Apa yang mereka lakukan pada Arya, hingga dia tak bisa mengingat apapun tentang Kota yang Hilang, yang telah
kami temukan itu ? juga tentang Intipalla, Annamaya, Piramida emas, dan semuanya ? dan mengapa hanya aku yang bisa mengingat dengan jelas?.
Tetapi yang paling membuatku ketakutan adalah, bagaimana kalau Om Erold yang bertampang rakus itu menemukan lorong masuk ke kampung Inca yang sudah berabad-abad ini tak bisa ditemukan orang ? semua rumah yang atapnya terbuat dari lempengan emas murni, dan berbagai perlengkapan dari emas yang sudah pasti mampu membangkitkan ketamakan manusia, apalagi manusia-manusia seperti Om Erold dan gerombolannya itu.
Belum lagi jika mereka menemukan kuil utama, dan gunung emasnya suku Inca itu. Aku juga tak habis mengerti, mengapa tadi ketika aku kembali untuk melihat lorong masuk itu, pohon yang kini berdiri tegak itu tidak ada, juga batu tempat Annamaya meloncat juga tak ada.
“ Dibawah sini ada lempengan batu !! “ salah satu dari mereka kudengar berteriak.
Aku tak tahu itu siapa, msebab mereka semua membelakangiku. Kulihat laki-laki yang merupakan penunjuk
jalan dari kota Lima mulai mengikat dirinya dengan seutas tali. Sesaat kemudian, om Erold dan kawan-kawannya mulai menurunkan si penunjuk jalan berbadan pendek dan gempal itu perlahan-lahan, membuatku semakin panik. Tanpa berpikir panjang aku segera keluar dari persembunyianku.
“ Oh....Om Erold, lagi ngapain disini ? “ tanyaku, berpura-pura tak tahu dengan kegiatan mereka.
“ Aning....kamu sendiri ngapain kesini ? “ dia balas bertanya dengan pandangan menyelidik padaku. Secepat kilat kuputar otakku untuk mencari alasan agar mereka menjauh dari situ.
“ Aku tadi dari sini, jalan-jalan sambil melihat-lihat hutan. Ini juga aku baru dari arah selatan. “
“ Oh ya, untuk apa si penunjuk jalan itu diturunkan pakai tali kebawah ? “ sambungku cepat. Sejenak kulihat laki-laki itu gelagapan, tapi dia lalu menjawabku cepat,
“ Kami sedang mengeksplorasi tempat-tempat yang diperkirakan merupakan sebuah situs purbakala, Ning. “ Pintar juga dia menjawab.
“ Oo...kalau begitu, aku bilang sama Papa, ya ? biar kita sama-sama menggali disini, tapi kasihan pohon
itu nanti ditebang, itu kan jenis Arbortus Meranguis yang sangat langka, aku sendiri tadi tak sengaja menemukannya, dan aku mengamatinya. Ternyata itu memang pohon langka itu. Mungkin aku akan
mengambil foto pohon ini, lalu menunjukkan pada guruku di Indonesia sepulang nanti, soalnya kita baru saja mempelajari jenis-jenis pohon langka seperti ini ! “ tukasku panjang lebar, sambil harap-harap cemas, semoga saja mereka percaya dengan apa yang aku katakan, sebab tentang pohon itu, aku sendiri hanya mengarang-ngarang namanya.
Kulihat Om Erold menatap si Dave dengan penuh tanda tanya. Tapi kemudian dia berbalik kearahku,
“ Tak usah bilang sama Papa mu, Ning, nanti Om jadi malu, kalau ternyata disini nggak ada apa-apa, dan memang rupanya memang tak ada apa-apa, “ dia menunjuk kearah si penunjuk jalan yang rupanya sudah diangkat naik, yang menggelengkan kepalanya pada om Erold.
“ Kita balik, Rold ? “ si bule bertanya pada om Erold, yang langsung menganggukkan kepalanya mengiyakan.
“ Bagaimana denganmu, Ning ? “ tanya om Erold lagi dengan pandangan menyelidik. Kuputuskan untuk mengacaukan pikiran mereka.
“ Aku masih mau disini, untuk melihat-lihat keadaan sekitar sini, “ tukasku.
“ Ya sudah, kalau begitu Om pergi dulu, ya ? “ aku menganggukkan kepalaku.
Mereka lalu pergi kearah jalan menuju perkemahan, tapi aku bukannya bodoh, aku tahu pasti salah satu dari mereka akan disuruh oleh Om Erold untuk mengikuti aku. Makanya aku sengaja berlama-lama ditepi jurang.
Sebenarnya aku cemas, seseorang dari kampung Intipalla dan Annamaya bisa saja keluar lewat jalan rahasia itu, atau bahkan mereka berdua yang keluar. Yang aku cemaskan adalah, bagaimana jika suruhan Om Erold yang membuntutiku, melihat mereka ?
Aku lalu mengeluarkan kamera digital yang sekarang hampir tak pernah absen kubawa, sekalian dengan baterai
cadangannya, dan mulai memotret pohon itu. Kubuat sedemikian rupa, hingga kelihatan bahwa aku memang tengah mengamati pohon itu, dan memang yang kulakukan adalah ‘hanya ‘ mengamati pohon itu.
Satu jam sudah berlalu ketika akhirnya aku memutuskan untuk beranjak dari situ, dan berkeliling ketempat yang lain. Hutan Peru sangat berbeda dengan hutan Indonesia. Sangat indah, memiliki jenis-jenis flora dan fauna yang sangat berbeda dengan yang ada di Indonesia.
Dalam hati aku merasa cemas, saat memikirkan tentang Annamaya dan Intipalla, atau orang-orang dari kampung mereka yang bisa saja hendak kembali melewati pintu rahasia itu, dan masih ada anak buah Om Erold yang berdiri disana.
Aku tahu, siapapun yang ditugaskan oleh Om Erold untuk mengikuti aku, pasti masih berada disekelilingku. Aku memutuskan untuk segera kembali ke perkemahan, agar dia membuntuti aku, dan saat siapapun dia yang keluar lewat jalan rahasia itu hendak kembali, tak ada satupun orang Om Erold yang berada disana.
“ Aning !! darimana saja kamu ? kamu itu bikin Mama cemas, tau !! “ tanpa bertanya panjang lebar, Mama langsung menjewer kupingku. Aku menjerit kesakitan,
“ Aww...udahan jewernya, Ma..Aning cuma berjalan-jalan dekat sini, “ begitu tangan Mama terlepas dari telinga, aku segera menjauh, karena saat Mama sedang marah, itu adalah hal yang paling bijksana untuk dilakukan. Mama kelihatan cemas, aku jadi merasa bersalah.
“ Kamu tadi kan pingsan, kok sudah jalan-jalan lagi ? bagaimana kalau kamu jatuh ke jurang, dan tidak ada yang melihatmu ? “ nada suara Mama meninggi lagi, cepat-cepat kutenangkan dia, sebelum penyakit darah tingginya kumat, dan aku diomeli sepanjang sisa perjalanan liburan ini,
“ Aning sudah merasa sangat sehat, kok, Ma. Sumpah. Aning janji, nggak akan jalan-jalan tanpa bilang sama Mama lagi, swear “ ujarku sambil mengangkat jari tengah dan telunjukku.
Aku menatap Om Erold, kelihatannya dia tidak memberitahu mereka kalau tadi mereka sempat bertemu denganku. Dasar kriminal ! aku jadi tambah sebal padanya.
Satu hal yang harus aku pikirkan lagi, adalah bagaimana caranya agar aku bisa bertemu lagi denga kedua teman baruku itu, dan memperingatkan mereka akan bahaya yang bisa saja mengancam perkampungan mereka itu.
Dua hari kemudian, suasana nampak normal-normal saja. Arya seperti tak pernah tahu akan keberadaan Intipalla dan Annamaya, sedangkan aktivitas penggalian berjalan seperti biasanya. Mama belum mengijinkan aku untuk berjalan jauh-jauh dari perkemahan, dan aku sendiri tak ingin membuatnya ketakutan. Tetapi aku tetap mengawasi Om Erold dan gerombolannya. Kelihatannya, mereka seperti sudah melupakan kejadian beberapa hari yang lalu, sampai saat tengah bersiap untuk tidur, Arya bertanya padaku,
“ Kak, Kota yang Hilang itu apa, sih ? “ aku terlonjak, Arya sudah ingat dengan semuanya.
“ Kamu ingat lagi, ya ? “ tanyaku antusias, tapi semangat yang menggebu-gebu itu langsung surut melihat dia menggelengkan kepalanya.
“ Ingat apa ? Kak Aning ini kelebihan imajinasi, deh. Tadi aku sempat mendengar perkataan Om Erold sama salah seorang temannya, bahwa kemungkinan besar, Kota yang Hilang itu akan mereka temukan tak lama lagi, sebab, salah seorang dari mereka pernah melihat ada seseorang berpakaian aneh, yang muncul begitu saja ditepi jurang, lalu menghilang entah kemana, “ jelas adikku panjang lebar. Rupanya dia masih belum ingat juga. Tapi apa yang dia katakan itu membuat kepanikanku naik ke level 10!
“ Apa lagi yang kamu dengar ? “ tanyaku menyelidik. Aku harus mencari tahu semua informasi tentang apa yang mereka ketahui tentang Kota yang Hilang itu.
“ Katanya juga, besok mereka akan mengadakan penyelidikan lebih teliti lagi disekitar jurang itu, tapi aku tak tahu tepatnya dimana.“
Arya bisa saja tak ingat, tapi aku tahu benar tempatnya. Masalahnya adalah, bagaimana caraku untuk bisa memperingatkan Intipalla dan Annamaya ? Tiba-tiba saja sebuah ide cemerlang muncul di otakku. Aku benar-benar jenius, pujiku pada diri sendiri.
“ Mungkin Papa benar, Kak Aning mulai gila kena Sick Altittude, sering senyum sendiri, “ tukas adikku, yang langsung mengkerut karena kuku panjangku sudah tertanam dilengan tangannya.
“ Ampun kak Aning....!!
“
Aku menunggu Mama masuk ketenda untuk tidur siang, kuambil ransel yang berisi segala perlengkapan yang biasa
kubawa, lalu mulai mengendap-endap menuju kejalan setapak. Orang-orang sedang sibuk ditempat penggalian, jadi tak ada yang bisa melihatku pergi.
Secepat yang aku bisa, aku kembali ke tepi jurang itu. Pohon besar itu ada disana, aku gembira sekali, tetapi sekaligus merasa ketakutan. Setelah menguatkan hatiku dan berusaha untuk konsentrasi pada lempengan batu dibawah tanpa memperdulikan jurang dibawah itu, segera aku meloncat atasnya.
Kepanikan langsung melanda, akar pohon itu ada terlalu banyak, dan hampir semua serupa, aku tak tahu mana yang dulu ditarik oleh Intipalla untuk membuka pintu masuk itu. Mungkin lebih baik kutarik-tarik saja satu persatu, batinku. Sampai pegal tanganku menarik satu persatu akar yang sangat banyak jumlahnya itu, tak ada satupun yang berhasil membuka pintu masuk itu.
Kepanikan bercampur rasa putus asa mulai melanda diriku. Takut karena bagaimana jika orang yang keluar dari lorong itu kembali dan mendapati aku tengah berkutat dengan akar-akar pohon itu ?. Dan saat aku hampir memutuskan untuk menyerah, tiba-tiba saja salah satu akar yang kutarik terjulur mengikuti arah tarikan tanganku, dan bunyi bergemuruh yang sudah tak asing lagi ditelingaku terdengar.
(BERSAMBUNG)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Sandi Tamansa
👍🏻
2021-01-20
2