimana sih !? “
Mama jadi urung keluar dari dalam tenda. Dia kembali duduk diatas sleeping bag, lalu menatapku, kali dia seperti siap untuk mendengar semua yang akan aku katakan.
“ Aning mau cerita sesuatu sama Mama, tapi Mama jangan memotong cerita Aning sebelum selesai, danM janji untuk tidak mengatakan pada siapapun juga, ok ?! “ pintaku agar Mama berjanji.
“ Mama janji, sekarang kamu bisa cerita semua .. “ aku tahu Mama sungguh-sungguh dengan ucapannya itu.
Aku lalu mulai menceritakan pada Mama, mulai dari permulaan ketika aku sedang menggali di perkemahan. Lalu bertemu dengan Annamaya dan Intipalla, dan aku mengikuti mereka berdua menuju Kota yang Hilang, dan bertemu dengan Sapa Inca dan Ratu, masuk dan berkunjung kedalam Piramida dan juga Acclahuasi.
Tak lupa juga kuceritakan tentang betapa banyaknya emas yang mereka miliki dalam lembah rahasia, dan bagaimana mereka terus berupaya agar orang dari dunia luar tak ada yang bisa menemukan keberadaan mereka.
Mama sampai meleleh air liur-nya ketika kuceritakan tentang perabotan-perabotan makan serta barang-barang lain yang semuanya terbuat dari emas murni dan berhiaskan batu-batu permata mahal, dan bagaimana aku menolak sepeti penuh harta yang hendak diberikan Sapa Inca padaku sebagai hadiah. Mama bergumam kurang jelas, yang kedengarannya seperti ‘aku punya anak yang bodoh luar biasa’.
Semuanya kuceritakan, mulai dari Arya yang sangat menikmati perkedel daging tipis ulat bulu yang menjadi menu favorit mereka, yang membuat Mama mual, sampai cerita tentang Ibu Intipalla yang jahat, dan juga Annamaya serta Ibunya yang eksentrik, juga Sapa Inca yang memiliki banyak istri, tentang anak-anak dalam piramida yang mereka lindungi, dan tak lupa tentang perjalananku kembali ke Kota yang Hilang, yang menyebabkan aku dijadikan tawanan, sampai akhirnya aku diijinkan untuk keluar lagi, karena semua yang aku katakan itu adalah benar adanya.
Akhirnya, kututup ceritaku tentang aku yang diijinkan untuk kembali, tetapi harus kembali menghadap sang Ratu, karena dia mau memberikanku hadiah atas syal batik yang kuberikan padanya, sebelum akhirnya aku naik kembali kepermukaan bersama dengan Annamaya dan Intipalla, yang mengantarkan aku kembali ke dunia luar, untuk
kembali ke perkemahan.
“ Waw.... ceritamu ini, sungguh sangat luar biasa, Ning. Mama sampai berpikir, bahwa kamu itu sebaiknya jadi penulis novel petualangan, kalau kamu tidak membawa bros emas berbatu safir itu ! “ celetuk Mama berkomentar, setelah kuakhiri ceritaku.
(BERSAMBUNG)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Sandi Tamansa
❤❤❤❤
2021-03-31
1
Fitri Hasanu
waow.....luar biasa....👍👍👍
2021-03-20
1