Tibalah Hari pelaksanaan Diklatsar. Ara datang memakai sweater warna peach dan juga kupluk dengan warna senada. Setelah bernegosiasi dengan papa dan mamanya, akhirnya Ara berhasil mendapatkan izin untuk mengikuti ekskul Pecinta alam dan tentunya untuk mengikuti Diklatsar yang dilaksanakan selama 3 hari kedepan. Itu juga dibantu dengan surat izin dari panitia Diklatsar yang telah disiapkan untuk diberikan pada orang tua masing-masing. Ara telah mempersiapkan semua keperluannya sejak kemarin. Untuk obat-obatan sendiri Ara hanya membawa P3K.
Karena selama ini ia tak pernah ada riwayat penyakit berat. Paling berat penyakitnya adalah flu dan demam. Saat tes kesehatan yang dilakukan 3 hari lalupun kondisi Ara sangat fit.
Semua peserta berkumpul di lapangan untuk kegiatan apel pembukaan diklatsar. Tiba-tiba dari kejauhan Ara melihat seseorang berlari padanya. Matanya berkedip berulang kali untuk memastikan penglihatannya.
“Araaaaa!!”panggilnya dengan suara lantang sambil berlari menghampiri Arad an langsung merangkulnya.
“Nindy!!! Lo ikut?! Kok bisa? Kapan daftar?”Tanya Ara.
“Haha.. gini ya Ra, mungkin gue harus berpikir 1000x untuk ikut ekskul ini, tapi satu alasan aja cukup menjelaskan kenapa gue harus ikut.”jawab Nindy.
Ara bingung,“Kenapa?”
Nindy langsung melepas rangkulannya, “Ya karena elo lah! Pake nanya lagi! Gue gak akan tega biarin lo sendirian ikut ekskul ini.”
Ara langsung tersenyum puas mendengarnya. Jujur saja,sejak kemarin ia selalu kepikiran, jika Nindy tidak ikut, maka siapa yang akan menemaninya.
Ara bukanlah orang yang pandai bergaul seperti Nindy. Ara mungkin bisa ramah dengan senyumnya ke semua orang, namun jika untuk mengobrol dan berteman ia cenderung introvert.
Apel pembukaan Diklatsar pun dilaksanakan dengan Ari sebagai ketua upacaranya. Kemudian setelah itu di adakan briefing. Total anggota yang mengikuti Diklatsar ini hanya berjumlah 20 orang. Sungguh jumlah yang sangat sedikit, sebab pendaftar ekskul ini kurang lebih berjumlah 60 orang. Itu artinya Ari dan panitia lainnya telah menseleksi ketat peserta hanya dari formulir pendaftarannya. Ari dipilih menjadi ketua panitia dalam pelaksanaan Diklatsar. Panitia nya sendiri berjumlah 4 orang yaitu Yudha, Melly, Dimas, dan Selly. Kemudian ditambah dengan 2 orang instruktur yang akan mengisi materi diklatsar yakni Benny dan Bayu.
\~Diklatsar
dilaksanakan di hutan taman buru, kareumbi. Lokasi yang bahkan namanya saja asing ditelinga Ara dan Nindy. Biasanya jika liburan, mereka akan pergi ke luar negeri, atau hanya sekedar ke Bali dan Lombok dengan fasilitas yang cukup mewah. Oleh karenanya ini adalah hal yang sangat baru dalam hidup mereka. Dimana mereka harus membawa carrier berat di pundaknya, dan untuk pertama kalinya berjalan menjelajah alam bebas.
“Perhatikan semuanya! Baju yang kalian pakai saat ini harus berwarna hitam! Jaket atau semacamnya harap dilepas! Bagi yang perempuan, rambut harap diikat! Lakukan sekarang!” Ucap Ari dengan lantang.
Ara langsung melepas sweater nya. Ya dia telah memakai kaos warna hitam. Kemudian ia mengkuncir rambutnya ke belakang. Semua mata memandang pada Ara. Sungguh ia baru sadar, peringatan tegas yang diberikan Ari tadi seolah hanya untuk dirinya.
Peserta dibagi menjadi 5 kelompok yang masing-masing berjumlah 4 orang. Entah ini kebetulan atau takdir, Ara satu kelompok dengan Nindy. Ditambah dengan Edo, dan Kevin. Perlengkapan kelompok pun telah dibagi.
Barang-barang berat seperti matras dan tenda tentunya dibawa oleh Edo dan Kevin. Kemudian Benny memberi komando agar semua peserta masuk ke dalam bus.
***
Mereka telah sampai di hutan taman buru. Ara dan Nindy memperhatikan alam sekitar. Udara yang sejuk ditambah suara-suara khas binatang hutan terdengar jelas di telinga mereka. Kemudian semua peserta kumpul dan diadakan briefing lagi tentang jalur yang akan mereka lewati. Dan diberikan beberapa materi tentang navigasi barat oleh Bayu. Seperti cara menggunakan kompas dan membaca peta buta. Setelah itu para panitia melakukan pengecekkan carrier para peserta.
“Buka tasnya!” pintah Ari dengan tegas membuat Ara sedikit tersentak kaget. Lalu Ara langsung membuka tasnya.
“Mana obat-obatan sama mantel nya?!”Tanya Ari. Tatapannya tajam membuat Ara sangat tegang dan sedikit takut. Namun lagi-lagi ia sembunyikan dibalik senyumannya.
“Di paling bawah Kak.” Jawab Ara sambil tersenyum.
“KENAPA DI TARUH PALING BAWAH?! TAU KAN KALO ITU PENTING? BARU NYUSUN PERLENGKAPAN DALAM TAS AJA UDAH GAK BISA! GIMANA YANG LAINNYA!” Bentak Ari.
Ara refleks memejamkan matanya ketika mendengar bentakan Ari.
Sungguh rasanya jantung Ara seperti mau copot saking kagetnya dengan bentakan Ari. Lagi-lagi untuk pertama kalinya, Ara dibentak seperti ini. Peserta yang lain pun tak ada yang berani menoleh ke arah Ara maupun Ari. Sebab di depan mereka juga ada Panitia yang siap membentak mereka kapanpun.
“Maaf.” Jawab Ara singkat. Kemudian segera mengeluarkan seluruh isi tasnya. “Jadi gimana susunannya Kak? Saya gak tau.”
“Harusnya tuh hari-hari sebelumnya kamu cari tau dong tentang pendaki pemula! Apa aja yang harus disiapin, gimana cara nyusun nya, dan lain-lain. Gak niat banget sih ikut pecinta alam! Kalo cuma mau main-main bukan disini tempatnya!” Ucap Ari masih dengan nada tinggi alias membentak. “Dan ini, kenapa ada tas yang di jinjing?
Semua perlengkapan harus masuk kedalam carrier!” lanjut Ari sambil menunjuk sebuah totebag di samping carrier Ara.
Ara menghembuskan nafas kasar. Lalu mengeluarkan isi totebag nya yang berupa makanan dan minuman.
“Saya gak mau tau pokoknya harus muat ! Kalo gak muat ya beberapa dibuang aja!”Ucap Ari dengan tatapan tajamnya. Sungguh Ari masih tak menyangka mengapa gadis feminim seperti ini nekat ikut ekskul pecinta Alam.
Tiba-tiba Ara menyodorkan nya sebotol air mineral. “Minum dulu kak. Kasian suaranya nanti habis karena bentak-bentak aku.” Ucap Ara dengan polosnya dan masih bisa memberikan sebuah senyuman untuk Ari.
Ari tak habis pikir dengan gadis ini. Seolah bibirnya tak lelah untuk tersenyum. Ia semakin harus memutar otak untuk mengetes seberapa jauh kemampuan gadis ini. Ari tetap memasang wajah tegasnya.
Ari memalingkan wajahnya, “Gak perlu! Cepat beresin barang-barang kamu!”
Ara mulai lelah menghadapi Ari, “Kalo gitu ajarin. Aku udah bilang kalo aku gak tau.”
Namun Ari malah berderap pergi dan menghampiri Yudha, “Ajarin tuh cewek! Lo kan yang lolosin dia buat ikut diklatsar ini.” Ucap Ari yang terdengar oleh Ara.
Demi apapun Ara sangat kesal sekarang, “Salah dimarahin, giliran minta ajarin eh malah ditinggal pergi. Maunya apa sih!” Gerutu Ara.
Yudha tersenyum mendengar gerutu Ara,“Aslinya dia gak gitu kok orangnya. Sabar ya, namanya juga masih tahap seleksi. Sini aku ajarin.”
Ara mengangguk dan kemudian tersenyum simpul. Yudha berwajah manis. Rambutnya hitam. Kulitnya juga putih meskipun tak seputih Ari. Tingginya setara dengan Ari. Ia juga banyak digemari cewek. Pembawaannya lebih santai meskipun tetap berwibawa.
Ah,kenapa juga Ara jadi membandingkan Yudha dengan Ari. Ia kembali fokus menyusun barang-barangnya ke dalam carier sesuai yang di ajarkan Yudha.
Kemudian para panitia membagikan bahan makanan untuk 3 hari kedepan. Seperti beberapa jenis sayur, beras, mie instan, dll. Semuanya sudah di jatah oleh panitia.
“Makanan ini harus cukup untuk 3 hari kedepan. Kalo abis sebelum waktunya, silahkan cari makan sendiri dari alam.” Jelas Ari.
***
Semua peserta mulai berjalan menyusuri hutan. Dimulai dengan jalan setapak, dan lama-kelamaan trek nya semakin sulit dan curam. Tibalah mereka ditepi jurang. Dimana telah dipasang tali untuk menyebrangi jurang tersebut. Para peserta dipasang pengaman pada pinggangnya, lalu harus melintas di atas seutas tali tersebut dengan berpegangan pada tali diatasnya. Bayangkan saja, harus menahan beban carrier dan berjalan diatas seutas tali.
Melihatnya saja sudah membuat tubuh Ara merinding. Keringat dingin terus bercucuran dari keningnya. Nindy pun meneguk ludah ketika melihat rintangan di depannya.
“Ra, gimana nih? Gue gak yakin bisa.” Ucap Nindy dengan berbisik.
Suaranya bergetar. Jelas sekali raut ketakutan di wajahnya.
“gu..gue.. gue juga gak yakin. Tapi gak ada yang bisa kita lakuin kan selain mencoba.”jawab Ara.
“Ayo selanjutnya!” Ucap Selly selaku panitia yang memasangkan pengaman.
“Ra, lo duluan deh.”ucap Nindy.
“Ng..nggak ah, lo duluan aja deh.” Balas Ara.
“Ayo cepat selanjutnya!” Ujar Bayu sebagai Pembina.
Akhirnya Ara maju duluan. Entahlah kali ini ia benar-benar pasrah.
Yang terpenting ia akan berusah semaximal mungkin melewati setiap rintangannya.
Setelah dipasang pengaman pada pinggangnya, Ara mulai menginjakkan kaki di atas tali itu. Dan kedua tangannya berpegang pada tali diatasnya. Carrier nya yang berat sungguh membuat Ara harus extra menjaga keseimbangan tubuhnya. Ia keluarkan seluruh tenaga di tangannya untuk berpegangan pada tali tersebut. Diujung sana, Ari yang menjaga di finish. Ia yang akan melepaskan pengamannya. Ara telah melintasi 3/4 tali.
“Ara ayoo.. sedikit lagi!!”teriak Nindy.
Tangan nya sangat basah sehingga cukup sulit untuk Ara memindahkan tangannya sebab licin.
“Ayooo cepat!! Bikin antri aja, dibelakang kamu masih banyak
peserta yang belum nyebrang!” Bentak Ari diujung sana.
Ara berusaha menguatkan pegangannya dan terus melangkah. Sungguh bajunya telah basah keringat. Ia keluarkan tenaga yang ia miliki. Ia tak mau mati konyol ke jurang. Masih lebih baik jika ia mati ketika sudah sampai finish,pikirnya. Dan Ara akhirnya berhasil sampai finish. Nafasnya sungguh terengah-engah. Ia kesulitan mengatur napasnya.
“Payah. Baru gini doang masa udah capek.” Ucap Ari sambil melepaskan pengaman dipinggang Ara.
“Kkk..ka.. a..ku..min..ta..tis..tissue..” Ucap Ara terbata-bata sebab masih susah mengatur nafasnya.
Ari yang semula fokus melepas tali pengaman, langsung mendongak menatap wajah Ara. Ia tersentak melihat darah segar mengalir dari hidung Ara.
“Ya Allah mimisan.Bentar-bentar.” Ari langsung membuka carriernya dan mengeluarkan tissue serta air mineralnya. Lalu mengusap darah mimisan Ara dengan tissue. Kemudian memapah Ara ke tempat datar dan menyuruhnya duduk bersandar di pohon.
“Minum dulu nih. Setelah itu atur nafasnya. Pelan-pelan. Tarik nafas… buang…” Ucap Ari sambil membantu Ara menegak air mineral. Sepertinya tenaga Ara sudah sangat terkuras. Tangannya sangat lemas.
“Dimas, tolong gantiin dulu jaga finish!” pintah Ari, “ Tim medis, sedia daun sirih gak?”teriak Ari.
Sementara itu para peserta yang sudah berhasil sampai finish melanjutkan perjalanannya kembali dipimpin oleh Yudha,Melly dan Selly.Lalu seorang tim medis menghampiri dan membawakan beberapa lembar daun sirih.
“Ri, nih daun sirih sama air madu buat ngisi tenaganya. ” Ucap Dina salah seorang tim medis.
“Thanks.” Balas Ari.
Ara sedikit bingung dengan apa yang akan dilakukan Ari. Mau diapakan daun itu. Sebelumnya ia tak pernah melihatnya.
“Emang biasa mimisan gini?”Tanya Ari.
Ara menggeleng, “Ini pertama kalinya.” Jawab Ara dengan suara lemah.
Ari sedikit tersentak. Itu berarti fisik Ara sudah memberontak ingin diistirahatkan. Pantas darah nya sulit dihentikan, mungkin respon tubuh Ara panik karena ini pertama kalinya.
“Oke tenang. Ini wajar kok.” Ucap Ari sambil tersenyum membuat Ara tertegun melihatnya. “Saya masukan daun sirih untuk menghentikan pendarahannya.”
Setelah hidung Ara disumbat menggunakan daun sirih, Ari mengusap keringat di wajah Ara dengan tissue.
“Ditekan hidungnya supaya darahnya cepat berhenti.” Ucap Ari.
Ara mencoba mengangkat tangannya yang masih memerah. Gemetar dan lemas. Itu yang ia rasakan. Akhirnya ia hanya menggeleng.
“It’s okey. Sorry ya..”Ari lalu menekan puncak hidung Ara dengan tekanan pelan.
Nindy yang baru sampai di finish, langsung berlari menghampiri Ara.
“Ara!!! Are you okay?!” Tanya nya panik, “Gila itu rintangan bikin orang mau mati tau gak! Kalo sahabat gue kenapa-napa gimana nih?!” bentak Nindy dengan berani.
Yudha yang mendengar itu langsung menghampiri.
“Jaga sikap! Kamu sadar lagi bicara sama siapa?” tegas Yudha.
“Bodo gue gak peduli! Gue capek, gue mau pulang!!!” Balas Nindy.
Yudha tertawa ringan, “Baru segini udah minta pulang? Lupa ya kalo kamu yang maksa buat ikut diklatsar ini? LUPA?!” Yudha menatap tajam Nindy,
“Jangan buat saya nyesel lolosin kamu buat ikut Diklatsar ini!”
Nindy berusaha menahan air matanya. Ia langsung memalingkan wajahnya dari Yudha, dan beralih menatap Ara yang sudah sangat pucat.
“Minggir!!! Biar gue aja.” Pintah Nindy pada Ari yang sedang menekan pangkal hidung Ara. Akhirnya Ari pun bangkit berdiri.
“Saya peringatkan sekali lagi untuk lebih hormat bicara pada senior. Paham?!”Ucap Yudha.
“Bodo! Gue bilang gak peduli ya gak peduli! Gue mau pulang sekarang!!!” Jawab Nindy dengan berani.
Ara memegang tangan Nindy, lalu menggeleng lemah, “I’m Fine.”
“Nggak Ra, gak bisa gini. Udah cukup! Seumur-umur kita sahabatan, Gue gak pernah ngeliat lo kayak gini sebelumnya. Kita pulang ya.. gak usah lanjutin keinginan gila lo ini.” Ucap Nindy.
“Heh!Gak usah lebay! Baru juga mimisan kayak gini, kamu kalo mau pulang yaudah sana pulang sendiri! Gak usah ngajak orang lain! Mau jadi pengecut kok ngajak-ngajak.” Ucap Ari yang akhirnya angkat suara.
“Apa lo bilang?!”Nindy bangkit berdiri, “Lo yang jadi ketua gak becus! Harusnya sebagai ketua lo lebih antisipasi lagi sama kondisi fisik tiap peserta. Gak kayak gini!” Bentak Nindy tegas dihadapan Ari. Sungguh tak ada rasa takut sama sekali dibenaknya.
Sementara itu, Ara merasa kepalanya berdenyut semakin sakit. Ia ingin melerai pertengkaran ini. Dan ia juga kesulitan bernapas dari mulut karena hidungnya masih disumbat oleh daun sirih. Akhirnya Ara melepas daun sirih itu. Bukannya malah berhenti, darah segar malah semakin deras mengalir dari hidungnya. Dan kemudian semuanya menjadi gelap.
Ari balas menatap Nindy tajam. Baru saja ia ingin membalas kata-kata Nindy, tiba-tiba Yudha menepuk pundaknya.
“Ri..Ari dia pingsan!” ucap Yudha sukses membuat Ari dan Nindy langsung menoleh pada Ara. Benar saja, Ara yang semula duduk bersandar di pohon kini telah jatuh terkapar di tanah.
Ari langsung bergegas hendak mengangkat tubuh Ara.
“Jangan sentuh sahabat gue!”ucap Nindy.
Yudha dengan sigap langsung menarik Nindy menjauh , “Angkat Ri buruan!”
Ari langsung menggendong Ara dan membawanya.
“Jangan egois! Kamu pikir kamu bisa ngangkat teman kamu sendirian? yang ada dia keburu sekarat!” Ucap Yudha.
“Erghh! Lepasin!” Nindy memberontak dan menghentakkan tangan Yudha yang menahan bahunya. Yudha pun melepaskannya. Setelah itu Nindy langsung berlari menyusul Ara.
***
Ari Bagaskara
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
AlbarGibadista💦
sweet banget persahabatan mereka😍
2020-08-21
5
VIOLATE
Mampir juga yukk
Love Your Self
Mungkin saja kakak akan suka😊
2020-08-11
1
Catur Priyati
aku setuju kalau semua di visualikan ya jangan bca novel komik aja di sebelah .enaknya novel kan gini kita yg baca bisa berimajinasi.
2019-11-02
3