Gadis itu tinggal di rumah ini?
Yul mengernyit kaget mendapati Yebin. Pria itu melihat Yebin berjalan semakin mendekat ke arah gerbang. Kemudian membukakan pintu gerbang untuknya.
“Aku pria yang tinggal....”
“Kami tidak menerima sogokan dalam bentuk apa pun. Jadi pergi saja, Ajeossi.”
Jrreet!
Tanpa memberi kesempatan untuk Yul bicara, Yebin membanting gerbang rumah dan menutupnya. Ia berlalu pergi setelah memberi penegasan bahwa ia tidak akan menerima tiga kotak daging sapi yang tetangganya itu bawa.
Di depan gerbang rumah, Yul diam tercengang. Dalam sekejap tubuhnya mematung melihat sikap wanita yang ketus itu. Dengan raut wajah yang masih tertegun, Yul menghela napas ke dalam perut. Kepalanya memiring sambil mendesus, “Apa apa dengan wanita itu? Apa dia sedang pubertas?”
Tidak lama kemudian, Miyoon, ibu rumah tangga yang sikapnya sangat hangat kepada Yul, keluar. Wanita cantik berpakaian sederhana seperti ibu rumah tangga pada umumnya itu berjalan menuju pintu gerbang. Membukakan pintu gerbang untuk Yul dengan seutas senyum yang bermekaran di wajah.
“Moon Sajang, ada apa malam-malam begini datang?” seru Miyoon ramah.
Yul menguntai senyum di bibir.
“Seorang teman memberi saya daging sapi beberapa hari lalu. Dan tiga hari lagi sudah memasuki tenggat kadaluarsa. Saya tidak tahu apa ini masih layak. Mungkin saja, Anda bersedia menerimanya.” Yul berbicara dengan hati-hati sembari memperlihatkan daging sapi yang dibawanya.
“Kelihatannya masih bagus,” kata Miyoon. Ia mengambil satu kotak daging sapi. Merobek penutup plastik untuk memeriksa daging sapi di dalamnya dan kemudian menceletuk, “Oh, ini daging kualitas super. Keadaannya juga masih baik kok.”
“Benarkah?” sahut Yul melihat daging sapi yang baru saja diraba Miyoon untuk dilihat kondisinya. Senyum menawannya memekar di wajah.
Kepala Miyoon mendongak selesai ia memeriksa daging itu. “Kenapa Moon Sajang memberikan semua ini padaku? Kau bisa mengolahnya sampai tenggat kadaluarsa,” tanyanya.
Yul tersenyum sipu sambil menggosok-gosok lehernya yang tidak gatal. “Saya tidak bisa mengolah daging sapi dan tidak tahu bagaimana caranya.” Pria itu lanjut bersenyum sambil mengulurkan daging sapi di tangannya kepada Miyoon. “Ini untuk Anda. Anggap saja sebagai ucapan selamat datang. Saya tidak sempat memberikan kue beras untuk Anda. Tolong diterima.”
“Astaga, aku sungguh berterima kasih, Moon Sajang. Di mana lagi aku bisa menemukan pria rupawan yang baik hati sekaligus?” Miyoon menyeru sambil mengelus-elus pundak Yul seperti seorang ibu yang merindukan putranya. Yul hanya mengangguk pelan sambil tersenyum manis mendapati perlakuan hangat Miyoon yang hari ini dikenalnya.
Benar. Baru hari ini Miyoon mengenal Yul. Dan wanita paruh baya itu terlihat sudah jatuh cinta pada Yul yang mulai hari ini dan seterusnya menjadi tetangganya. Dengan keramahan sikap Yul serta kesopanannya, ia berhasil memikat perasaan Miyoon. Membuat wanita paruh baya itu amat menyukainya meski belum lama keduanya saling mengenal sebagai tetangga.
Di mana pun berada, Yul selalu disukai banyak orang. Sikapnya yang hangat dan menyenangkan membuatnya disukai banyak orang dan memiliki banyak teman di mana pun ia berada. Pria berlesung pipit itu selalu bisa meluluhkan hati banyak orang. Ya, kecuali seorang wanita ketus yang tadi membanting pintu pagar ketika Yul datang.
“Kalau begitu, saya pergi dulu. Selamat malam.”
Yul pamit undur diri sebelum Miyoon menghentikannya dengan bertanya, “Apa kau sudah makan malam? Kalau belum, kau bisa bergabung makan malam denganku dan putriku. Kebetulan hari ini aku memasak banyak makanan.”
Sejenak Yul menimbang-nimbang. Saat ini perutnya sedang lapar. Dan dalam rumahnya tidak ada makanan yang bisa dimakan kecuali satu bungkus ramyeon. Ia baru selesai membongkar barang-barang pindahan dan belum sempat berbelanja. Menerima ajakan makan malam Miyooon sepertinya adalah pilihan terakhir Yul untuk mengisi perutnya yang keroncongan.
Alis Yul mengernyit. Ia tersenyum manis sambil menatap wanita paruh baya yang menanti jawaban.
“Bolehkah?”
“Tentu saja!” Seketika itu Miyoon menceletuk senang. Ia menepuk lenganYul lalu mengajaknya masuk. “Moon Sajang, rumah ini akan selalu terbuka untukmu. Jadi kapan pun kau merasa kesepian dan tidak ada teman makan, datanglah. Aku akan selalu membukakan pintu untukmu.”
Kedua manusia yang tampak riang itu berjalan masuk melewati gerbang rumah. Yul terkekeh pelan mendengar seruan Miyoon.
“Terima kasih. Kalau Anda membutuhkan sesuatu, minta saja kepada saya. Kalau Anda membutuhkan bantuan saya akan bersedia menolong dengan senang hati,” balas Yul. Ia berjalan di samping Miyoon yang baru masuk ke dalam rumah.
Rumah berlantai dua yang ditinggali dua orang wanita ini terlihat terawat. Sepertinya Miyoon merawat rumah dan semua perabotannya dengan baik. Pandangan Yul menyebar ke sekeliling. Mengamati seisi rumah yang dekoratif dan semua barang-barangnya tersusun dengan baik. Di dinding juga terdapat beberapa foto keluarga dan foto-foto gadis muda yang Yul tahu itu adalah putri Miyoon.
“Anda tinggal berdua dengan putri Anda?” tanya Yul melihat beberapa foto Yebin. Dalam foto itu Yebin memperlihatkan senyuman lebar dan terlihat bahagia. Sangat berbeda dari Yebin yang berwajah dingin yang barusan dilihat Yul.
“Ya. Aku tinggal berdua bersama putriku satu-satunya setelah suamiku meninggal.” Miyoon menjawab dengan ringan hati. Ia membawa Yul menuju dapur. Mempersilakan laki-laki itu duduk. “Duduklah, Moon Sajang. Aku akan panggilan Yebin untuk makan malam bersama.”
Yul menarik kursi meja makan lalu terduduk di atasnya. Ia melihat seisi meja makan yang penuh dengan makanan.
“Yebin~a, turunlah. Ayo makan malam. Tetangga baru kita ikut bergabung makan malam. Segeralah turun!” Miyoon berteriak memanggil putrinya sembari menyiapkan peralatan makan untuk Yul. “Senang rasanya melihat bangku meja makanku tidak kosong. Biasanya aku hanya makan berdua bersama Yebin. Sekarang melihat ada orang lain duduk di situ, terasa menyenangkan,” lanjut Miyoon menggumam selagi mengisi mangkuk nasi Yul dengan nasi merah.
“Terima kasih,” ucap Yul ketika Miyoon memberinya mangkuk penuh berisi nasi.
Tidak lama kemudian terdengar suara kaki menuruni tangga. Yebin yang telah memakai piama tidur berjalan menuruni tangga lantai dua. Ia menceletuk kepada ibunya begitu tiba di dapur.
“Kenapa Ibu mengundang orang asing untuk makan malam?” protes Yebin sambil menatap Yul sinis.
“Siapa orang asing? Dia kan tetangga kita.” Miyoon menukasi putrinya. Ia membawa piring berisi penekuk daun bawang. Menaruhnya ke atas meja sembari merecoki putrinya yang baru duduk berhadapan Yul. “Cobalah kau akrab dengan tetangga kita. Jangan hanya menghadap layar komputer. Kau juga perlu berbaur dengan banyak orang agar mengenal dunia lebih luas.”
Yebin hanya terdiam mengerucutkan bibir mendengar ibunya kembali mengomelinya seperti ini. Selama ini Yebin memang tidak begitu akrab dengan banyak orang dan cenderung sering menghabiskan waktunya sendirian untuk membangun bisnis shopping mall. Ia jarang keluar rumah kecuali sedang kuliah atau ada keperluan mendesak lain.
“Nikmati makanmu, Moon Sajang. Jangan pedulikan putriku yang keras kepala ini.” Miyoon menyahut kepada Yul yang memberikan tatapan misterius kepada Yebin. Ia duduk di sebelah putrinya sementara tempat duduk Yul berhadap-hadapan dengan Yebin.
Kepala Yul mengangguk pelan. Ia menatap Yebin yang mulai memakan nasi menggunakan sumpit.
“Putri Anda cantik. Sepertinya dia mewarisi wajah cantik Anda.”
Tenggorokan Yebin nyaris tersedak mendengar laki-laki itu memujinya cantik. Tatapan Yebin pun kontan tertuju pada Yul yang memperlihatkan senyum riang, seolah sedang menyebarkan feromon yang berguna untuk membuat Yebin jatuh hati.
Mendengar itu Miyoon tertawa terbahak-bahak. “Aduh, kau itu ada-ada saja. Tentu putriku lebih cantik dariku,” celetuk Miyoon lalu lanjut tertawa senang. Yul yang melihat wanita paruh baya itu tertawa, ikut terkekeh.
“Aku tahu kalau aku ini cantik. Kau tidak perlu menggombal untuk menarik perhatianku. Habiskan saja makananmu itu dengan tenang, Ajeossi,” cetus Yebin. Jujur saja. hatinya memang sedikit, hanya sedikit bergetar karena Yul. Tetapi itu tidak membuatnya luluh begitu saja kepada laki-laki berlesung pipit yang sedang tebar pesona kepada ibunya tersebut.
Dia bukan wanita yang mudah.
Yul terhenyak mendengar cetusan Yebin. Ia terdiam dengan sedikit senyum yang dipaparkannya di wajah. Perlahan-lahan raut wajah Yul yang antusias mulai membingung. Pertama kali ini pria yang disenangi semua orang karena sikapnya itu mendapat perlakuan ketus dari seorang wanita yang jauh lebih muda darinya.
“Astaga! Kenapa kau itu kaku sekali? Apa salahnya memujimu sedikit karena cantik?” Miyoon merutuk sambil memukul pundak Yebin. Ia memarahi purtinya yang memperlakukan tetangga tampannya dengan ketus.
“Ibu! Kenapa memukulku?” protes Yebin dengan berteriak.
“Kau memang pantas dipukul, putri bandel! Sudah kubilang kau bisa mewarisi sikap pantang meyerah dari ayahmu. Tapi jangan mewarisi sikap keras kepalanya. Kenapa kau tidak mendengar ibumu?” lanjut Miyoon merutuk.
Putrinya itu memang sangat keras kepala dan kaku seperti mendiang suaminya. Hal itu yang sering kali membuat Miyoon merasa stres karena takut jika tidak ada laki-laki yang bersedia menikah dengan Yebin kelak, karena kekakuan sikap dan keras kepalanya itu.
“Memang itu keinginanku? Karena aku ini putri ayah, jadinya aku mirip dengannya. Kenapa Ibu menyalahkanku?” Yebin mencerocos.
Sikap keras kepalanya itu bukan hal yang bisa Yebin kendalikan. Semuanya mengalir begitu saja seperti arus sungai yang tidak bisa dihentikan. Tanpa disadari kepala Yebin itu sekeras batu dan ia tak dapat berbuat apa-apa karena semuanya terjadi begitu saja. Yebin tidak bisa menolak juga tidak bisa mengendalikan sikap yang diwariskan dari ayahnya.
“Itulah kenapa tidak ada laki-laki yang mau berkencan denganmu. Karena kau sangat keras kepala dan tidak bisa dibilangin.”
“Entahlah! Aku lapar.”
Kata ‘aku lapar’ seolah bisa menghentikan omelan ibunya kepada Yebin yang memang sedang kelaparan. Tanpa memprotes lagi wanita itu meneruskan kegiatan makan malam. Wajahnya memberengut dan ingin segera menghabiskan makan malam. Lalu naik ke atas untuk melanjutkan kegiatannya melakukan riset di potal belanja lain yang menjadi saingan ketat Biniemoon. Mencari tahu apa penyebab turunnya omset Biniemoon yang sangat drastis bulan ini.
***
Kurang lebih empat jam lamanya Yebin tidur setelah menyelesaikan kegiatannya. Wanita itu bertekad menyelesaikan pencariannya dalam waktu semalam. Dan baru beranjak tidur sekitar pukul tiga dini hari. Lalu bangun pada pukul setengah delapan untuk bersiap-siap pergi ke kampus. Kini bola matanya terasa sangat berat. Tetapi ia harus terjaga karena memiliki jam kuliah pagi yang harus dihadirinya.
Pada pukul setengah sembilan ini Yebin keluar dari rumah. Berjalan ke arah selatan menuju halte bus sambil menenteng totebag biru berisi buku kuliah dan note di pundak kanan.
“Hoaamm.”
Di pinggir jalan perumahan yang sepi itu Yebin menguap. Wanita itu benar-benar mengantuk karena tidak cukup tidur semalam. Di atas kelopak matanya kini terasa seperti ada batu sebesar kepalan tangan yang membuat matanya berat. Ia sangat membutuhkan asupan kopi untuk bisa terjaga sepanjang kuliahnya nanti.
“Tubuhku juga terasa lelah.”
Yebin memukul-mukul bahunya pelan untuk meredakan ketangan otot. Lalu lanjut memijit pelan lehernya yang terasa kaku.
Sementara Yebin masih sibuk memukul-mukul pelan bahu, sebuah mobil hitam melaju perlahan di samping Yebin. Mobil hitam yang dikendarakan Yul itu melaju dengan sangat pelan menyamai langkah kaki Yebin.
Suara klakson yang berbunyi membuat Yebin menjingkat kecil. Wanita itu seketika menoleh. Mendapati mobil hitam yang perlahan-lahan jendelanya turun. Memperlihatkan sesosok laki-laki duduk di dalamnya.
“Nona Kang! Masuklah, aku akan memberimu tumpangan sampai kampus. Kebetulan aku mau ke Gwangjin. Kau berkuliah di Universitas Konkuk kan?”
Dari dalam mobil Yul menyeru. Sembari melajukan mobilnya dengan sangat pelan, pria itu menoleh pada Yebin yang menatapnya sinis seperti biasanya.
“Kau tidak perlu memberiku tumpangan, Ajeossi. Aku bisa sampai kampus dengan selamat menggunakan bus,” cetus Yebin sambil melengos.
Napas Yul terhela ke dalam perut. Padahal semalam ia telah meminta maaf secara terus terang kepada Yebin. Pria itu juga bersedia bertanggung jawab atas kerusahan laptop Yebin akibat kelalaian seorang karyawanya. Tetapi, wanita itu tetap bersikap ketus kepada Yul dan berkata tidak memerlukan kompensasi darinya. Membuat Yul semakin merasa bersalah dan terbebani.
Pasalnya, Yul adalah tipikal laki-laki yang tidak betah diperlakukan ketus oleh orang yang akan sering dilihatnya. Yul merupakan pria yang cenderung suka berbaur dengan banyak orang dan memiliki hubungan sosial yang bagus dengan semua orang tanpa pandang bulu. Sebisa mungkin ia ingin membuat orang-orang di sekelilingnya merasa nyaman dan senang bersamanya. Namun, hati Yebin terlalu sulit ia luluhkan. Semalam, setelah menyelesaikan makan malam, Yebin diminta ibunya untuk membeli beberapa kebutuhan di toserba. Yul yang juga merasa perlu pergi ke toserba untuk membeli sesuatu, berkata akan menemani Yebin. Kedua manusia itu pun pergi ke toserba bersama. Di sela-sela itu Yul meminta maaf bersungguh-sungguh atas kekacauan yang Yebin alami di Moonlight Coffe. Dan berkata ingin mengenal Yebin lebih dekat sebagai tetangganya. Tetapi Yebin dengan tegas tidak mau menerima permintaan maaf pria itu. Juga meminta Yul untuk tidak mendekatinya dalam bentuk apa pun.
Wanita itu benar-benar keras kepala, seperti yang dikatakan Miyoon. Awalnya Yul tidak begitu mencerna ucapan Miyoon. Tetapi akhirnya ia tahu bahwa Yebin benar-benar berkepala batu dan juga pendendam. Ia bahkan tidak mengizinkan Yul untuk menghilangkah beban rasa bersalah itu atas kesalahan yang diperbuat pelayan Moonlight Coffe kepada Yebin.
“Jangan begitu. Ayolah naik, Nona Kang. Aku berjanji akan memberimu tumpangan sampai kampus dengan tenang. Kau hanya tinggal naik dan menunggu mobilku sampai di depan gerbang kampusmu,” bujuk Yul.
Kening Yebin mengernyit mendengar permohonan Yul. Ia menimbang sejenak lalu menjawab, “Baiklah kalau kau memaksa.”
Jujur. Tubuhnya sangat lelah untuk sekadar berjalan menuju halte bus. Ia kurang tidur dan merasa perlu mengistirahatkan tubuhnya sejenak. Sedangkan nanti di dalam bus belum tentu Yebin akan mendapatkan tempat duduk. Kemungkinan paling buruk adalah ia harus berdiri di dalam bus sampai bus yang membawanya tiba di pemberhentian dekat kampus. Dan setelah itu pun Yebin barus berjalan kurang lebih dari dua ratu meter menuju kelasnya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 187 Episodes
Comments
Diah Maya Sari
lanjut thor
2022-03-18
0
Acan
mampir kuy ke "cerita nimas"
2020-06-30
0
Sussi Slim
aiiih mau d anter juga dong oppa, di anter masuk ke hatimnyu 😄
2019-10-13
3