“Aku mencintaimu, Ajeossi. Aku mencintaimu.”
Rasa sesak itu amat menyakitkan untuk Yebin tahan lebih lama lagi. Bagaimanapun juga, Yebin butuh ketenangan dan butuh bernapas dengan ringin. Ketika ia masih memendam perasaannya terhadap Yul, satu helaan napas pun terasa berat untuk Yebin. Ia merasa tidak sanggup manahan perasaan ini lebih lama lagi. Entah apa yang akan terjadi nanti, Yebin butuh kelegaan. Ia butuh bernapas dengan baik tanpa beban perasaan ini. Dan ini adalah saat yang tepat.
“Aku tahu ini tidak masuk akal. Tapi aku terlanjur jatuh cinta padamu. Itu sudah bermula sejak lama dan aku merasa tidak sanggup lagi memendamnya.” Yebin lanjut berucap dengan raut wajahnya serius. Ia bertatapan dengan Yul yang masih berusaha mencerna situasi.
Tubuh Yul seketika membeku. Tatapan misteriusnya tertuju pada Yebin yang mengatakan hal tidak terduga itu.
“Kang Yebin, apa kau mabuk? Apa tadi sebelum berangkat kau minum bir?” tanya Yul spontan. Ia merasa kepalanya itu sulit mencerna kalimat tidak masuk akal yang terlontar dari mulut Yebin.
Yul melepaskan cengkeramannya dari bahu Yebin. Menatap wanita itu sambil menghela napas panjang.
“Sepertinya kau benar-benar mabuk. Ayo kita pulang.”
Merasa tak bisa berada dalam situasi tidak masuk akal ini lebih lama lagi, Yul menarik tangan Yebin. Mengajaknya berjalan untuk mengakhiri kegiatan bermain es mereka dan pulang.
“Aku mencintaimu!” Yebin berteriak sambil menyentakkan tangannya ke udara. Melepaskan cengkeraman Yul yang seketika membuat pria itu kembali berbalik. “Kubilang, aku mencintaimu, Ajeossi. Dan kau tahu, aku tidak meminum apa pun sebelum berangkat kemari.”
Yebin mendekatkan tubuhnya untuk berhadapan dengan Yul yang membingung. Tak dapat menahan diri lagi, Yebin segera berjinjit dan mencium bibir Yul yang mengering. Ia mencium bibir pria itu dengan lembut dan manis. Sementara Yul yang terpegun karena ciuman tak terduga itu, diam tak bergerak seperti patung. Ingin rasanya ia menolak ciuman ini dan segera mendorong tubuh Yebin menjauh. Tetapi seluruh organ dalam tubuh Yul berkata sebaliknya. Sel dalam tubuh pria itu ingin meneruskan ciuman bibir wanita yang dikasihinya dalam keheningan.
Merasa tak mendapat balasan ciuman, Yebin semakin menekan bibirnya. Memberi perintah secara tidak langsung untuk pria itu membalas ciumannya dengan mesra. Keduanga terbuai dalam momen ciuman yang tidak terduga ini dalam waktu lama.
Yul berpikir hal yang dilakukannya ini tidak benar. Ia segera mengakhiri ciuman itu dan menjauhkan tubuhnya dari Yebin yang napasnya menderu cepat karena ciuman panas Yul.
Perlahan-lahan Yebin sadar dari buaian Yul yang membuatnya terlena selama beberapa saat. Ia menatap Yul yang memasang raut wajah bingung sekaligus bertanya-tanya.
“Kenapa? Bukannya Ajeossi melakukan ini karena mencintaiku?” tanya Yebin di sela napasnya yang masih menderu cepat.
Yul yang pernapasannya menggebu segera memutar tubuh dari Yebin. Ia mengacak rambutnya yang berantakan karena remasan tangan Yebin beberapa waktu lalu. Sebaik mungkin Yul mengendalikan pikiran dan tubuhnya. Ia menatapi sekeliling yang tidak ada satu pun manusia. Area ski akan tutup lima menit lagi dan semua orang telah bergegas keluar. Hanya tersisa Yul, Yebin, dan petugas area yang beres-beres.
Selesai menenangkan diri, Yul kembali memutar tubuh menghadap Yebin yang lipstick-nya berantakan, karena ulahnya. Di kulit leher Yebin juga terlihat bercak merah bekas ciuman Yul. Yul yang mendapati kedua hal itu, menghembuskan napas panjang. Ia tak terkendali selama beberapa saat. Yul merenung dan menyadari tindakannya ini tidak benar. Bagaimanapun, Yebin adalah wanita yang sepuluh tahun lebih muda darinya. Wanita yang telah dianggapnya seperti adik. Namun, jika memang seperti itu, kenapa Yul membalas ciuman itu? Jika memang Yebin itu hanya dianggapnya adik, Yul pastinya tidak akan membalas ciuman Yebin dan sampai terbuai seperti itu. Tidak dapat dimungkiri, Yul menginginkan Yebin. Ia nyaris melakukan kesalahan besar malam ini jika ciuman itu tidak berakhir sesegera mungkin.
Pria itu mencengkeram tangan Yebin yang menatapnya penuh tanya. Yebin menanti jawaban Yul atas pertanyaannya tadi. Menantinya dengan sabar.
“Ayo pulang,” ucap Yul sambil menarik tangan wanita itu.
“Jawab dulu pertanyaanku!” Pekikan Yebin membuat pria itu berbalik. Dengan tatapan yang tidak dapat dimengerti, Yul menatap Yebin. “Jawab dulu pertanyaanku, baru kita pergi. Kau menciumku seolah-olah ingin menjadikanku milikmu. Apa itu artinya kau juga mencintaiku?” lanjut Yebin bertanya.
Yul terdiam sejenak memikirkan jawaban. Ia bertatapan dengan Yebin yang bersungguh-sungguh.
“Aku... jadi, aku....”
Drrrttt. Ponsel Yul di dalam saku pun bergetar. Terdapat satu panggilan masuk.
***
Salju turun semakin deras seiring dengan malam yang bergerak semakin larut. Butiran salju yang jatuh dari langit mengotori rambut panjang Yebin yang membuatnya merasa semakin kedinginan. Tubuhnya memang kedingingan kini. Tetapi hatinya terasa panas. Bukan panas karena ciuman mesra yang baru dilakukannya. Melainkan, perasaan panas karena amarah yang perlahan menguasai benak.
Semua perasaan seolah bercampur aduk di benak Yebin. Ia merasa marah sekaligus sedih. Benaknya terasa dipenuhi oleh bayang-bayang pria yang baru berlalu pergi meninggalkannya.
Lipstick Yebin berantakan karena ciuman mesra yang baru didapatnya dari sosok pria yang kini telah pergi. Menyebalkan sekali! Yebin terpaksa harus ditinggal Yul yang pergi ke sebuah tempat, mungkin untuk menemui wanita bernama Haeri yang tiba-tiba meneleponnya itu. Sial. Wanita itu menelepon di saat Yebin nyaris mendengar jawaban dari Yul. Sungguh. Dewi fortuna tidak berpihak lagi pada Yebin. Ia sangat sial. Dalam hati Yebin menyumpahserapahi wanita bernama Haeri yang menelepon Yul dan memintanya datang. Demi apa pun, Yebin ingin sekali menjambak rambut wanita itu sampai gundul.
Di depan area ski yang baru tutup itu Yebin berdiri sendirian, menanti kedatangan seseorang. Wanita itu menyandarkan tubuhnya pada batang pohon yang besar dan tua. Melindungi dirinya dari guyuran salju yang semakin dingin di bawah ranting pepohonan.
Yebin meraih cermin di dalam tasnya. Cermin itu memantulkan wajah Yebin yang masih memerah karena ciuman dadakan di area ski saat keduanya sedang asyik berseluncur. Terlihat lipstick berwarna peach Yebin yang berantakan. Segera ia menyeka bibirnya dan menghapus lipstick yang tidak berbentuk itu. Kemudian melihat ke arah leher. Seketika itu juga Yebin membelalak kaget. Ia melihat bekas ciuman Yul yang tertinggal di lehernya.
“Sial! Setelah membuatku seperti ini dia pergi begitu saja? Dasar pengecut. Awas saja kau! Besok tidak akan kubiarkan.”
Setelah merutuk-rutuk Yebin merapikan syal di lehernya untuk menutupi bekas ciuman di leher itu. Tepat ketika ia selesai membenarkan syal, sebuah mobil impor berwarna silver tiba di hadapan Yebin. Seorang pria tampan yagn memakai kacamata minus turun dari mobil. Pria yang merupakan seorang hakim muda itu baru menyelesaikan pekerjaan dadakannya di kantor pengadilan. Ia menjemput Yebin setelah mendapat telepon dari kakaknya.
“Hun Oppa!” Yebin memekik memanggil laki-laki itu. Ia berjalan menghampiri Hun yang membukakan pintu mobil untuknya.
“Apa kau menungguku lama?” tanya khawatir Hun yang melihat Yebin menggigil kedinginan.
“Tidak. Setidaknya kau masih datang menjemputku.”
Yebin beranjak masuk ke dalam mobil. Diikuti Hun yang beranjak masuk dan segera melajukan mobil menjauhi area ski.
“Ke mana kakakku pergi? Dia tidak menjawab pertanyaanku.”
“Ke mana lagi? Dia masti menemui wanita itu.”
“Wanita itu?”
Begitu Yebin menjawab dengan sinisnya. Ia menatap lurus ke depan dengan kepala yang masih terisi oleh satu sosok pria bernama Yul yang merupakan tetangganya itu. Benar. Pria itu adalah tetangganya. Tetangga yang memperlakukan Yebin dengan baik. Tetangga, sekaligus sosok laki-laki dewasa yang dapat diandalkan Yebin. Yang dengan tidak masuk akalnya Yebin menyukai laki-laki yang sepuluh tahun lebih tua itu.
Ah, perasaan ini membingungkan! Ia tahu perasaannya ini tidak wajar lantaran jarak usia mereka yang sangat jauh. Awalnya Yebin tak percaya pada perasaanya sendiri. Tapi, setelah mereka berciuman beberapa waktu lalu, Yebin menyadari. Perasaannya terhadap Yul bukan suatu yang yang dapat dikendalikan.
Perasaan yang tidak terkandali, sangat merepotkan!
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 187 Episodes
Comments
Sr Haryanti
😂
2020-04-09
0