Biar saja orang bilang aku bodoh dan idiot, menolak harta tak bernilai yang mereka berikan padaku, daripada keberadaan mereka dan Kota yang Hilang bisa diketahui oleh orang-orang seperti Om Erold dan kelompoknya. Hanya memikirkan akibatnya saja, aku jadi bergidik ngeri.
“ Sungguh hatimu sangat mulia, Aning. Kami tak akan memaksamu untuk menerima hadiah dari kami ini, kalau ada yang ingin kau ambil, kamu bebas untuk mengambilnya. Sekarang, terserah bagimu, kalau kau masih ingin tinggal disini, atau sudah mau kembali pada Ayah dan ibumu, kamu tinggal bilang pada Intipalla, dia yang akan mengurus
semuanya, “ Sapa Inca mengakhiri kata-katanya sambil bertepuk tangan dua kali lagi, dan pengawal yang menbawa peti harta itu masuk kembali lewat pintu yang sama.
Sapa Inca lalu berdiri dan menggamit tangan istrinya, lalu berjalan turun singgasana, diikuti oleh 4 orang dayang-dayang yang mengangkat bagian belakang jubah berat sang Ratu. Setelah mereka berdua keluar dari pintu tempat
aku masuk, para tetua mengikuti pemimpin mereka. Meninggalkan aku, dan Intipalla.
“ Bagaimana ? kamu tak menyangka, kan ? “ Intipalla menggodaku dengan gaya khasnya.
“ Sungguh, Inti...kalau aku punya penyakit jantung, aku sudah mati sejak tadi. Kupikir aku akan di hukum, tapi malah diberikan sepeti harta yang tak bernilai, untuk suatu kejutan, itu memang benar-benar adalah sebuah kejutan ! “ ujarku mengakui.
“ Mana Annamaya ? “ sedari aku tiba lagi di Kota yang Hilang, aku memang tak sekalipun bertemu dengan gadis cantik bermata gelap itu.
“ Oh... aku tadi bertemu dengannya, dia mengatakan padaku, bahwa seusai pertemuanmu dengan Ayahku, kita
harus pergi kerumahnya, “ aku belum pernah tahu, rumah Annamaya dimana. Dengan antusias kusambut undangan dari gadis itu.
“ Kita kesana sekarang, yuk ! Aku merasa tak nyaman berlama-lama ditempat ini, angker !! “ ajakku buru-buru. Memang, aku bukanlah seorang penakut hantu atau sejenisnya, tapi ruangan tahta yang besar ini, setelah kosong kelihatan angker sekali. Bulu kudukku jadi merinding.
Intipalla menuntunku keluar dari ruangan tahta itu. Sepanjang perjalanan keluar dari Piramida hingga Kuil, dia hanya diam membisu. Aku jadi heran dengan sikapnya. Biasanya dia banyak bicara, dan selalu bertanya tentang hal-hal di negaraku yang tidak dia ketahui.
“ Inti, kulihat kamu tak banyak bicara, ada apa ? “ tanyaku hati-hati. Aku tak pernah bisa menebak isi hati pemuda itu. Kadang dia kelihatan lembut, tapi dilain waktu kelihatan keras seperti batu.
“ Maafkan aku, Ning, bukan maksudku mengacuhkanmu, tapi aku sedang punya masalah pribadi, yang membuatku resah belakangan ini, “ Intipalla menjawab. Oh...jadi itu sebabnya dia kelihatan begitu pendiam.
“ Kalau aku boleh tahu, apa masalah yang membuatmu jadi bingung seperti ini ? “ tanyaku menyelidik. Entah mengapa, aku jadi ingin tahu tentang segala hal yang berhubungan dengan Intipalla. Sejak aku kembali dari Kota yang Hilang, aku terus menerus memikirkan dia.
Segala hal yang aku lakukan seringkali aku asosiasikan dengan pemuda itu. Saat aku diperkemahan dan sedang makan, aku bertanya-tanya, apa dia suka makanan seperti yang aku makan atau tidak ? atau ketika aku sedang tidur sendirian, aku suka melamun tentang dia, tentang apa yang akan dia katakan tentang Indonesia, jika suatu hari kelak dia berkunjung ke negaraku itu ? Pokoknya semua hal sepertinya berhubungan dengan Intipalla, ketika aku di perkemahan, meskipun kadang aku tak yakin, kalau sebenarnya Intipalla itu ada atau memang hanya dalam mimpiku, sebelum aku yakin tentang keberadaan Kota yang Hilang.
“ Aku...ah...sudahlah ! itu masalahku, Ning. Aku tak mau membebanimu... “ Intipalla kelihatannya enggan
untuk menceritakannya padaku, entah mengapa.
“ Tapi aku peduli.... “
Ups ! aku kelepasan bicara. Aku malu sekali, cara bicaraku seperti seorang gadis yang sedang bicara pada pacarnya, dan kalau ada Arya, aku pasti sudah disebutnya keganjenan. Kulihat Intipalla juga agak kaget, tapi dia kemudian tersenyum, dan mengacak poniku.
“ Aning....aku tahu..tapi semua ini agak sedikit rumit. Sebenarnya, aku dan Annamaya_ “ ucapan Intipalla terpotong oleh suara yang juga sudah kukenal, Annamaya.
“ Sudah berapa lama kalian berdiri di depan rumahku seperti patung di Acclahuasi ?! “ seru gadis itu sambil tersenyum, dia melambai padaku dan Intipalla.
“ Oh ! Ternyata kita sudah sampai.. “ Intipalla terlihat sedikit kecewa.
“ Ayo masuk, kamu akan kuperkenalkan dengan Ibuku, Aning ! “ Annamaya menyongsong kami di halaman
rumahnya. Rumah Annamaya sendiri sangat besar, dan kelihatan berbeda dengan rumah-rumah disitu. Sangat besar dan mewah. Mungkin karena Ibunya masih Kakak-Adik dengan Sapa Inca, jadi Annamaya adalah keluarga bangsawan juga. Aku sempat bertanya, mengapa Annamaya dan Ibunya tidak tinggal didalam Acclahuasi seperti para perempuan bangsawan umumnya disitu.
Sebenarnya, kata Intipalla, rumah itu masih berada didalam wilayah Acclahuasi, karena Ibu Annamaya yang sangat keras kepala memaksa untuk tidak tinggal berkumpul dengan perempuan-perempuan lainnya, dan ingin membangun rumah untuknya sendiri dan anak-anak perempuannya sedekat mungkin dengan perkampungan yang padat penduduknya, maka jadilah, rumah mereka didirikan dibatas Acclahuasi dan perkampungan rakyat jelata.
“ Bagaimana menurutmu ? “ tanya Annamaya, aku jadi bingung dan tak mengerti dengan ucapannya.
“ Bagaimana apanya, Anna ? “ balasku bertanya, bingung.
“ Rumahku, apa pendapatmu ? “ Oh... jadi itu....kupikir apa.
“ Wah...rumahmu ini, kalau dibandingkan dengan rumahku, seperti langit dan bumi, deh ! jauh..... “ jawabku sambil menunjuk keatas, membuat kedua sahabat baruku itu tertawa.
Memang sih, bila dibandingkan dengan rumahku, itu bagai gubuk dan istana. Teras rumah Annamaya saja, sudah sebesar rumah tambah pekarangan kami, bagaimana dengan ruangan-ruangan lainnya ? belum lagi ditambah dengan semua emas-emas yangmereka jadikan aksesoris dan dekorasi dirumah itu.
“ Maya !! kenapa temanmu itu tak kau ajak masuk kedalam rumah ? “ terdengar suara seorang perempuan.
Aku belum melihat wajahnya, tapi dari suaranya, entah mengapa aku langsung sangat menyukainya. Saat kupalingkan wajahku, tampak berdiri ditangga, seorang wanita berwajah halus dan sangat jelas mirip dengan Ayah Intipalla. Bisa kubilang, perempuan itu adalah versi femininnya Sapa Inca.
“ Oh iya...maafkan aku, ayo naik ! “ Annamaya menarik tanganku sambil berlari naik tangga, membuatku
mau tak mau harus mengikutinya berlari-lari kecil.
“ Aning, kenalkan, ini Ibuku... “ karena sudah kupelajari saat berkunjung ke Acclahuasi, bahwa tak ada gunanya bersalaman tangan, maka aku segera membungkuk hormat padanya, seperti yang kulakukan pada Sapa Inca dan Ratu.
“ Ahh...tak usah kamu bersikap seperti itu, aku bukan Sapa Inca, ayo masuk... “ dia menggamit pundakku, lalu menuntunku masuk kedalam rumahnya.
Sikapnya itu sangat membuatku terkejut, sangat berbeda dengan perempuan-perempuan bangsawan yang aku lihat di Acclahuasi. Bagaimana mengatakannya ? Ibu Annamaya orangnya cool.
Di Acclahuasi, perempuan-perempuan bangsawan yang kulihat disana sangat halus gerak-gerik mereka, dan juga terlihat sangat anggun. Aku jadi terheran-heran melihat perempuan bangsawan yang lain dari pada semuanya ini.
Ruang tamu Annamaya membuatku terkejut. Tak ada hiasan emas sedikitpun disana, yang ada hanyalah kursi kursi yang terbuat dari kayu, yang entah mengapa kelihatannya seperti datang dari dunia luar, begitu juga dengan gorden-gorden dan lemari-lemari serta meja-meja konsol. Mulanya aku berpikir, kalau aku akan menemukan sebuah rumah khas Kota yang Hilang, dimana didominasi oleh hiasan-hiasan terbuat dari emas,
ternyata aku salah.
Hal yang paling mengejutkan aku ternyata bukanlah semua itu, diatas sebuah meja sudut, ada pesawat telpon antik disana !! ANEH
“ Inti, kupikir barang-barang modern seperti ini tak ada disini, darimana datang semuanya ? “ bisikku pada Intipalla.
Rupanya Annamaya mendengar pertanyaanku. Gadis itu malah tertawa terbahak-bahak, juga Intipalla. Aku jadi tak mengerti.
“ Tahu tidak ? Ibuku berhasil mengikuti para pengintai yang turun setiap 6 bulan untuk melihat dunia luar, hingga ke kota, hanya karena penasaran dengan buku yang dibawa oleh salah seorang pengintai, yang memberikannya pada Ibuku sebagai tanda mata ! “ Annamaya masih tertawa dalam ceritanya.
“ Iya...malah aku juga berhasil membujuk para pengintai untuk membawakan aku semua ini, tapi yang satu aku tak tahu bagaimana cara memakainya ! “ tahu-tahu Ibu Annamaya sudah menyambung cerita anaknya tentang dirinya itu. Dia datang sambil membawa sebaki minuman.
“ Maksud Ibuku, benda yang diatas meja disudut, “ tunjuk Annamaya ke pesawat telpon, membuatku tak urung tersenyum geli. Dimana-mana, untuk bisa memakai telpon, ya, harus ada sambungan jaringan kabel telpon, mana ada jaringan di atas gunung seperti ini, dan dalam lembah rahasia lagi ! ada-ada saja...
“ Kamu tak punya pelayan, Anna ? “ tanyaku, merasa heran karena di Acclahuasi dan juga Istana Sapa Inca ada begitu banyak pelayan yang selalu melayani mereka.
“ Ada, tapi Ibuku memang orangnya seperti itu, “ Annamaya mengangkat bahunya acuh tak acuh.
“ Pernah, aku sampai harus mati-matian mengarang cerita pada Ayahku, saat ada pengawal Raja yang melihat aku mengantar Ibu Annamaya keluar lorong. Aku terpaksa bilang pada Ayahku, bahwa Annamaya akan punya adik, dan Ibunya ingin jalan-jalan di hutan yang ada di dunia luar !! “ timpal Intipalla, membuatku terbelalak. Ternyata Ibu Annamaya orangnya lain daripada yang lain.
“ Lalu apa yang dikatakan Sapa Inca sesudah itu ? “ aku makin penasaran.
“ Dia hanya bilang padaku, kalau aku mengalami perasaan ‘ingin’ karena bayi dalam perutku, dan mau keluar, harus membawa pengawal-pengawal lebih banyak, jangan hanya membawa Intipalla saja !! hahaha...!! “ Ibu Annamaya menjawab sambil tertawa terbahak-bahak, membuatku ikut tertawa, hingga airmataku keluar. Perempuan itu sangat lucu, dan rupanya dia sangat suka berpetualang.
Aku mengerti, tinggal terkurung dalam lembah seperti ini, tak pernah bertemu orang lain selain di Kota mereka yang tak terlalu besar, malah untukku itu lebih bisa dibilang satu kecamatan, bukannya satu Kota.
“ Aku sangat iri dengan kehidupan kalian, yang bisa pergi kemana saja kalian inginkan, tidak seperti kami yang hanya terkurung disini, sepanjang kehidupan kami. Makanya aku sangat tertarik, saat melihat buku ini, melihat gambar-gambar bagus didalamnya, aku jadi ingin melihat sendiri, bagaimana dunia luar itu, seperti apa orang-orangnya, pokoknya semuanya. Waktu aku berhasil mengikuti para pengintai, aku sangat terkejut dengan apa yang kulihat, ternyata dunia luar itu sangat indah, juga besar. Sedikit menyeramkan kalau baru melihatnya, tetapi sangat
menyenangkan.
Aku juga sangat kaget melihat gerobak-gerobak besar yang tak berkuda, larinya sungguh sangat cepat, aku ingin membawanya satu kesini, tapi kata para pengintai, gerobak itu harus dikemudikan, dan tak seorangpun dari kami yang tahu bagaimana caranya ! Tapi sudahlah !.. aku bisa mati dengan tenang sekarang, karena sudah pernah kesana, dan melihat gerobak tak berkuda itu. “
Pandangannya mata Ibu Annamaya menerawang jauh, tangannya memegangsumber dari rasa ingin tahunya yang besar itu, sebuah majalah LifeStyle. Rupanya itu yang membuat diamendekorasi rumahnya dengan cara yang berbeda dari orang di kampung mereka itu.
“ Gerobak itu seperti apa, Bu ? “ tanyaku penasaran.
“ Ini gerobaknya, Aning.. “ tunjuk perempuan itu dalam lembaran majalah Lifestyle-nya. Aku hampir tersedak, gerobak yang dia maksud itu ternyata adalah mobil.
“ Itu namanya mobil.. “ jelasku padanya. Ibu Annamaya mengangguk-anggukan kepalanya dengan gembira.
“
Mobil....mobil...sekarang aku tahu apa namanya. Terima kasih, Aning.. “
“ Aku juga mau kesana, satu hari nanti, ah ! “ celetuk Annamaya. Ibunya mendelik padanya, gadis itu
langsung mengkerut.
(BERSAMBUNG)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Sandi Tamansa
❤❤❤
2021-03-31
1