“Bisa coba kau cek. Kalau masih ada yang kurang, aku akan perbaiki sekarang juga,” ucap petugas servis yang berdiri di seberang etalase.
Yebin yang duduk di kursi pun segera mengambil laptopnya. Memeriksa laptop dan perangkat masuk Biniemoon. Syukurnya, semua masih baik-baik saja. Perangkat laptop juga berjalan dengan baik seperti sebelumnya.
“Kurasa sudah. Terima kasih, Ajeossi. Berapa biayanya?”
“350 ribu won.”
Tidak menunggu lama Yebin membuka tas di pangkuan. Mengambil uang tunai di dalam dompet untuk membayar biaya perbaikan laptop.
Belum sempat Yebin mengeluarkan uang tunai satu lempar pun, Yul telah mengulurkan kartu kreditnya kepada petugas servis. “Bisa bayar pakai kartu?” tanya Yul sembari menyerahkan kartunya. Petugas servis memberi tanggapan berupa anggukan kepala.
“Bisa.” Kemudian petugas itu menerima kartu Yul dan menggesekkannya di mesin penggesek.
“Kenapa Ajeossi yang membayar? Aku juga membawa uang kok,” celetuk Yebin yang kebingungan melihat Yul membayar biaya servis laptopnya. Ia merasa tidak pernah meminta kompensasi kepada Yul.
“Sudah kukatakan, aku akan memberi kompensasi untuk kerusakan laptopmu,” jawab Yul santai. Ketika itu petugas servis telah selesai melakukan pembayaran Yul. Ia mengembalikan kartu tersebut kepada pemiliknya.
“Terima kasih.”
Selesai menerima kartunya kembali, Yul beranjak dari duduk. Pandangannya menatap ke arah Yebin yang sedang memasukkan laptop ke dalam tas. Kemudian beranjak berdiri dan mereka berjalan keluar dari bangunan ini.
Yul masuk ke dalam mobil. Memasang sabuk pengaman pada tubuh untuk bersiap mengemudi. Sementara Yebin yang telah duduk di kursi penumpang, menaruh laptopnya di kursi belakang. Ia tengah memakai sabuk pengaman ketika menggumam pelan.
“Terima kasih, Ajeossi.”
Ucapan terima kasih yang pertama Yul dengar dari Yebin itu terdengar dingin di telinganya. Tetapi, entah mengapa Yul merasa senang mendengar hal itu dari wanita yang selama ini bersikap ketus.
“Sekarang laptopmu sudah selesai. Kau memaafkanku kan?” Yul meyakinkan. Mobil yang dikendarakannya telah melaju di jalanan Seoul yang padat.
“Ya... begitu.”
Yebin menggumam tak jelas sembari menatap lurus ke depan, melihat lampu merah perempatan yang menyala. Seolah wanita itu sedang menghindari tatapan Yul dari samping.
“Ya begitu itu artinya kau memaafkanku apa tidak? Katakan yang jelas. Jangan menggantung permintaan maafku.”
Wanita itu sontak menoleh. Ia menjawab sambil menggerutu, “Ya, aku memaafkanmu, Ajeossi.”
Seutas senyum seketika itu tersungging di bibir Yul. Ia tersenyum manis memperlihatkan kedua lesung pipitnya kepada Yebin.
“Begitu dong, Nona Kang. Kalau seperti ini kan kita sama-sama merasa senang. Mulai sekarang, ayo kita berteman baik, Nona Kang.” Yul menyeru senang kepada Yebin yang mendengarnya dalam keheningan.
Lampu merah yang menyala hijau membuat Yul segera meluruskan pandangan ke depan. Ia melajukan mobilnya menuju Banpo setelah selesai mengantar Yebin ke tempat servis.
Merasa ada yang kurang, Yul kembali melontarkan pertanyaan. “Kenapa kau tidak berkata apa-apa?”
Berapa kali pun berpikir, Yebin merasa itu tidaklah benar. Ia memang telah memaafkan Yul atas apa yang terjadi di Moonlight Coffe hari itu. Tetapi, permaafan Yebin bukan berarti keduanya bisa bersikap layaknya teman.
“Aku memang memaafkanmu. Tapi, aku tidak berpikir untuk berteman dengan Ajeossi. Lagi pula aku lebih muda sepuluh tahun darimu. Bagaimana aku bisa menganggapmu teman, Ajeossi?” Yebin berucap seperti sedang menggerutu.
“Astaga, Nona Kang,” Yul mendesah panjang mendengar kalimat Yebin. “Aku kan tidak memintamu untuk menjadi kekasihku. Kenapa kau berpikir dalam sekali? Aku hanya ingin kau bersikap nyaman denganku layaknya teman. Bukan menjadi sungguh-sungguh teman, tetapi membiarkanmu merasa nyaman seperti teman. Itu maksudku mengajakmu berteman.”
Layaknya tomat wajah Yebin tiba-tiba saja memerah menahan malu. Pikirannya terlalu dalam. Ia terlalu ekstrem memikirkan kalimat Yul. Membuatnya malu sendiri seperti ini.
“Baiklah. Alih-alih teman, bagaimana kalau kau menganggapku paman? Kudengar kau memiliki paman seiusiaku. Kau bisa menganggapku paman, biar kau bisa bersikap nyaman padaku. Bagaimana?”
Pantang menyerah Yul melakukan pendekatan pada Yebin yang menurutnya sulit didekati. Pria supel yang selalu menjalin hubungan baik dengan semua orang itu sejenak membuat Yebin mempertimbangkan ucapannya.
“Tidak buruk,” jawab Yebin yang sontak membuat Yul tersenyum manis di bibir.
“Jika membutuhkan sesuatu, jangan sungkang memintaku. Aku selalu siap membantumu dan ibumu, Nona Kang.”
Satu mingguan keduanya bertetangga, Yebin merasa tahu bagaimana karakter seorang pria yang menjadi bos Moonlight Coffe itu. Yul adalah pria yang supel dan mudah berbaur. Dengan sikapnya yang ramah dan bersahabat itu, semua tetangga di lingkungan menyukainya. Apalagi Miyoon yang sangat menyukai Yul. Yebin merasa tidak bisa menolak pria itu yang telah bersikap baik kepada ibunya.
Dalam waktu lama Yebin memikirkan kalimat Yul. Tak lama kemudian wanita berambut lurus itu memberi tanggapan.
“Apa sungguh aku bisa meminta bantuan padamu, Ajeossi?” tanya Yebin meyakinkan.
“Tentu saja. Sesama tetangga kan harus saling membantu.” Yul membalas dengan menceletuk.
Kepala Yebin termanggut-manggut. Sekarang ia merasa bisa bersikap baik pada Yul. Toh permasalahan laptopnya sudah selesai. Rasa tak suka yang mulanya menyelubungi benak Yebin karena kecerobohan pelayan Moonlight Coffe yang tidak tahu namanya itu kini berkurang, karena Yul yang selalu memperlakukan Yebin dengan baik dan membuatnya sungkan. Yebin merasa tidak ada yang perlu dipermasalahkan lagi karena sekarang laptopnya sudah selesai diperbaiki. Dan tanpa dimintanya, Yul telah menanggung biaya perbaikan laptop dan beberapa kali meminta maaf kepada Yebin. Itu semua sudah cukup membuat perasaan Yebin meluluh. Paling tidak sebagai tetangga, ia bisa bersikap biasa kepada Yul, pikirnya.
Tepat setelah itu ponsel Yebin di dalam tas berdering. Ia segera mengambil ponsel untuk menjawab panggilan yang masuk dari Somin.
“Laptopku sudah diperbaiki. Aku akan menghubungkan perangkat Biniemoon dengan tablet-ku untuk mengantisipasi. Secepatnya juga aku akan memperbaiki sistemnya. Kenapa?” Yebin menyahut setelah Somin mengatakan beberapa hal dari seberang telepon.
Beberapa saat Yebin terdiam mencerna ucapan Somin. Wanita itu menoleh kepada Yul yang sedang fokus mengendarakan mobil. Lalu berucap, “Baiklah. Sepertinya aku sudah dapat. Kututup dulu. Nanti aku hubungi lagi.”
Setelah itu panggilan berakhir. Yebin menutup ponselnya dan menatap Yul dari samping.
“Ajeossi,” panggilnya.
“Hm?”
“Mungkinkah, kau tahu Biniemoon?”
Yul memiringkan kepala. Ia menebak-nebak apa itu Biniemoon yang dibicarakan Yebin.
“Entahlah, aku seperti pernah mendengarnya.”
“Itu adalah situs belanja online yang menjual berbagai macam fashion.” Yebin menjelaskan singkat. Yul mengangguk-angguk.
“Begitu rupanya. Aku tidak pernah membeli pakaian online. Jadi aku tidak tahu.”
“Pemilik Biniemoon itu aku, Ajeossi. Aku yang membuat Biniemoon delapan bulan lalu.”
Ucapan Yebin sontak membuat Yul menoleh. Ia cukup terkejut mendengarnya.
“Benarkah? Bukannya kau masih kuliah?”
“Aku mengerjakannya di samping kuliah. Mimpiku adalah menjadi bussines women. Dan aku tidak sabar menunggu sampai lulus kuliah. Jadi membuat Binimoon yang sebenarnya telah kurancang sejak lama,” lanjut Yebin bercerita.
“Wah, kau hebat. Tidak banyak orang yang berani melakukannya.”
Awalnya Yebin merasa ragu saat hendak bertanya, “Ajeossi, apa kau mau menjadi model pria Biniemoon?”
Bola mata Yul terbelalak dan ia langsung menoleh. Ia merasa pendengarannya itu salah dan bergumam-gumam tidak jelas.
“Apa... apa katamu?”
***
Sejak laptopnya selesai diperbaiki dua mingguan lalu, Yebin telah memperbarui semua fitur Biniemoon. Wanita yang sangat gigih itu mulai melakukan perbaikan pada shopping mall-nya yang sedang mengalami krisis. Memperbaiki semua fitur di portal belanja online-nya agar calon pelanggan yang berkunjung merasa lebih nyaman. Menurunkan harga-harga produk. Menawarkan kupon berhadiah dan juga cashback. Dan terakhir, menyewa model lelaki untuk mempromosikan produk yang dijualnya.
Untuk produk-produk wanita Yebin menggunakan Somin sebagai modelnya. Somin yang berbakat dalam bidang itu menjadi model fashion wanita di Biniemoon. Sedangkan model lelakinya sekarang sedang melakukan pemotretan di studio yang Yebin sewa selama dua jam. Wanita itu tidak memiliki uang lebih untuk menyewa fotografer. Sehingga ia hanya meminjam kamera foto dan perlatan memotret dari seorang senior yang kenal akrab dengannya. Juga meminta bantuan Somin dan satu orang lagi temannya untuk membantunya men-setting tempat dan pencahayaan.
“Tegakkan kepalamu, Ajeossi. Mana ada model yang kepalanya menunduk seperti itu?” Yebin yang sedang memegangi kamera, menceletuk kepada Yul.
Pria itu yang menjadi model Biniemoon. Yul yang sebenarnya bisa untuk dijadikan model karena wajah rupawan dan tubuhnya yang tinggi proporsional, diminta—setengah dipaksa—Yebin untuk menjadi modelnya.
Pasalnya biaya sewa model pria sangat mahal. Yebin tidak memiliki cukup uang untuk menyewa model pria. Apalagi setelah krisis yang dialami Biniemoon. Uang tabungan yang Yebin miliki telah terkuras habis untuk menangani krisis itu. Yebin menggunakan sebagian penghasilan Biniemoon selama beberapa bulan terakhir untuk menyuplai barang-barang baru, membayar biaya perbaikan sistem, menyediakan promo, dan membayar iklan dengan jangkauan luas yang tentunya tidak murah. Yebin hampir kehabisan uang untuk menyewa model laki-laki untuk dijadikannya model produk Biniemoon. Dan akhirnya memutuskan untuk meminta Yul yang memenuhi spesifikasi sebagai model Biniemoon.
Awalnya Yul sempat menolak. Ini adalah pertama kalinya pria itu diminta menjadi model. Ia juga merasa dirinya itu tidak berbakat menjadi model. Tetapi Yebin yang keras kepala dan pantang menyerah tidak pernah berhenti menghantui Yul untuk menjadi modelnya. Wanita itu sangat gigih ingin menjadikan Yul model pria Biniemoon. Dengan segala cara yang dilakukannya, salah satunya adalah mengikuti Yul kemana pun pria itu pergi layaknya bayang-bayang yang tidak diinginkan, akhirnya Yebin berhasil membujuk Yul. Yul merasa tidak bisa bekerja atau melukis dengan baik karena terus diikuti Yebin Akhirnya ia pun bersedia menuruti kemauan wanita itu untuk menjadi model Biniemoon.
Semua itu tergantung pada usaha. Tidak peduli kalau sebenarnya Yul itu anti terhadap kamera, pada akhirnya ia luluh karena usaha Yebin yang tidak ada habisnya. Wanita itu benar-benar gigih sampai-sampai selalu datang ke rumah Yul, entah itu pagi, siang, sore, dan mengikuti Yul kemana pun pria itu pergi. Tidak jarang Yebin mengaku sebagai keponakan Yul saat mengikuti pria itu berkumpul dengan teman-temannya. Yebin tidak ada habisnya meminta Yul menjadi model. Hingga saat tidur pun Yul merasa dihantui Yebin. Pria itu menyerah dan akhirnya menerima permintaan Yebin untuk menjadi modelnya. Dengan begitu, setidaknya Yul bisa tidur nyenyak tanpa terbayang-bayang wajah Yebin yang mengikutinya ke mana-mana.
Yul menyandarkan tubuhnya ke atas kursi furnitur tinggi. Ia memakai atasan tak berkerah warna abu-abu tua yang terbuat dari bahan kaus. Bagian luarnya coat panjang warna maroon yang berbahan wol.
“Bagaimana? Sudah kubilang, aku tidak berbakat menjadi model.” Yul yang tidak tahu harus bagaimana, merutuk.
“Kenapa rambutmu...?”
Yebin mendesah panjang melihat tatanan rambut Yul yang sedikit berantakan. Ia menoleh ke arah Somin dan Hana yang sedang sibuk memasangkan baju yang akan Yul pakai setelah ini.
Tidak memiliki pilihan lain, Yebin meletakkan kameranya ke atas meja dalam studio. Berjalan menghampiri Yul yang sedang menyandarkan tubuh ke kursi furnitur berwarna coklat tua.
“Duduklah, Ajeossi. Aku ingin merapikan rambutmu,” pinta Yebin. Yul pun segera menurut. Ia mendudukkan tubuhnya ke atas kursi kayu sementara Yebin mulai mengeluarkan sisir dan hairspray untuk Yul.
Tangan Yebin bergerak-gerak pelan menata rambut Yul bergaya maskulin ke atas dan menyamping. Lalu menyemprotkan hairspray agar rambut hitam laki-laki itu tidak berantakan.
Selesainya menata rambut Yul, Yebin menyeluarkan cushion dari dalam tasnya. Membuka cushion berwarna natural yang sering digunakan model-model pria untuk pemotretan.
“Mendongaklah, Ajeossi,” suruh Yebin. Ia mengangkat dagu Yul untuk mendongak menatapnya.
Yul hanya terdiam sementara Yebin memolesi wajahnya menggunakan cushion. Dalam diamnya, Yul yang sedang menengadah, menatap wajah Yebin dari bawah. Sembari itu Yebin berbicara pelan kepada Yul.
“Nanti, jika Biniemoon berjalan dengan baik dan menunjukkan perkembangan, aku akan memberimu hadiah, Ajeossi. Ajeossi tinggal katakan apa yang kau inginkan. Aku akan memberinya untukmu.”
Senyum hangat Yul tersimpul mendengar itu. Ia tahu betul saat ini Yebin sedang memperjuangkan Biniemoon-nya. Yul pun tahu itu bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan Yebin, seorang wanita muda yang masih berstatus mahasiswa, untuk mengawali bisnis daring semacam ini. Tetapi perasaan Yul berkata bahwa tidak ada hal tidak mungkin yang dilakukan Yebin. Karena pria itu tahu bagaimana Yebin bersikap layaknya wanita dewasa yang pemikirannya sangat cemerlang. Dengan tidak masuk akal Yebin bahkan bisa menjadikan Yul modelnya. Itu sangatlah mustahil mengingat Yul yang anti terhadap kamera dan jarang sekali berfoto. Yebin telah menjadikan sesuatu yang mustahil menjadi tidak mustahil. Tidak ada yang tidak bisa wanita itu lakukan, pikir Yul yang sedang menengadah menatap wajah memesona Yebin.
“Aku akan pikirkan, hadiah apa yang kuinginkan. Kau bahkan membuatku melakukan hal yang tidak pernah kulakukan seumur hidup. Hadiah kecil tidak akan cukup. Kau tahu?” jawab Yul. Perkataannya yang benar itu membuat Yebin menaikkan kedua alis dan menganguk-angguk.
“Asal Ajeossi tidak meminta hadiah mobil, aku masih bisa menyanggupinya.”
Yul terkekeh-kekeh. “Jangan khawatir. Aku juga tidak akan meminta hal semacam itu kepada wanita.”
Terakhir, Yebin mengolesi lipbalm pada bibir Yul. Selesai mendandani pria itu, Yebin kembali menceletuk, “Bergayalah yang baik, Ajeossi. Tegakkan kepalamu. Lemaskan bahu dan lehermu. Berikan tatapan yang tajam dan memesona. Perlihatkan karismamu melalui tatapan yang mematikan. Okay?”
Yebin berjalan meninggalkan Yul setelah memberi isyarat ‘okay’ menggunakan jari tangan. Yul yang melihat wanita itu kembali menceletuk, mengela napas panjang-panjang ke dalam dada. Lalu mengangguk pasrah.
“Baiklah-baiklah. Akan kuperlihatkan karismaku.”
“Kalau begitu, ayo lanjutkan pemotretan! Kita masih memiliki waktu satu jam empat puluh menit.” Yebin menyeru antusias untuk memulai pemotretan. Dua orang temannya, Somin dan Hana yang mengatur pencahayan ruang, ikut menyeru memberikan semangat kepada Yebin.
“Fighting!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 187 Episodes
Comments
Nanik
yeee.......dapat model gratis
2019-09-05
3
Dian Iwan
yeeeeeye
2019-09-03
0
Ade
saya sangat suka lao psangan dengar umur beda jauh....
2019-09-03
3