Ara di baringkan sebuah tenda yang baru saja di dirikan oleh tim medis. Nindy menatap wajah pucat Ara sambil menangis. Sungguh ini pertama kalinya ia melihat Ara selemah ini. Nindy benar-benar diselimuti rasa takut. Ia bingung apa yang harus ia lakukan. Ingin rasanya segera membawa Ara pulang dan meninggalkan tempat ini.
“Ra.. ayo bangun Ra. Sadar Ra.. gue takut banget lo kenapa-napa. Please.. bangun Ara..”Ucap Nindy sambil terisak.
Sementara itu, Ari dan Yudha dipanggil menghadap Pembina Benny dan Bayu.
“Kenapa dia bisa pingsan?” Tanya Benny tegas dengan mata nyalangnya menatap Ari dan Yudha.
“Seperti tenaganya terkuras habis. Awalnya dia hanya mimisan. Lalu ketika temannya meminta pulang dan mengajaknya pulang. Akhirnya kami berdebat.” Jelas Ari dengan sangat jujur.
“Maaf Kak, kami tahu kami salah.” Timpal Yudha.
“Tau salah kalian dimana?!” Tanya Bayu.
“Kami lengah, harusnya kami lebih fokus pada korban. Dan dapat mengontrol emosi kami. Kami sadar kami salah Kak.” Jawab Ari sambil menunduk menyesal.
Benny menatap Ari dan Yudha dengan tatapan mengintimidasi, “Lalu apa bentuk tanggung jawab kalian pada korban?”
Kini Ari bingung harus menjawab apa. Harapannya hanya satu, agar Ara cepat sadar. Ia berharap semuanya baik-baik saja. Sementara Yudha berpikir keras. Ia juga tak kalah bingung dengan Ari.
“JAWAB!!! Hanya seorang laki-laki brengsek yang tidak memiliki tanggung jawab!”bentak Bayu.
Ari mengepalkan kedua tangannya, mencoba mengumpulkan segenap keberaniannya, “Saya yang akan membawanya ke rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut. Dan saya akan bertanggung jawab untuk menghadap ke orang tua korban.”Jawab Ari dengan yakin membuat Yudha terperangah.
Bukan hal yang mudah membawa korban dalam keadaan pingsan untuk keluar dari hutan ini. Belum lagi sulitnya mencari signal untuk dapat menghubungi ambulance.
Bayu tersenyum dan menepuk pundak Ari, “Bagus! Saya senang dengan jawaban kamu. Gak sia-sia saya memilihmu jadi ketua.”
“Oke kalo gitu buktikan! Jangan buat kami kecewa.” Timpal Benny.
Kemudian Bayu dan Benny berderap pergi. Setelah itu kaki Ari melemas dan jatuh berlutut. Ia mengusap wajahnya kasar. Sedari awal melihat gadis itu ikut diklatsar ini, Ari memang sudah memiliki firasat buruk. Dan kini semuanya terjadi menimpanya.
“Lo gila Ri!!! Gimana mungkin lo bawa tuh anak sendirian keluar dari hutan ini? Lo gak mungkin minta bantuan Tim medis karena mereka masih dibutuhin untuk 2 hari kedepan. Tanggung jawab yang lo ambil terlalu besar!” Ucap Yudha yang kalut.
Ari menatap Yudha tajam,“TERUS GUE HARUS GIMANA? NUNGGUIN TUH ANAK MATI DI HUTAN INI? IYA?!” Ucap Ari yang frustasi.
Ari bangkit berdiri dan menunjuk wajah Yudha,“Dan.. lo gak ada niat bantu gue sementara lo ada di tkp! Brengsek! Dari awal gue udah bilang jangan lolosin dia! Tapi apa? Lo sama melly malah keras kepala lolosin dia. Sekarang giliran udah kejadian kayak gini, lo seolah gak tahu apa-apa dan lepas tanggung jawab! PENGECUT!!!” Ari mendorong bahu Yudha. Dan kemudian berlalu pergi meninggalkannya.
Yudha diam tak bergeming. Semua perkataan Ari terngiang di kepalanya. Ia baru sadar bahwa perkataan Ari benar. Ia telah menjadi seorang pengecut. Yudha pun akhirnya bergegas mencari Ari.
***
Ari langsung menuju tenda dimana Ara dibaringkan. Ia melihat Nindy menangis di samping sahabatnya itu.
“Kondisi nya gimana?” Tanya Ari.
Nindy menoleh. Dan ketika dia melihat Ari, ia langsung menghampiri Ari.
“Kak, gue mohon… gue mau pulang. Gue mau Ara dibawa pulang. Gue takut dia kenapa-napa. Mau sampe kapan kita nungguin dia sadar di hutan ini? Hiks..hiks..”Nindy mengatupkan kedua tangannya, “Gue mohon… bawa kita keluar dari hutan ini. Demi Ara, gue rela lakuin apapun. Gue mohon… hiks..hiks..”
Nindy terisak didepan Ari.
“Tenangin diri kamu. Saya akan tanggung jawab. Iya, saya akan bawa kalian pulang.” Ucap Ari sambil mengusap bahu Nindy yang bergetar hebat karena terisak.
“Saya juga akan tanggung jawab!”Timpal Yudha yang baru saja datang ke tenda membuat Ari menoleh dan memicingkan matanya.
“Lo benar, tadi gue emang pengecut. Tapi bukan sekarang.”Ucap Yudha membuat Ari tersenyum lega.
“Ayo angkat dia ke tandu.Gue udah siapin di depan. Kita bawa dia pulang sekarang,” Yudha bergegas keluar tenda.
“Ayo Ri, kita harus cepat sebelum matahari tenggelam.”
Ari langsung menggendong Ara. Kemudian meletakannya di tandu yang sudah dibuat. Setelah itu Ari dan Yudha mengangkat tandunya. Nindy mengikuti dari samping. Dan merekapun mulai berjalan keluar hutan. Ini bukan pertama kalinya Ari dan Yudha ke hutan ini. Jadi mereka sudah sangat hafal medan yang mereka tempuh.
***
Setelah keluar dari hutan, signal masih sulit didapatkan sebab masih diwilayah pegunungan. Akhirnya Ari dan Yudha mencari bantuan warga sekitar. Ara pun di bawa ke puskesmas terdekat di desa itu. Ketika sampai di puskesmas tersebut, Ara langsung di bawa ke UGD dan segera ditangani. Ari, Yudha, dan terlebih lagi Nindy menunggu dengan cemas. Nindy beberapa kali mencoba menghubungi kedua orang tua Ara, namun seperti nya signal nya masih buruk.
“Erghhh! Desa apa sih ini? Susah banget signal! Gimana dong nih gak bisa ngehubungin orang tua Ara.” Keluh Nindy.
Yudha yang sejak tadi pusing melihat Nindy terus saja mondar-mandir, akhirnya bangkit berdiri dan menarik tangan Nindy untuk duduk di kursi tunggu.
“Panik gak akan nyelesaiin masalah. Lebih baik duduk dan tenangin diri kamu dulu.” Ucap Yudha.
“Kalo kondisinya gak kunjung membaik, saya akan minta dokter untuk merujuk ke rumah sakit di Jakarta. Jadi tenang, berdoa aja semoga dia cepat siuman.” Lanjut Ari.
Tak lama dokter keluar dari ruang UGD. Ari, Yudha, dan Nindy langsung menanyakan bagaimana kondisi Ara.
“Keluarga pasien?”Tanya dokter.
“Saya yang bertanggung jawab dok. Kami sedang melaksanakan kegiatan Diklatsar.” Jawab Ari.
“Oh baik kalau begitu. Kondisi pasien tadi sempat memburuk. Untung kalian sigap membawanya kesini sehingga bisa langsung kita tangani. Fisiknya masih sangat lemah akibat mengeluarkan darah terlalu banyak ketika mimisan tadi. Tapi syukurlah,dia sudah siuman.” Jelas dokter membuat Ari,Yudha, dan Nindy bernapas lega.
“Boleh kami temui dok?”Tanya Nindy.
“Silahkan. Tapi tolong jangan mengganggu ketenangan pasien. Saya permisi dulu.” Jawab Dokter tersebut kemudian berlalu pergi.
***
Ara membuka matanya perlahan.
Samar-samar ia melihat wajah Nindy perlahan menjadi jelas. Disamping Nindy juga ada Ari dan Yudha yang memandangnya dengan tatapan khawatir.
“Ra, gimana masih ada yang sakit? Lo baik-baik aja kan Ra? Sumpah gue panik banget tau gak pas liat lo pingsan.” Tutur Nindy.
Ara melihat sekitar sejenak. Lalu ia mengangkat kepalanya sedikit dan mengangguk tersenyum. Senyuman yang selalu membuat orang yang melihatnya merasa damai dan tenang. Nindy beralih menatap Ari dan Yudha
dengan mata memicing, “Kak Ari, Kak Yudha, lo berdua udah janji mau tanggung jawab. Anterin kita pulang! Gue gak mau tau, pokoknya gue sama Ara mau pulang!”
Yudha memijat pelipisnya yang sedikit pening mendengar ocehan Nindy sejak tadi.
“Biarin Ara istirahat dulu. Kasian,bdia baru aja siuman. Perjalanan dari sini ke Jakarta lumayan jauh.” Jelas Ari dengan wibawanya.
“Nin.. gue gak mau pulang. Please.. gue mau lanjutin diklatsar ini.” Ucap Ara dengan suaranya yang masih parau.
Nindy terperanjat, “Sinting ya lo!! Kalo mau mati gak gini caranya!” bentak Nindy membuat Yudha langsung menarik tangan Nindy dan membawanya keluar ruangan karena takut mengganggu ketenangan Ara yang baru saja siuman.
“Kamu tuh benar-benar gak bisa kontrol ego kamu ya. Childish tau gak?!” Ucap Yudha.
“Apa lo bilang? Gue childish? Heh! Gue sahabatan sama dia udah bertahun-tahun, gue lebih tau dia dan lebih berhak atas dia! Salah kalo gue gak mau dia kenapa-napa?!” sahut Nindy.
“Tapi perkataan kamu ke dia barusan malah akan bikin dia kenapa-napa. Paham? Buang ego kamu jauh-jauh. Saya sama Ari juga akan lakukan yang terbaik.” Ucap Yudha.
Sementara itu, keheningan menyeruak di antara Ari dan Ara. Karena tak nyaman, akhirnya Ari memulai pembicaraan.
“Apa motivasi kamu ingin ikut ekskul ini?”Tanya Ari.
Ara terdiam sejenak kemudian tersenyum kecil. “Selama ini aku ngerasa hidup aku monoton. Aku ingin mencoba banyak hal baru. Dan aku yakin bisa dapetin itu semua lewat ekskul ini. Aku ingin lebih dekat dengan semesta.”
“Meskipun resiko nya tinggi?”celah Ari.
“Aku gak takut dengan resiko. Tanpa resiko aku gak akan dapet pengalaman. Bukannya seseorang jadi dewasa itu karena pengalaman?”
Ari terkesan mendengar jawaban Ara. Dan refleks bibirnya tersenyum. Ia menatap Ara dalam. Bola mata mereka saling beradu. Beberapa detik kemudian Ari tersadar akan lamunannya.
“Sorry, tapi saya gak bisa lolosin kamu dalam seleksi ini. Kamu bisa pilih ekskul lain yang sesuai dengan kadar kemampuan kamu.” Ucap Ari dengan penuh wibawa.
Demi tuhan hati Ara rasanya teriris mendengar kata-kata Ari. Ia tak menyangka Ari memutuskan bahwa ia gagal bahkan sebelum seleksi ini selesai. Ia merasa diremehkan. Ia bukan cewek lemah. Arabrasanya ingin marah pada diri sendiri karena tadi sempat pingsan. Ketika Ari melangkahkan kakinya untuk pergi, Ara menahan lengan Ari.
“Ini gak adil buat aku.” Ucap Arabdengan air mata yang sudah menetes.
Klekkk… pintu ruang inap terbuka.
Yudha tercengang melihat Ara yang menangis. Begitupun dengan Nindy.
“Ara!! Lo kenapa lagi Ra??”ucap Nindy langsung menghampiri Arad an memeluknya. Lalu Nindy beralih menatap tangan Arabyang masih memegang lengan Ari.
“Ri, lo apain dia? Gila ya, gue sengaja ajak si kutu kupret keluar supaya gak ganggu ketenangan nih cewek, eh malah lo bikin nangis! Sia-sia tau gak!”Ucap Yudha.
Ari melepas genggaman Ara pada lengannya. “Sorry.” Ucapnya singkat kemudian berderap pergi.
“Woy!! Mau kemana lo?! Sarap ya nih anak!”Yudha langsung menyusul Ari keluar.
“Ara bilang sama gue, lo di apain sama dia? hah?!” Tanya Nindy.
“Di..dia bilang gue gak lolos seleksi ini Nin. Gue gak bisa ikut ekskul pecinta alam, hiks..dasar kepala badak!bPemimpin gak adil!”
Nindy melepas pelukannya pada Ara,
“Hah?! HAHAAHAHA!!”Nindy tertawa lega, “Ya baguslah!! Bahagiaaaa banget gue dengernya sumpah!”
“Kok lo jahat sih ah! Udah sana keluar deh. Gue pengen sendiri.”Ucap Ara.
“Yeh.. ini tuh demi kebaikan lo juga tau. Yaudah gue keluar, bye! Cepet sembuh biar besok kita bisa pulang!”Balas
Nindy kemudian langsung berlalu pergi. Air mata Ara masih menetes. Salahkah ia mempunyai impian untuk bisa berkelana ke alam bebas. Pantaskah ia diremehkan seperti ini.
“Kenapa sih gue harus pingsan?! Hiks..” Ia sungguh kesal dengan fisiknya sendiri yang tak bisa diajak kompromi.
Sungguh ia merasa sangat bahagia selama diklatsar. Ia banyak mempelajari hal baru, merasakan indahnya kebersamaan, dan keseruan lainnya. Bahkan selama diklatsar pun tak pernah sekalipun Ara mengeluh “capek”. Tidak bisakah Ari melihat kesungguhannya?
***
“Ri, ini bukan sekolah militer yang mengutamakan fisik sama pesertanya. Ini pecinta alam bro! masa cuma gara-gara dia pingsan , lo gak bisa ngelolosin dia sih?”geram Yudha.
“Lo tuh harusnya sadar, ngelolosin dia untuk ikut diklatsar ini aja udah hal yang salah! Apalagi mau nerima dia masuk ekskul ini. Cuma orang bodoh yang mengulangi kesalahan yang sama.” Balas Ari.
“Tapi lo gak bisa ambil keputusan sepihak gini lah Ri, lo harus musyawarah dulu sama panitia yang lain. Pemimpin macam apa lo?”
“Haha.. ngaca! Lo ngelolosin tuh anak dua emang pake musyawarah sama gue? Enggak kan!”
Skak mat. Yudha terdiam. Lagi-lagi ia yang salah. Ia lelah berdebat dengan Ari. Akhirnya Yudha memilih pergi meninggalkan Ari.
TO BE CONTINUE...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Sulissya Aihunan
Kondisi Ara sprti sya. Pingin ikut kegiatan bgtu. Tp slalu di remehkan. Krn setiap ikut kadang pingsan atau klau tidak pingsan slesai ikut jdi sakit. Makanya tdk di ijin kan dn slalu di remein. Padahal pingin skali ikut
2021-03-20
1
Windy Artika
visual ceweknya mana thor ?
2021-02-27
1
Mutie Cutie
aku mampir kaka
2020-09-10
0