Leon kembali ke ruangannya dengan wajah penyesalan.
"Kau kembali?" ucap wanita tadi seraya melangkah ke arahnya.
"Pergilah." ucap pria itu.
"Wah....sepertinya wanita tadi sudah membuatmu kesal, aku akan menghiburmu." dengan nada menggoda seraya mencoba mengalungkan kedua tangannya ke leher Leon.
"Aku bilang pergi!" teriaknya penuh amarah. Wanita itupun pergi dengan wajah kesal.
.
.
.
Bobby baru tiba di kantor karena mewakili Leon untuk bertemu salah seorang klien. Dia mendengar beberapa karyawan di kantor sedang bergosip dengan kejadian yang baru saja mereka saksikan. Pria itupun langsung menghampiri sahabatnya itu di ruangannya.
"Sebenarnya ada apa denganmu, kawan? Dari hari pertama kita datang ke kota ini kau bersikaf aneh, itu tidak seperti dirimu yang biasanya." ucap Bobby. "Sebelumnya kau tidak pernah sekesal ini hanya karena perkara wanita." timpahnya lagi.
"Apa aku terlihat aneh?" tanya Leon.
"Ya, sangat aneh sampai membuatku merinding." jawab sahabatnya.
"Bobby, aku tidak mengerti dengan satu hal. Dia bilang kalau dia anak seorang narapidana, apa kita melewatkan informasi penting tentangnya?"
"Oh itu,..." Bobby berpikir sejenak dia ragu apa yang harus dia katakan pada Leon sahabatnya.
"Apa kau sudah tahu dan kau tidak memberitahuku?" emosinya mulai naik lagi.
"Aku berniat memberitahumu saat memberikan dokumen kepemilikan tanah itu. Kau ingat, hari itu suasana hatimu sedang buruk karena wanita itu? Jadi ku urungkan niatku karena tidak mau merusaknya lagi." jelas Bobby.
"Coba sekarang kau ceritakan padaku semua hal tentang keluarga itu, jangan sampai ada yang terlewat sedikitpun atau akan ku bunuh kau jika kau masih menyembunyikan sesuatu!" ancam Leon
Akhirnya Bobby menceritakan semua yang dia dengar tentang Rosaline dan keluarganya pada sahabatnya. Pria itu hanya mendengarnya tanpa berkomentar.
Kini Leon tahu mengapa Rosaline hidup seperti itu, itu pertahanan dari seorang Rosaline untuk bertahan hidup demi keluarganya. Sama sekali bukan seperti wanita yang selalu dia kencani selama ini, wanita yang mau melakukan apapun demi kesenangan atau uang. Ada penyesalan di wajah pria itu, perasaan yang belum pernah dia rasakan sebelumnya terhadap wanita-wanita yang dia kencani sebelumnya.
.
.
.
Sudah sekitar 1 minggu Leon tak datang ke motel ataupun ke rumahnya, bahkan dia tidak mengirim pesan satupun kepadanya. Sebenarnya ini suatu kebebasan untuknya, hari-harinya kembali normal tanpa gangguan Leon maupun para bodyguardnya.
Tapi hatinya sedikit gelisah, apakah perkataan yang dilontarkan hari itu padanya terlalu kejam?
.
.
.
Sore itu Bobby mendatangi Rosaline di motelnya dengan wajah yang kusut dan rambut acak-acakan.
"Ada apa dengan anda?" tanya Rosaline.
"Ahhh... Miss, aku sangat lelah. Leon tega sekali padaku. Dia membuatku bekerja 3x lebih ekstra dari biasanya." tutur Bobby.
Rosaline menatap pria itu untuk berusaha memahaminya. "Kenapa?" tanyanya lagi.
"Sudah lebih dari 1 minggu Leon tidak datang ke kantor, tidak ada yang lancar tanpanya. Banyak kekacauan di beberapa kantor cabang dan hanya dia yang bisa menyelesaikannya, dia sekarang sedang sakit dan tidak mau pergi ke dokter. Aishh...anak itu memang keras kepala." ucapnya dengan nada merengek.
"Tapi miss, dia sangat aneh. Tidak seperti biasanya. Sebelumnya dia tidak pernah meninggalkan kantor dalam waktu yang lama. Saya pikir anda harus menengoknya." usul Bobby.
"Saya?" Rosaline berpura-pura tidak memahaminya.
"Tolonglah Miss, 1x ini saja." pintanya dengan memelas.
Rosaline terdiam, dia merasa bersalah. Apa karena dia Leon jadi seperti itu? Atau ini hanya jebakan agar dia pergi menengoknya.
.
.
.
Rosaline kini sudah berada di depan apartement Leon, wanita itu masih belum menekan bel. Hati dan pikirannya masih ragu, tapi memikirkan kembali perkataan Bobby sepertinya pria itu tidak berbohong. Dari nada bicaranya terlihat dia sangat jujur.
Akhirnya dia menekan belnya, tak butuh waktu lama sampai Leon membukakan pintu dengan wajah pucatnya.
"Tuan, kenapa anda tidak pergi ke rumah sakit?" tanya wanita itu sedikit halus.
Namun Leon berlalu, dia tidak menghiraukan pertanyaan Rosaline.
"Pergilah, tuan harus mendapatkan perawatan." tutur wanita itu sambil terus mengikutinya.
Rosaline meletakan bubur yang sempat dia beli saat perjalanan menuju apartement di atas meja. Lagi-lagi pria itu berlalu tanpa menghiraukannya.
"Yakk...Leon!!" bentaknya dengan emosi yang sudah tidak bisa ditahan lagi.
"Apa kau tuli? Dasar bere****k! Beraninya kau mengabaikanku!" timpahnya lagi.
Pria itu menghentikan langkahnya dan berjalan berbalik ke arah Rosaline dengan tatapan tajam. Tak mau kalah, wanita itupun menatapnya dengan tajam sambil menyilangkan tangannya di atas dada.
Mereka berdua kini berhadapan. Melihat Leon yang terus menatapnya seolah sedang mengintimidasi membuat tatapan tajam Rosaline memudar, wanita itu sedikit gugup.
Akhirnya Leon menggedong Rosaline, wanita itu hanya menatapnya tanpa perlawanan.
Dia bisa merasakan suhu tubuh pria itu. Suhu tubuhnya benar-benar panas itu artinya Bobby memang tidak berbohong, Leon memang sedang sakit.
Leon membawa Rosaline ke kamar dan mendudukannya di tepi ranjang. Sekarang kedua pasang mata itu sedang beradu. Leon mendekatkan wajahnya sedikit demi sedikit ke arah wajah Rosaline, sebaliknya wanita itu memundurkan wajahnya dan terus menghindarinya.
Tapi kini tangan Rosaline seolah sudah tak mampu menyangganya tubuhnya yang sudah dalam posisi setengah terbaring. Mata mereka masih terus beradu, tatapan penuh hasrat dari keduanya sudah benar-benar tidak bisa disembunyikan lagi.
Namun usaha Leon mencapai bibir wanita itu terhenti, "Beri aku satu kesempatan lagi." ucapnya dengan nada sendu.
"Tolong bantu aku keluar dari dunia gelapku." dengan tatapan sayu dan penuh penyesalan.
"Aku mencintaimu, Rosaline. Kali ini aku tidak berbohong, aku bersungguh-sungguh."
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Yudith Salawane Hehanussa
💪💪💪
2021-03-22
1
Susilawati Shasi
wkwkwkwk...leon sampai segitunya minta kesempatan...😂😂
2021-01-20
1
meylane
Rosaline luluh juga
2021-01-05
1