PEMBERIAN SANG RATU

“ Oh ya, aku datanguntuk mengabarkan sesuatu padamu, seusai makan pagi, ada pelayan yang akan membawakan bajumu, karena kamu harus bersiap-siap untuk menghadap Sapa Inca di ruang tahta. Dia ingin

bertemu denganmu ! “ lanjutnya lagi, mengejutkan aku.

“ Kenapa Sapa Inca ingin bertemu denganku, Inti ?“ tanyaku cemas, sepotong kentang bakar urung kusuapkan kedalam mulutku.

Bahkan, rasa lapar yang begitu menderaku sejak tadi malam entah mengapa tiba-tiba hilang begitu saja. Intipalla tersenyum melihat sikap cemasku. Kupikir, dia tersenyum hanya untuk menenangkan aku.

“ Mungkin Sapa Inca akan membebaskan kamu hari ini, Ning. “ Jawabannya membuat aku kaget sekaligus gembira bukan kepalang.

“ Benar, Inti ?!... “ seruku senang.

“ Tapi...bagaimana kamu tahu tentang hal itu ? apa Sapa Inca yang memberitahukan tentang rencananya itu padamu ? “ tak urung jawaban Intipalla itu membuatku penasaran. Herannya, dia hanya tersenyum sambil

menggelengkan kepalanya, yang membuat semangatku hilang lagi.

“ Kalau begitu, bagaimana kamu yakin kalau aku akan bebas hari ini ? “ tanyaku, tak seantusias tadi.

“ Kamu jangan cemberut seperti itu, dong, aku tahu karena aku mengenal Ayahku. Hari ini dia kelihatan senang, dan kalau dia seperti itu, artinya itu adalah pertanda yang sangat baik... “ sebuah penjelasan yang bagiku sangat tidak meyakinkan.

Bagaimana kalau Sapa Inca gembira hanya karena salah satu dari istri-istrinya yang membuat dia senang ? Tapi aku tak mau bertanya lagi pada Intipalla.

“ Kenapa berhenti makan, Ning ? “ ternyata dia memperhatikan perubahan sikapku.

“ Ah...tidak kenapa-kenapa, kok. “ jawabku pendek, lalu memutuskan untuk menghabiskan sarapan pagiku. Aku harus memulihkan tenagaku, karena bila mereka akan terus menahanku disini, maka aku harus mencari cara agar bisa keluar dari tempat ini. Itu artinya, aku harus memiliki energi yang cukup agar bisa berpikir jernih.

Intipalla hanya memandangiku, entah apa yang sedang pemuda itu pikirkan. Tapi yang pasti, aku senang dia ada

disini untuk menemani aku. Sebelum aku selesai dengan sarapan pagiku, salah satu pelayan perempuan datang ke kamar. Dia membawa sebuah nampan emas yang diatasnya terlipat rapi baju khas bangsa Inca.

Setelah piring-piring sarapan pagiku kosong semua, aku segera menuju ke kamar mandi untuk membersihkan badanku, sedangkan Intipalla pergi untuk menungguku diluar kamar, meninggalkan aku hanya berdua dengan si pelayan perempuan itu.

Sama seperti dengan kamar-kamar mandi yang berada di tempat lain yang pernah kulihat sepanjang kunjunganku disini, kamar mandi yang berada dalam kamar tahananku ini juga sangat besar, dengan bak mandi yang terbuat dari emas, berisi air dengan taburan bunga-bunga yang berbau harum.

Aku tak punya waktu untuk menikmati kemewahan itu, maka secepat yang aku bisa, segera kubersihkan tubuhku, lalu mengambil kain yang tersampir di samping bak mandi, dan melilitkannya ke tubuhku.

Si pelayan yang tengah menungguku langsung beraksi begitu aku keluar dari dalam kamar mandi.

Kubiarkan dia melakukan tugasnya. Pertama-tama, dengan bahasa isyarat dia menyuruhku untuk memakai baju terusan berwarna putih bersih diatas baju dalamku, sepanjang lutut. Kemudian, dengan cekatan dia melilitkan

kain panjang berwarna putih gading mengkilat ke tubuhku, lalu membuat simpul-simpul rumit, setelah itu dia mengikatkan sebuah ikat pinggang selebar telapak tanganku, yang berwarna coklat tua, dengan gesper berbentuk mawar emas di bagian depannya. Sentuhan terakhir yang dia berikan pada baju anehku itu adalah 2 bros mawar emas, yang dia jepitkan di masing-masing sisi dada kiri dan kananku.

Setelah itu, dia  menyuruhku untuk berputar, dan perempuan itu lalu mengoceh dengan bahasa Inca yang tak kupahami.

Berikutnya, dia mengambil sebuah kotak, yang kelihatannya seperti sebuah kotak perhiasan, lalu mulai mencari-cari sesuatu didalamnya. Ternyata perempuan itu mengambil sebuah anting-anting emas panjang, dengan bulatan berbentuk matahari seperti jam yang kulihat pada kunjungan pertamaku disini dengan Arya. Setelah memakaikan

anting-anting itu padaku, dia lalu menggelung rambut panjangku keatas, seperti tatanan rambut wanita-wanita Yunani jaman dulu, dan menaruh jepitan rambut model matahari daun di bagian depan rambutku, yang telah diolesi dengan minyak berbau harum.

Aku sendiri cukup terkejut dengan perubahan yanga terjadi pada diriku setelah didandani seperti ini. Kelihatannya aku seperti akan membawakan sebuah peran dalam salah satu pentas teaterikal. Tak sadar aku

terkekeh geli melihat penampilanku, tapi kalau dipikir-pikir, aku cantik juga dengan gaya berpakaian seperti ini.

Setelah merasa cukup dengan penampilanku, pelayan itu memberi isyarat bahwa dia akan keluar. Intipalla kemudian masuk kedalam kamar, dan kelihatan benar dia sangat terkejut melihat penampilanku itu.

“ Kamu sangat cantik, Aning... “ ucapnya tulus. Aku jadi malu dengan kata-katanya.

“ Kamu jangan bercanda, dong... “ sanggahku, kedua pipiku terasa panas.

“ Aku tak bercanda, Aning, kamu memang sangat cantik, dan aku tak pernah melihat seorangpun perempuan dalam suku kami yang terlihat cantik sekali seperti kamu saat memakai pakaian tradisional kami itu, “ matanya tak henti-hentinya memandangiku, membuatku merasa jengah.

“ Kita akan pergi sekarang, Inti ? “ tanyaku, tetapi sebenarnya aku mencoba untuk mengalihkan percakapan yang membuat pipiku serasa terbakar. Intipalla menganggukkan kepalanya mengiyakan. Dia lalu menggamit tanganku, dan menarikku keluar dari kamar tahanan yang mewah itu.

Sebelumnya kupikir, kalau kami hanya berdua saja, tetapi begitu keluar dari rumah tahanan, nampak lengkap sepasukan bersenjata, para pengawal kerajaan yang tengah menunggu aku dan Intipalla di halaman rumah.

“ Untuk apa mereka disini, Inti ? “ aku heran melihat ada banyak pengawal yang berjaga diluar.

“ Untuk menjaga agar kamu tidak melarikan diri seperti yang pernah terjadi sebelumnya, “ jawab

Intipalla, sambil melempar senyum manisnya padaku.

Aku hanya tersenyum miris, kelihatannya kok, aku seperti seorang tahanan *******, yang harus dijaga dengan ketat.

Perjalanan menuju kedalam Piramida cukup menghebohkan. Para penduduk suku Inca banyak yang keluar dari rumah mereka hanya untuk melihatku. Rupanya cerita tentang aku yang nekat balik lagi kedalam Kota yang Hilang sudah tersebar keseluruh penjuru kota. Karena, sepertinya, kali ini ada terlalu banyak orang yang terkumpul di tepi

jalan, disepanjang jalan protokol menuju ke Kuil, yang membuatku ingat saat kami disuruh oleh Pak Kepala Sekolah untuk berdiri di tepi jalan saat seorang Presiden yang aku lupa dari negara mana datang berkunjung ke Indonesia.

Beberapa dari penduduk itu ada yang berteriak-teriak sambil menunjuk kearahku. Aku tak mengerti dengan apa yang dia katakan, tapi dari raut wajahnya, aku tahu kalau dia itu marah padaku. Perjalanan menuju Piramida rasanya lama dan sangat panjang, aku ingin cepat-cepat berlalu dari tempat itu. Akhirnya, dengan pengawalan ketat, aku sampai di dalam Piramida. Setelah melalui beberapa protokol basa-basi yang tak aku mengerti, seorang pengawal kerajaan yang memakai baju berbeda dari semua pengawal yang lain ( kupikir, dia itu pasti adalah komandan dari semua pengawal-pengawal yang banyak itu ), bicara padaku. Dia bisa bahasa Spanyol juga.

“ Anda dipersilahkan untuk masuk... “ tunjuk sang pengawal kearah pintu tahta.

Aku yang sudah pernah masuk kesitu sebelumnya, kali ini entah mengapa tiba-tiba saja aku merasa sangat gugup bukan kepalang. Perasaan nyaman yang kurasa saat bersama dengan Raja dan Ratu saat bertemu mereka sebelumnya menguap entah kemana.

Kukuatkan hatiku, dan aku lalu melangkah menuju pintu yang tertutup. Begitu aku sampai didepannya, pintu itu langsung terbuka perlahan, dan tampak diujung sana, Raja dan Ratu yang sedang duduk di singgasana emas mereka, dan disekeliling mereka berdua, ada banyak tetua-tetua dan pembesar kerajaan yang jumlahnya kira-kira bisa mencapai seratusan.

Perlahan namun pasti aku melangkah menuju ke arah singgasana, dan nampak olehku, Intipalla sudah ada disana, tengah duduk disamping kiri Ayahnya, disebuah kursi besar dengan ukiran seekor ular yang melilit dibagian atas sandaran hingga keempat kaki kursi itu. Sangat indah.

Aku lalu menghormat, seperti yang sudah kulakukan sebelumnya, dan setelah itu diam, menunggu Sapa Inca berbicara.

“ Selamat pagi, Aning... “ Sapa Inca mengucapkan salam, aku lalu membalas dengan menganggukkan kepalaku dengan sopan padanya, tanpa berkata apa-apa.

“ Setelah petugas-petugas kami menyelidiki tentang yang kau katakan, kami memutuskan untuk membebaskanmu, sebab kau mengatakan kebenaran. Karena itu juga, kami mau menganugerahimu dengan hadiah sebagai tanda terima kasih kami, “

Sapa Inca bertepuk tangan dua kali keras-keras, dan dari pintu di bawah Singgasana sebelah kiri, dua orang pengawal datang menggotong sebuah peti emas terbuka, yang berisi berbagai macam perhiasan dan peralatan yang terbuat dari emas dan permata.

Aku jadi kaget bukan kepalang, lalu rasa senang mulai merayapi hatiku, juga serakah, melihat banyaknya hadiah yang mereka akan berikan padaku. Aku sampai tak mampu untuk  berkata apa-apa.

Dalam benakku, aku mulai membayangkan jika aku pulang nanti ke perkemahan, dengan membawa sepeti penuh

harta yang harganya tak ternilai, dan mereka bertanya padaku darimana aku menemukannya.... Sampai disitu, semua jadi tak indah lagi. Sudah pasti aku akan sibuk untuk mengarang cerita, agar mereka terutama Om Erold yang berwajah tamak seperti Paman Gober itu tak curiga dan kemudian mulai mencari-cari lebih teliti lagi.

“ Aning, kenapa kamu hanya diam saja ? apa hadiah dari kami ini masih kurang ? “ suara Ibu Intipalla mengagetkan aku dari lamunanku.

“ Oh... maafkan saya Yang Mulia, tidak....semua ini malah sangat berlebihan untuk saya... “ jawabku cepat-cepat, takut dia akan tersinggung.

“ Lalu kenapa kamu kelihatan tidak senang ? “ Ratu menatapku. Aku jadi salah tingkah.

“ Bukannya saya tidak mau menerima pemberian dari Yang Mulia, tapi semua itu terlalu banyak dan besar, saya takut, saat saya kembali ke perkemahan nanti, semua orang akan bertanya-tanya dari mana saya mendapatkan semua itu, terutama orang-orang serakah dalam rombongan arkeolog Ayahku, lalu mulai menyelidiki dengan teliti tentang keberadaan kalian semua, tentang keberadaan Kota yang Hilang yang selama ini tengah mereka cari-cari ! “ kujelaskan panjang lebar semuanya.

(BERSAMBUNG)

Waduh.... bagaimana seandainya semua emas itu diberikan pada Author ya? pasti diterima doonggg....bisa kaya raya mendadak, hehehehe..

Terima kasih untuk pembaca setia yang masih terus mengikuti petualangan Aning dan Arya di Kota Yang Hilang. Jangan lupa untuk memberi komentar, kritikan, juga ide ya..

Terpopuler

Comments

Sandi Tamansa

Sandi Tamansa

❤❤❤❤

2021-03-31

2

lihat semua
Episodes
1 LIBURAN YANG TERPAKSA KE PERU
2 BASE CAMP
3 ANNAMAYA, INTIPALLA, DAN KOTA YANG HILANG
4 KUIL DAN PIRAMIDA EMAS
5 SANG PANGERAN
6 TUR KECIL DIDALAM PIRAMIDA
7 SIHIR UNTUK MEMBACA PIKIRAN?
8 BERTAMU DI KEDIAMAN RAJA
9 INTERVIEW WITH THE QUEEN AND KING
10 BERKUNJUNG KE ACCLAHUASI
11 DILEMA INTIPALLA
12 SEMUA HANYA MIMPI
13 MENCARI JEJAK KEBENARAN
14 MATA-MATA
15 KEMBALI KE DALAM KOTA YANG HILANG
16 RAPALLA SI JAHAT
17 PEMBERIAN SANG RATU
18 IBU ANNAMAYA YANG UNIK
19 BROS PERMATA SANG RATU
20 KEMBALI KE BASE CAMP
21 PERMINTAAN TAK MASUK AKAL MAMA
22 CURHAT PADA OM HANS
23 KEPUTUSAN KELIRU
24 KAMI KEMBALI LAGI, TEMAN!
25 BERTEMU LAGI DENGAN SANG PANGERAN
26 KETAKJUBAN MAMA DAN OM HANS
27 ARYA YANG RESAH
28 PARA KOMPLOTAN BANDIT
29 MUSUH JADI SAHABAT
30 PENGKHIANAT
31 PERTEMPURAN DI ACCLAHUASI
32 KEMBALI KE PIRAMIDA
33 ARYA ADIKKU YANG MALANG
34 MENCARI OBAT UNTUK ARYA
35 PENAWAR RACUN
36 ARYA YANG BARU
37 BOS BARU
38 KESEDIHAN YANG MENYAKITKAN
39 SANG PEWARIS TELAH TIADA
40 KESEDIHAN RAJA DAN KEMARAHAN SANG RATU
41 RATU PERTAMA
42 WAJAH SANG PENGKHIANAT
43 CINTA MEMBAWA PETAKA
44 AMARAH YANG TERPENDAM
45 PERTEMPURAN DUA RATU
46 KESEDIHAN YANG BERULANG
47 KARMA
48 KEHERANAN PAPA
49 TANGISAN DI ACCLAHUASI
50 KEPUTUSAN YANG BERAT
51 KEPUTUSAN TERAKHIR SAPA INCA
52 KEMBALI PULANG (TAMAT)
Episodes

Updated 52 Episodes

1
LIBURAN YANG TERPAKSA KE PERU
2
BASE CAMP
3
ANNAMAYA, INTIPALLA, DAN KOTA YANG HILANG
4
KUIL DAN PIRAMIDA EMAS
5
SANG PANGERAN
6
TUR KECIL DIDALAM PIRAMIDA
7
SIHIR UNTUK MEMBACA PIKIRAN?
8
BERTAMU DI KEDIAMAN RAJA
9
INTERVIEW WITH THE QUEEN AND KING
10
BERKUNJUNG KE ACCLAHUASI
11
DILEMA INTIPALLA
12
SEMUA HANYA MIMPI
13
MENCARI JEJAK KEBENARAN
14
MATA-MATA
15
KEMBALI KE DALAM KOTA YANG HILANG
16
RAPALLA SI JAHAT
17
PEMBERIAN SANG RATU
18
IBU ANNAMAYA YANG UNIK
19
BROS PERMATA SANG RATU
20
KEMBALI KE BASE CAMP
21
PERMINTAAN TAK MASUK AKAL MAMA
22
CURHAT PADA OM HANS
23
KEPUTUSAN KELIRU
24
KAMI KEMBALI LAGI, TEMAN!
25
BERTEMU LAGI DENGAN SANG PANGERAN
26
KETAKJUBAN MAMA DAN OM HANS
27
ARYA YANG RESAH
28
PARA KOMPLOTAN BANDIT
29
MUSUH JADI SAHABAT
30
PENGKHIANAT
31
PERTEMPURAN DI ACCLAHUASI
32
KEMBALI KE PIRAMIDA
33
ARYA ADIKKU YANG MALANG
34
MENCARI OBAT UNTUK ARYA
35
PENAWAR RACUN
36
ARYA YANG BARU
37
BOS BARU
38
KESEDIHAN YANG MENYAKITKAN
39
SANG PEWARIS TELAH TIADA
40
KESEDIHAN RAJA DAN KEMARAHAN SANG RATU
41
RATU PERTAMA
42
WAJAH SANG PENGKHIANAT
43
CINTA MEMBAWA PETAKA
44
AMARAH YANG TERPENDAM
45
PERTEMPURAN DUA RATU
46
KESEDIHAN YANG BERULANG
47
KARMA
48
KEHERANAN PAPA
49
TANGISAN DI ACCLAHUASI
50
KEPUTUSAN YANG BERAT
51
KEPUTUSAN TERAKHIR SAPA INCA
52
KEMBALI PULANG (TAMAT)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!